27 Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini penulis menganalisa

Bab 3
Analisis Data
Dalam bab ini penulis menganalisa gangguan kepribadian tokoh Kawashima
Masayuki yang mengalami kekerasan pada masa kecilnya, sehingga ketika dewasa ia
mengalami gangguan kepribadian yaitu antisocial, borderline, dan dependent. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan dalam cerita yang diangkat oleh penulis.
3.1
Analisis Gangguan Kepribadian Antisocial pada Tokoh Kawashima
Masayuki
Menurut Millon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:84), istilah psikopat
atau sosiopat merupakan istilah yang biasanya digunakan kepada orang yang
memiliki sifat-sifat dari gangguan kepribadian antisosial. Gangguan kepribadian
antisosial (antisocial personality disorder) dicirikan dengan kurangnya rasa hormat
akan moral sosial dan aturan yang ada (Halgin dan Whitbourne, 2010:84).
Karakteristik atau ciri-ciri dari seorang penderita Antisocial Personality
Disorder adalah tindakan penyerangan yang berulang-ulang sebagai penyebab masuk
penjara, ketidakjujuran seperti berbohong, pemalsuan identitas, dan menipu orang
lain demi keuntungan pribadi, impulsif dan gagal dalam membuat rencana masa
depan, cepat marah dan agresif, misalnya perkelahian atau penyerangan, selalu tidak
bertanggung jawab seperti berulang kali gagal dalam melakukan pekerjaan, dan
kurang akan rasa penyesalan seperti tidak meyukai dan memperlakukan orang lain
dengan buruk (Halgin dan Whitbourne, 2010:86).
Penulis menganalisa kepribadian Kawashima Masayuki yang termasuk dalam
karakteristik diagnostik gangguan kepribadian antisocial, antara lain: ketidakjujuran
27
seperti berbohong, bersifat agresif yaitu dengan menyakiti orang lain baik dalam
bentuk perbuatan maupun kata-kata, tidak bertanggung jawab, dan kurang akan rasa
penyesalan atau rasa bersalah.
3.1.1 Analisis Sifat Tidak Jujur pada Tokoh Kawashima Masayuki
Menurut Halgin dan Whitbourne (2010:86), salah satu karakteristik dari
individu dengan gangguan kepribadian antisocial adalah berbohong atau tidak jujur.
Dalam novel Piercing, tokoh Kawashima Masayuki memiliki sifat tidak jujur, seperti
yang penulis temukan dalam kutipan di bawah ini.
Latar Belakang Cerita:
Kawashima sedang menjelaskan kepada Yoko mengenai sistem liburan
bersifat wajib yang baru di kantornya, dimana para karyawan diwajibkan mengambil
libur selama tujuh sampai sepuluh hari setiap tiga hingga lima tahun bekerja.
Karyawan tersebut diperbolehkan pergi untuk melakukan suatu kegiatan positif
secara bebas, serta disediakan sejumlah uang oleh kantor untuk dihamburkan demi
tujuan tersebut (Murakami, 1994:30-31).
Kutipan :
「きのうの夜考えたんだけど、都心のシティホテルに泊まってみ
ようと思うんだ、東京に住んでるとなかなかそういう機会がない
わけだろう?なるべく地方の中堅のサラリーマンが泊まるような
ホテルに泊まってみようと思うんだよ」
「シティホテルに泊まって何をするの?」
「何ていうのなか、サラリーマンの生態みたいなやつをちょっと
ね、知りたいと思ったんだよ、たとえば仕事でホテルの中にある
喫茶店とかバーに行く時なんかに、まわりのサラリーマンの話す
ことがいつも新鮮に聞こえてね、連中はそういうところでけっこ
う切実なことを話してるんだ、そういうのを徹底的に観祭してみ
ようと思ったんだけどね、実は再来年から三年間外資糸の自動車
メーカーのグラフィック戦略を担当することになってるんだけど、
それが三十代のサラリーマンをターゲットにした新しい大衆車な
んだよ、サラリーマンってやつをオレはあまり知らないからね」
28
計画を練って実行するためにはまとまった自由な時間が必要だ。
だが、泊り込みの仕事だなどと をついて、家を空けている時に
場子が会社に電話を入れたらすぐにばれてしまう。その と、別
の場子で起こるある事件を結びつけて考える人間はいないかも知
れないが、余分なことに神経を使わないためにも、会社と陽子に
は疑いを持たれると困る。(Murakami, 1994:30-31).
Terjemahan :
“Aku sedang berpikir, aku bermaksud untuk menginap disalah satu hotel
di pinggir kota. Kau tidak mendapat kesempatan itu ketika kau tinggal di
kota, bukan? Aku ingin menginap di tempat kebanyakan pegawai dari
kota kecil menginap ketika mereka ke Tokyo.”
“Apa yang akan kau lakukan di tempat seperti itu?”
“Ini mungkin terdengar bodoh, tapi aku ingin lebih mengerti kehidupan
pegawai sejati. Aku ingin membuat, kau tahu, penelitian tentang hal itu,
karena tahun depan kami akan bertanggung jawab atas grafik kampanye
yang baru. Itu untuk mobil impor, model baru yang menargetkan lakilaki di usia tiga puluhan. Dan faktanya, aku tidak begitu tahu tentang
pegawai kebanyakan.”
Dia membutuhkan alasan yang kuat untuk melaksanakan rencananya.
Tapi jika ia mengarang tentang menginap dekat kantor untuk beberapa
hari untuk memenuhi tenggat waktu, dia akan tertangkap basah ketika
Yoko menelpon ke kantor. Bukannya ia khawatir orang akan
mengaitkannya dengan pembunuhan di suatu tempat di kota, tapi ia
tidak butuh untuk memperumit masalah dengan membuat alasan bagi
Yoko ataupun kantornya berpikir ia merencanakan sesuatu yang
mencurigakan (Murakami, 1994:30-31).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Masayuki memiliki
sifat tidak jujur untuk mendapatkan hal yang ia inginkan yaitu kepercayaan dari
Yoko. Ia berbohong kepada istrinya bahwa ia akan menginap di hotel untuk
melakukan penelitian mengenai kehidupan pegawai kantoran yang baru tiba dari
daerah untuk bekerja di Tokyo, sedangkan pada kenyataannya ia berencana untuk
melakukan kegiatan yang mencurigakan di sana yaitu pembunuhan. Kawashima
memikirkan kebohongannya dengan baik sehingga mampu membuat orang lain
percaya dengan apapun yang ia katakan.
29
Hal ini sesuai dengan teori mengenai gangguan kepribadian antisocial
berdasarkan pendapat Hare dan Neumann dalam Halgin dan Whitbourne (2010:85),
bahwa sifat utama kepribadian psikopat mencakup kefasihan dalam berkomunikasi
dan penampilan luar yang menarik, rasa penghargaan diri yang sangat besar,
kecenderungan menyampaikan kebohongan, kurang empati terhadap orang lain, serta
tidak ada penyesalan dan keinginan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.
Menurut Millon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:84), istilah psikopat atau
sosiopat merupakan istilah yang biasanya digunakan kepada orang yang memiliki
sifat-sifat dari gangguan kepribadian antisosial.
Sifat tidak jujur pada tokoh Kawashima Masayuki yang merupakan salah satu
ciri dari individu dengan gangguan kepribadian antisocial, juga penulis temukan
dalam kutipan di bawah ini, yang masih berhubungan dengan kutipan sebelumnya:
Latar Belakang Cerita:
Kawashima berbohong kepada pimpinan tempat ia bekerja mengenai rencana
liburan yang akan ia gunakan selama tujuh hari, yaitu menginap di hotel pinggir kota
untuk meneliti pekerja kantoran dari daerah yang menginap disana untuk bekerja di
Tokyo. Pimpinan tempat Kawashima bekerja yang percaya kepada kebohongannya,
langsung memberikan sejumlah uang untuk digunakan oleh Kawashima (Murakami,
1994:5).
Kutipan :
それまでほとんどまとまった休みを取ったことがなかったのと、
横浜のジャズ*フェスのポスターのプレゼンティーションに勝った
こともあって、会社もすぐに特別休暇を認めてくれた。川島昌之
は、積み立て金と合わせて九十万近いキャッシュを受け取った。
サラリーマンの観祭ってのはいいアイデアだが。赤プリで一週間
ぜいたくしてエイズなんかもらうんじゃねえぞ。と社長から言わ
れた。(Murakami, 1994:5).
30
Terjemahan :
Dia tidak pernah benar-benar berlibur sebelumnya, oleh karena itu – dan
dengan pengakuan bahwa ia baru saja memenangkan akun festival jazz –
kantornya langsung setuju dengan permintaannya dan bahkan
menghadiahkannya dengan uang jajan sebesar hampir sembilan ratus ribu
yen. Atasannya melucu, dengan selera humor yang menyedihkan, bahwa
ide untuk meneliti pegawai sangatlah pintar, tapi bukan untuk jatuh cinta
dengan salah satu dari mereka dan berakhir dengan penyakit AIDS
(Murakami, 1994:5).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
melakukan ketidakjujuran dalam bekerja, yakni berbohong untuk mendapatkan
sejumlah uang sebesar 900.000 yen. Ia berbohong kepada pimpinannya dengan cara
menggunakan tanggapan atau pandangan orang lain terhadap dirinya sendiri, yaitu
image dirinya yang belum pernah meminta cuti dan keberhasilannya memenangkan
akun dalam festival jazz, untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, yaitu
sejumlah uang yang akan digunakan oleh Kawashima selama berada di hotel pinggir
kota untuk melakukan kegiatan pembunuhan, seperti yang terlihat pada kutipan
sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Salekin dalam Halgin dan Whitbourne
(2010:85), bahwa para psikopat atau individu dengan gangguan kepribadian
antisocial adalah orang-orang yang cerdas dalam kemampuan verbal dan
menggunakan kecerdasan mereka untuk masalah praktis. Selain berbohong kepada
istri dan pimpinan tempat ia bekerja, penulis juga menemukan sifat ketidakjujuran
pada tokoh Kawashima Masayuki yaitu berbohong terhadap orang-orang di sekitar,
seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima sedang merencanakan pembunuhan di kamar hotelnya dan untuk
menghindari kejaran polisi maupun perhatian orang-orang di sekitar, ia mencoba
31
mengalihkan perhatian mereka apabila pembunuhan berhasil terlaksana. Dengan
sangat teliti, Kawashima mencoba mengalihkan perhatian polisi apabila mereka
berhasil menemukan kamar hotel tempat ia melakukan pembunuhan. Ia telah
menyiapkan diri untuk tidak meninggalkan jejak dalam kamar hotel tersebut, dan
walaupun ia meninggalkan jejak, jejak tersebut akan berupa pengalih perhatian dari
dirinya sendiri (Murakami, 1994:42-43).
Kutipan :
簡単な変装と共に効果的なのは擬装だ。。。
現場の擬装は重要だが儀式の最後段階と無関係に考えるわけには
いかない。。。
ナイフで手首や喉を切る場合は出血が多すぎるという面倒がある
が、擬装には好都合だ。覚醒済の常用者、中毒者、さらに精神障
害者に警祭の注意を向けるためには、意味不明のメモを残すとい
う方法がある。実際に起こった事件を戦せた週刊誌によると、リ
アリティがあるのは、神、天意、電波、命冷、指冷、天国、そう
いう言葉だ。。。
競馬、競馬輪か競艇の新聞を電車の網棚で拾い集めて持って行き
残してくれるのも効果的な方法だろう。たとえば関西の競輪新聞
とサラ金の広告チラシを現場に残して、フロントで関西弁のアク
セントを使えば非常に有効かも知れない。。。
擬装がいったん見破られた場合、警祭は逆に知能の高い人間を捜
し始めることだろう。。。(Murakami, 1994:42-43).
Terjemahan :
Kembali kepada buku catatannya, ia menulis: dengan tambahan untuk
penyamaran yang sederhana, sedikit pengaburan petunjuk mungkin akan
membantu.
Sebaiknya ia berpikir dengan hati-hati. Mengaburkan petunjuk
merupakan titik yang penting, dan tidak boleh diacuhkan saat sampai
pada tingkat akhir ritual.
Mengiris pergelangan tangan ataupun tenggorokan wanita itu mungkin
akan menyebabkan percikan darah yang banyak, tapi di lain pihak,
tumpahan darah mungkin akan membuat polisi sulit menentukan apakah
penyebabnya kecanduan obat terlarang, amfetamin, atau gangguan jiwa.
Ia dapat menguatkannya dengan meninggalkan pesan wasiat yang tidak
jelas. Berdasarkan artikel yang pernah ia baca di majalah, kau dapat
mengandalkan kata-kata seperti Tuhan, Kehendak Tuhan, gelombang
radio, kendali, permintaan, perintah, Surga.
Mungkin suatu ide bagus mengumpulkan bentuk-bentuk perlombaan,
lomba balap kuda, lomba balap sepeda, lomba balap mendayung—dan
32
menaruhnya di dalam ruangan. Apalagi jika ia bisa menemukan sesuatu
dari Osaka atau Kobe, atau selebaran pinjaman atau sesuatu di dalamnya,
dan menggunakan aksen Kansai ketika mendaftar.
Ketika menyangkut hal mengaburkan petunjuk, bagaimanapun, penting
untuk memperhatikan hal-hal yang kecil. Ketika muslihat itu menjadi
jelas, polisi akan mencari seseorang yang terlihat waras daripada orang
yang depresi dan marah (Murakami, 1994:42-43).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
melakukan ketidakjujuran terhadap polisi maupun orang-orang yang melihat tempat
kejadian pembunuhan. Dengan memanfaatkan pandangan orang-orang mengenai
tempat kejadian yang ia tinggalkan, yaitu sebuah tanggapan bahwa seseorang yang
melakukan pembunuhan di kamar hotel tersebut adalah seseorang yang memiliki
kecanduan terhadap obat terlarang atau penyakit kejiwaan, Kawashima tidak akan
menjadi tersangka pembunuhan. Penyamaran yang ia lakukan akan membantunya
tidak dikenali ketika ia mendaftar di tempat ia akan melakukan pembunuhan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:84), bahwa
individu dengan gangguan kepribadian antisosial dicirikan dengan kurangnya rasa
hormat akan moral sosial dan aturan yang ada (Halgin dan Whitbourne, 2010:84).
Kurangnya rasa hormat terhadap moral sosial dan aturan terlihat dari kutipan di atas
ketika Kawashima Masayuki merencanakan pembunuhan terhadap seseorang.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
Kawashima Masayuki memang memiliki salah satu ciri dari gangguan kepribadian
antisocial yaitu ketidakjujuran. Selain melakukan ketidakjujuran atau kecenderungan
untuk menyampaikan kebohongan, penulis juga menemukan salah satu ciri antisocial
dalam kepribadian Kawashima yaitu kefasihan dalam berkomunikasi seperti yang
terdapat pada kutipan-kutipan di atas.
33
Hal ini sesuai dengan pendapat Hare dan Neumann dalam Halgin dan
Whitbourne (2010:85), bahwa kefasihan dalam berkomunikasi dan penampilan luar
yang
menarik, rasa
penghargaan
diri yang besar,
kecenderungan untuk
menyampaikan kebohongan, kurang empati terhadap orang lain, tidak ada
penyesalan dan keinginan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya merupakan
sifat utama dari kepribadian psikopat atau antisocial.
3.1.2
Analisis Sifat Aggressivepada Tokoh Kawashima Masayuki
Seseorang yang mengalami gangguan kepribadian antisocial dapat bertindak
semaunya, agresif, dan sembarangan tanpa menunjukkan penyesalan. Kadang kala,
mereka dapat berpura-pura menyesal guna membebaskan dirinya dari situasi yang
sulit. Selain terlihat agresif dari sisi luar, mereka juga akan berkata dengan lembut
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan menunjukkan dirinya mau
menerima semua perkataan (Halgin dan Whitbourne, 2010:86).
Sesuai dengan pengertian perilaku agresif dalam Belajar Psikologi (2010),
bahwa perilaku agresif biasanya ditunjukkan untuk menyerang, menyakiti, atau
melawan orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal itu bisa berbentuk
pukulan, tendangan, dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian,
ejekan, bantahan, dan lain sebagainya. Menurut Ricci (2009), manusia tidak lahir
dengan sejumlah respons-respons agresif, tetapi mereka memperoleh respons ini
dengan cara mengalaminya secara langsung atau dengan mengobservasi tingkah laku
manusia lainnya. Kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung
pada faktor situasional, yaitu pengalaman masa lalu orang tersebut, serta sikap dan
nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif melalui
lingkungan.
34
Dalam novel Piercing karya Murakami Ryu, penulis menemukan beberapa
sifat agresif seperti melakukan suatu tindakan menyakiti orang lain dalam bentuk
kekerasan fisik maupun verbal, dalam kepribadian Kawashima yang terdapat pada
kutipan-kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita:
Kawashima menceritakan sepenggal kejadian masa lalu ketika ia terakhir kali
bertemu dengan ibunya adalah sewaktu upacara kelulusan SMU. Ibunya meminta
maaf kepada Kawashima atas perbuatannya dulu namun selain mendapatkan
anggukan dari Kawashima, remaja itu juga memberikan sebuah tamparan yang
cukup keras di muka wanita tersebut (Murakami, 1994:15).
Kutipan :
高校卒業の時にオフクロはどういうわけかオレに謝ったよ。弁解
に近かったけど謝った。それでオフクロが最後に、ね、かあさん
を許してくれる?と聞いて、オレは思わずうなずいてしまったん
だけど、そのすぐ後でオレは切れてしまってオフクロを殺った。
(Murakami, 1994:15).
Terjemahan :
“Pada upacara kelulusan sekolah menengah, aku tidak mengerti kenapa
ibu meminta maaf. Itu adalah sebuah permintaan maaf untuk dirinya
sendiri, tapi itu tetap sebuah permintaan maaf. Dan pada akhirnya, ia
berkata,” Kau mau memaafkanku bukan? Kau mau memaafkan ibumu?”
aku mengangguk tanpa berpikir, tapi tiba-tiba aku tersentak dan aku
menampar wajahnya, dengan keras. Hanya pada saat itulah aku pernah
memukul ibuku.” (Murakami, 1994:15).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan tindakan bersifat agresif
pada tokoh Kawashima Masayuki, yaitu sebuah tindakan yang menyebabkan rasa
sakit terhadap orang lain. Pada awalnya ia memang memaafkan wanita itu tetapi rasa
amarah yang terbendung sekian lama membuat remaja tersebut melakukan tindakan
yang dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bersifat agresif, yaitu tindak
35
kekerasan dengan melakukan tamparan pada wajah ibunya. Sikap agresif yang telah
digambarkan melalui kutipan di atas menyatakan bahwa Kawashima belum
memaafkan ibunya dan ia melampiaskan bentuk kemarahannya melalui sebuah
tamparan. Hal ini sesuai dengan Halgin dan Whitbourne (2010:86), bahwa seseorang
yang memiliki gangguan kepribadian antisocial dapat bertindak semaunya, agresif,
dan sembarangan tanpa menunjukkan penyesalan.
Masih berhubungan dengan kutipan di atas, penulis menemukan penyebab
ketidakmampuan Kawashima untuk memaafkan ibunya dan penyebab gangguan
kemarahan dalam kepribadian Kawashima berdasarkan kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima menceritakan kisah masa lalu sewaktu ia masih berumur empat
tahun kepada Yoko mengenai kekerasan dalam keluarga yang pernah ia alami dari
ibunya. Kekerasan semasa kecil yang ia alami disebabkan karena Kawashima
mengingatkan wanita itu akan sang suami yang telah meninggal dunia dan
meninggalkan setumpuk hutang atas kendaraan yang tidak mampu dibeli olehnya
(Murakami, 1994:13-14).
Kutipan :
夜驚のせいもあると思うんだけど、四歳の時にオヤジが死んでか
らオフクロはオレのことを殺るようになった。ひどく殺るんだ。
オヤジのことは何も憶えていないがたまにドライブにみんあで行
ったような気がする。オフクロによると、大した稼ぎもないくせ
に車を買うような奴だったらしい。オフクロとは長いこと会って
ないけど、最後に会った時にオレが高校を卒業した時だけど、あ
んたがあの人に似てたからだと言われた。あの人っていうのはオ
ヤジのことだ。写真を見ると弟の方が似てるんだけどそんなこと
はもうどうでもいい。(Murakami, 1994:13-14).
Terjemahan :
“Aku rasa, di balik teror-teror di malam hari, adalah ketika ayahku
meninggal pada saat aku berumur empat tahun, ibu mulai memukulku.
Dia sering sekali memukul aku. Aku tidak ingat ayah sama sekali,
36
kecuali ingatan samar tentang ia suka mengajak kami berjalan-jalan
dengan mobilnya. Dan aku tahu ia mempunyai mobil, walaupun hanya
sebentar, karena ibu sering menyebutkan bahwa ayah adalah orang bodoh
yang membeli mobil yang tidak mampu ia bayar. Sudah bertahun-tahun
aku tidak melihat ibu, tetapi terakhir kami bertemu, pada saat upacara
kelulusan sekolah, ia mengatakan bahwa ia memperlakukan aku seperti
itu karena aku mengingatkannya pada dia—maksudnya adalah ayahku
yang bodoh.” (Murakami, 1994:13-14).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan penyebab tokoh Kawashima
Masayuki melakukan tindakan bersifat agresif dan memiliki sifat cepat marah yaitu
peristiwa kekerasan dimasa kecil yang menyebabkan ia memiliki gangguan
kepribadian antisocial di usia dewasa. Hal ini sesuai dengan teori gangguan
kepribadian antisocial dalam Halgin dan Whitbourne (2010:90) bahwa pengalaman
penderitaan pada masa kanak-kanak memainkan peran utama dalam mempengaruhi
kecenderungan mereka menjadi orang dewasa yang antisocial. Kekerasan fisik
selama masa kanak-kanak dapat membawa anak tersebut kepada gangguan
kepribadian antisocial.
Sesuai dengan pandangan gangguan kepribadian antisocial, berdasarkan
perspektif sosiokultural, bahwa pada gangguan kepribadian antisosial terfokus pada
faktor keluarga, lingkungan awal, dan pengalaman sosialisasi yang dapat membuat
orang mengembangkan gaya hidup psikopat (Halgin dan Whitbourne, 2010:89).
Menurut Millon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:84), istilah psikopat atau
sosiopat merupakan istilah yang biasanya digunakan kepada orang yang memiliki
sifat-sifat dari gangguan kepribadian antisosial.
Seorang psikolog Washington University, Lee Robins dalam Halgin dan
Whitbourne (2010:90), mengasumsikan bahwa efek pengasuhan anak yang berbeda,
ketidakdisiplinan akan menjadi yang masalah yang utama. Ketika orang tua
mengombang-ambingkan mereka dengan kekerasan yang tidak berdasar dan
37
kelalaian fatal, mereka akan memberikan pesan yang membingungkan kepada anak
tentang apa yang baik dan apa yang salah, atau apa yang dapat diterima dan apa yang
tidak.
Selain itu, berdasarkan kutipan di atas, ibu dari tokoh Kawashima Masayuki
sering melakukan tindak kekerasan pada tokoh Kawashima Masayuki yang
diakibatkan kurangnya figure seorang suami dalam keluarga inti mereka. Hal ini
sesuai dengan teori keluarga menurut Hawari (1996:179), bahwa di dalam sebuah
keluarga yang tidak harmonis adalah keluarga dengan struktur tidak lengkap.
Ketidaklengkapan struktur keluarga ini disebabkan kematian, perceraian, perpisahan
ataupun karena pertengkaran ayah dan ibu, sehingga mengganggu hubungan
interpersonal antar anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga yang mengalami
seperti ini disebut dengan disharmonis atau disfungsi dalam keluarga.
Keadaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan (broken
home) merupakan faktor penentu bagi berkembangnya kepribadian anak yang tidak
sehat. Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan bahwa hubungan interpersonal
dalam keluarga yang tidak sehat telah memberikan kontribusi yang sangat berarti
terhadap sakit mental seseorang (Yusuf, 2007:44).
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, penulis juga menemukan salah satu
tanda traumatis dalam kepribadian Kawashima yang diakibatkan kekerasan semasa
kecil, seperti yang terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Latar Belakang Cerita:
Kawashima menjelaskan sebagian kisah masa lalunya yang kelam kepada
Yoko, awal mula penyebab ia mengalami Night Terrors yaitu suatu kondisi
psikologis dimana sewaktu kecil hingga dewasa ini Kawashima sering terbangun
ditengah malam dengan keadaan panik dan tidak mampu membedakan antara
38
kenyataan dengan mimpi buruk sehingga yang dapat ia lakukan adalah berteriak dan
menangis sekencang mungkin. Penyebab hal ini adalah rasa takut yang tidak
tertahankan, sehingga ia selama beberapa menit melupakan siapa dirinya dan orangorang disekelilingnya (Murakami, 1994:12-13).
Kutipan :
大人になって自分で本を読んで調べたんだけど、夜、に、驚く、
と書いて夜驚というらしい。子供の頃はもっとすごかった。さっ
きみたいに突然起き上がって泣いたり叫んだりする。走り回るこ
ともある。なにも憶えてないんだけどとにかく目分が誰なのかわ
からないくらいの恐怖があって、発作は二、三分続くんだ。まわ
りの人が誰なのかもわからなくて、夢の中にまわりの人が浴け込
んでしまうっていうか、夢の登場人物になってしまうこともある。
それは本当に恐いことなんだよ。大人になったら少し軽くなった。
(Murakami, 1994:12-13).
Terjemahan :
“Aku sering mengalami itu beberapa kali.” katanya. “Hal itu terjadi
kepadaku semenjak aku masih anak kecil, tapi aku tidak pernah tahu apa
sebutannya hingga aku beranjak dewasa dan menemukan sebutannya
dalam sebuah buku psikologi. Mereka menamakannya pavor nocturnus
atau teror di malam hari. Gangguan tidur itu bahkan lebih parah sewaktu
aku kecil. Aku terbangun dan lompat dengan rasa panik dari kasur,
seperti yang aku lakukan tadi malam, kecuali aku akan berteriak
sekencang mungkin. Terkadang aku berlari mengelilingi kamar selama,
aku tidak yakin, dua atau tiga menit. Setelah itu aku tidak dapat
mengingat apapun, kecuali bahwa sesuatu telah membuatku sangat
ketakutan hingga aku bahkan tidak dapat mengingat siapa diriku dan
tidak mampu menyadari orang-orang disekelilingku. Aku merasa seperti
mereka menyatu dalam mimpiku dan menjadi tokoh-tokoh dalam mimpi
buruk ini. Sangat menyeramkan.” (Murakami, 1994:12-13).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu bentuk trauma
dalam kepribadian Kawashima Masayuki, yaitu penyakit gangguan tidur yang
mengakibatkan ia sering terbangun di tengah malam dengan keadaan panik dan
dipenuhi rasa takut. Kekerasan di masa kanak-kanak yang pernah dialami oleh
Kawashima menimbulkan ketakutan dalam alam bawah sadarnya sehingga ia sering
39
mengalami gangguan tidur sejak kecil. Gangguan tidur atau mimpi buruk tersebut
berlanjut hingga ia beranjak dewasa. Hal ini disebabkan oleh peristiwa kekerasan
sewaktu kecil yang menimbulkan rasa takut sehingga mengakibatkan trauma dalam
kepribadian Kawashima.
Didukung oleh teori Freud mengenai kecemasan atau ketakutan dalam
Suryabrata (2011:140), bahwa kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat dikuasai
dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut dengan ketakutan traumatis.
Ketakutan yang demikian itu akan membawa individu kepada ketidakberdayaan.
Apabila ego tidak dapat menguasai kecemasan dengan jalan dan cara yang rasional,
maka dia akan menghadapinya dengan jalan yang tidak realistis.
Menurut Freud mengenai mekanisme pertahanan dalam Suryabrata
(2011:147-148), bahwa pada perkembangan yang normal, kepribadian akan melewati
fase-fase yang sedikit banyak sudah tetap dari lahir sampai mencapai kedewasaan.
Akan tetapi tiap langkah baru di dalam perkembangan mengandung atau membawa
sejumlah frustasi dan ketakutan; apabila hal ini menjadi terlalu besar, maka
perkembangan yang normal mungkin terganggu, untuk sementara atau untuk
seterusnya.
Selain mengalami tindakan kekerasan sewaktu kecil, Kawashima juga
mengalami hal serupa sewaktu ia beranjak remaja, seperti yang terdapat dalam
kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima berumur tujuh belas tahun saat ia bertemu dengan seorang wanita
yang bekerja sebagai stripper di sebuah klub malam. Selama hampir dua tahun
mereka tinggal bersama, wanita ini selalu memperlakukan Kawashima dengan
semena-mena (Murakami, 1994:23).
40
Kutipan :
女はよく客をアパートに連れて来た。口がまともにきけないくら
い酔っ払って川島昌之の目の前で客とふざけ合い、あの若い男は
誰だ?と客が聞くと、弟だ、と答えた。客が帰った後で、必ず女
は自分を失って川島昌之に殴りかかってきた。客とケンカになっ
てひどく痛めつけたことも数え切れないほどあったが、そういう
時は、わたしを店で働けなくするつもりかと言って殴りかかって
きた。(Murakami, 1994:23).
Terjemahan :
Wanita itu sering membawa laki-laki yang ditemuinya di klub penari
telanjang kembali ke apartemennya dan bermain-main dengan mereka,
tepat di hadapan Kawashima. Jika mereka bertanya, dia menjawab
mereka dengan gumaman suara orang mabuk, bahwa ia adalah adik lakilakinya. Dan dengan tak menentu, ketika laki-laki tersebut sudah pulang,
ia menyerang Kawashima dengan tinjunya dan menjerit: “Jika kau benarbenar menyayangiku, kau tidak akan diam saja! Dan membiarkan lakilaki lain membuatku melakukan hal-hal itu! Kau harusnya memukul atau
membunuh mereka!” Walaupun setelah itu Kawashima mulai mengasari
mereka, namun wanita tersebut tetap memukulinya, sambil berteriak
bahwa Kawashima akan membuatnya kehilangan pekerjaan (Murakami,
1994:23).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
semenjak kecil selalu mengalami tindak kekerasan dari orang yang ia sayang.
Semenjak umur empat tahun Kawashima telah mendapatkan kekerasan dalam
keluarga dari ibunya, dan ketika ia beranjak remaja ia kembali mendapatkan
perlakuan yang tidak sepantasnya dari orang lain. Karena semenjak kecil Kawashima
selalu mendapatkan kekerasan dari orang-orang disekitarnya tanpa alasan yang dapat
dimengerti, Kawashima menjadi rendah diri dan tidak tahu apa yang harus ia
perbuat, seperti yang terlihat dalam kutipan di atas ketika Kawashima tidak
melakukan apapun ketika wanita itu bermain-main dengan pria lain di depan
matanya. Dalam perspektif psikologis, harga diri yang rendah adalah sebuah faktor
penyebab gangguan kepribadian antisocial. Ketika masa kanak-kanak, individu yang
41
mengembangkan gangguan tersebut merasakan kebutuhan untuk membuktikan
kemampuan mereka dengan terlibat dalam aktivitas kekerasan (Halgin dan
Whitbourne, 2010:89).
Kekerasan
yang
Kawashima
alami
semenjak
masa
kanak-kanak,
teridentifikasi sebagai bagian dari kepribadiannya yang terlihat dari ketika
Kawashima mulai berbuat kekerasan kepada pria lain dalam kutipan di atas. Hal ini
sesuai dengan teori Freud mengenai perkembangan kepribadian yaitu identifikasi.
Definisi dari identifikasi adalah sebagai metode yang dipergunakan orang dalam
menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari kepribadiannya sendiri
(Suryabrata, 2011:142). Menurut Halgin dan Whitbourne (2010:85), seorang
psikopat tidak mampu untuk bertindak dengan cara yang benar dalam
mengekspresikan emosinya, seperti yang penulis temukan dalam kutipan berikut ini.
Kutipan :
自分はずっと怯えながら待っていなくてはならない。あの女を外
出させてはいけない。あの女が風呂から出てしまうまでに何とか
しなくてはいけない、そう考えると、目と鼻と耳の神経が銀する
あたりでパチンと何かが強け、翼と渡河羊糸の全然得る時に意味
不明のメモを残すという方法がある。引きタ億と急や巣は力夢の
中にまわりの人が浴け込んでしまうっていう。丸く小さな穴から
ドロリとした重そうな赤黒い皿が流れ出た。(Murakami,1994:2425).
Terjemahan :
Dia sedang memutar otaknya, berpikir apa yang seharusnya dilakukan
sebelum wanita itu selesai mandi, ketika tiba-tiba seperti ada suara
ledakan kecil dimana indera penglihatan, penciuman dan
pendengarannya bertabrakan. Sesuatu seperti lumbung yang terbakar atau
kuku yang hangus, hal berikutnya yang ia sadari adalah ia membuka tirai
kamar mandi dan ujung pemecah es-nya menusuk perut wanita tersebut
tanpa suara. Tanpa perlawanan, pemecah es bekerja seperti peniti yang
ditusukkan ke dalam busa. Pemecah es dengan mudahnya masuk ke
dalam perutnya yang putih, dan ketika ia menariknya, darah merah
mengucur dari lubang kecil yang ia buat (Murakami, 1994:24-25).
42
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu ciri gangguan
kepribadian antisocial yaitu sifat agresif. Sifat agresif yang ditunjukkan oleh
Kawashima dalam kutipan di atas adalah suatu tindakan untuk menyebabkan rasa
sakit terhadap wanita yang selalu memperlakukan dirinya dengan semena-mena.
Kawashima menusuk perut wanita tersebut dengan menggunakan pemecah es. Sesuai
dengan teori Freud mengenai identifikasi, Kawashima yang semenjak masa kanakkanak hingga masa remaja sering mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya
dari orang-orang dilingkungannya, ia mengidentifikasikan kekerasan tersebut ke
dalam kepribadiannya dan memperlakukan orang lain dengan sifat agresif.
Sesuai dengan perilaku agresif dalam Belajar Psikologi (2010), bahwa
perilaku agresif biasanya ditunjukkan untuk menyerang, menyakiti, atau melawan
orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal itu bisa berbentuk pukulan,
tendangan, dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian, ejekan,
bantahan, dan lain sebagainya. Menurut Ricci (2009), manusia tidak lahir dengan
sejumlah respons-respons agresif, tetapi mereka memperoleh repsons ini dengan cara
mengalaminya secara langsung atau dengan mengobservasi tingkah laku manusia
lainnya. Kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada faktor
situasional, yaitu pengalaman masa lalu orang tersebut, serta sikap dan nilai yang
membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif melalui lingkungan.
Selain melakukan tindakan bersifat agresif dalam bentuk kekerasan fisik,
yaitu menimbulkan rasa sakit terhadap orang lain, penulis juga menemukan tindakan
bersifat agresif dalam bentuk verbal pada tokoh Kawashima Masayuki, seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut ini.
43
Latar Belakang Cerita :
Kawashima mengundang seorang wanita pekerja seks komersil bernama
Chiaki ke kamar hotelnya. Ketika wanita tersebut melakukan suatu kecerobohan,
Kawashima langsung meledak marah (Murakami, 1994:73-74).
Kutipan :
川島昌之は少し声を上げて笑い出した。笑い声が聞こえて、佐名
田千秋はパンティの上で動かしていた指を止めた。目を開けると、
安物のスーツの男は口元にハンカチを当ててまだ笑っていた。侮
辱された気になった。「そんなのもう止めろよ」川島昌之は言っ
た。ひじ掛けにのせていた脚を急いで元に戻す時に、かかとがテ
ーブルに打つかり大きな音がして、コーラの缶を摑んでしまった。
「バカ野郎、何やてんだよ」(Murakami, 1994:73-74).
Terjemahan :
Chiaki sedang menyusuri pakaian dalamnya dengan jari ketika ia
mendengar laki-laki itu tertawa. Ia membuka mata, dan laki-laki itu
sedang duduk dengan pakaian murahannya, memegang sapu tangan di
depan mulut dan terkekeh-kekeh.
“Cukup,” ia berkata.
Merasa dipermalukan, Chiaki menurunkan kakinya dengan terburu-buru
dan hak sepatunya menyenggol meja kopi, menumpahkan kaleng soda.
Kawashima menangkap kaleng soda itu dengan tangan kiri secara
refleks.
“Bodoh!” ia membentak, memandang nanar pada kaleng soda yang
dipegangnya dan merasa seakan pelipisnya seperti terbakar. “Hati-hati
dengan perbuatanmu!” (Murakami, 1994:73-74).
Analisis :
Dari kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima memiliki sifat
agresif yang merupakan salah satu karakteristik dari gangguan kepribadian
antisocial. Sifat agresif yang penulis temukan dalam kutipan di atas terlihat dari
ketika Kawashima Masayuki memaki Chiaki atas kecerobohan yang dilakukan oleh
perempuan itu. Sesuai dengan perilaku agresif dalam Belajar Psikologi (2010),
bahwa perilaku agresif biasanya ditunjukkan untuk menyerang, menyakiti, atau
melawan orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal itu bisa berbentuk
44
pukulan, tendangan, dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian,
ejekan, bantahan, dan lain sebagainya.
Ketidakmampuan menahan emosi dalam diri tokoh tersebut termasuk dalam
segi ketidakwajaran karena ia meledak marah hanya karena masalah yang sepele
setelah Kawashima Masayuki tertawa saat melihat tingkah laku perempuan tersebut.
Perubahan emosi secara tiba-tiba berdasarkan kutipan di atas menunjukkan
ketidakstabilan emosi pada kepribadian Kawashima. Menurut Smith (2012), emosi
yang tidak stabil atau gangguan kemarahan, terkait dengan mood disorder dan
antisocial personality disorder. Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan
Whitbourne (2010:85), bahwa seorang psikopat tidak mampu untuk bertindak
dengan cara yang benar dalam mengekspresikan emosinya. Istilah psikopat itu
sendiri menurut Millon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:84), merupakan istilah
yang biasanya digunakan kepada orang yang memiliki sifat-sifat dari gangguan
kepribadian antisosial.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dalam
novel Piercing, tokoh Kawashima Masayuki memiliki salah satu karakteristik dari
gangguan kepribadian antisocial, yaitu sifat agresif dan mudah marah.
3.1.3
Analisis Sifat Kurang Bertanggung Jawab dan Rasa Bersalah pada
Tokoh Kawashima Masayuki
Menurut Halgin dan Whitbourne (2010:86), ciri-ciri dari seorang penderita
gangguan kepribadian antisocial adalah tidak bertanggung jawab dan kurang akan
rasa penyesalan, seperti memperlakukan orang lain dengan buruk. Sifat kurang
bertanggung jawab dalam kepribadian Kawashima penulis temukan dalam kutipan
berikut ini, yang masih berhubungan dengan sifat agresif dalam sub-bab sebelumnya.
45
Latar Belakang Cerita :
Sewaktu masih berusia tujuh belas tahun, Kawashima pernah melakukan
tindakan agresif, yaitu menusuk perut seorang wanita dengan menggunakan pemecah
es. Setelah menusuk perut wanita tersebut, ia keluar dari apartement tersebut
(Murakami, 1994:25).
Kutipan :
女は、事実を警祭に言わなかったのだろう。川島昌之は事情聴取
さえ受けなかった。退院してきても、女は何も言わなかった。川
島昌之は自分からアパートを出た。(Murakami, 1994:25).
Terjemahan :
Jika polisi memang datang, wanita itu tentu tidak mengatakan hal yang
sebenarnya, karena Kawashima tidak pernah dibawa untuk
dipertanyakan. Wanita itu juga tidak menyangkutpautkan insiden tersebut
dengan Kawashima, bahkan setelah pulang dari rumah sakit. Kawashima
pindah dari apartement tanpa perlu diminta (Murakami, 1994:25).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan sifat tidak bertanggung
jawab pada tokoh Kawashima. Tidak bertanggung jawab yang merupakan salah satu
ciri dari gangguan kepribadian antisocial penulis temukan dari tindakan Kawashima
menusuk perut wanita tersebut dan langsung pergi dari tempat kejadian perkara. Hal
itu juga menandakan bahwa ia tidak memiliki rasa bersalah saat melakukan tindakan
kekerasan. Kawashima tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, dilihat dari
ketika ia tidak mengajukan diri ke polisi walaupun wanita itu tidak mengatakan apaapa. Kawashima bahkan langsung pergi meninggalkan apartemen tersebut tanpa
perlu diusir oleh sang korban.
Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:89), bahwa inti
kepribadian psikopat seperti ketidakmampuan memikirkan kebutuhan orang lain
pada saat terfokus dengan kebutuhan pribadinya. Hal tersebut menjelaskan bahwa
46
tidak adanya penyesalan ketika menyakiti korban. Dalam perspektif psikologis,
harga diri yang rendah adalah sebuah faktor penyebab gangguan kepribadian
antisocial. Ketika masa kanak-kanak, individu yang mengembangkan gangguan
tersebut merasakan kebutuhan untuk membuktikan kemampuan mereka dengan
terlibat dalam aktivitas kekerasan.
Selain sifat kurang bertanggung jawab seperti pada kutipan di atas, penulis
juga menemukan sifat kurangnya rasa bersalah dan ketidakpedulian terhadap orangorang disekitar pada tokoh Kawashima Masayuki. Kurangnya rasa bersalah penulis
temukan dalam kutipan berikut ini, yang masih berhubungan dengan sifat tidak jujur
pada kutipan sebelumnya.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima berbohong kepada istrinya bahwa ia akan menginap di hotel
untuk melakukan penelitian, sedangkan pada kenyataannya ia berencana untuk
melakukan kegiatan yang mencurigakan di sana (Murakami, 1994:31-32).
Kutipan :
計画を練って実行するためにはまとまった自由な時間が必要だ。
だが、泊り込みの仕事だなどと をついて、家を空けている時に
場子が会社に電話を入れたらすぐにばれてしまう。その と、別
の場子で起こるある事件を結びつけて考える人間はいないかも知
れないが、余分なことに神経を使わないためにも、会社と陽子に
は疑いを持たれると困る。泊まりがけの会議があるわけでもない
のにシティホテル一週間も泊まる。普通だったら浮気とかギャン
ブルとかそのての疑いを持たれるかも知れない。だが陽子が自分
を疑うことはない、と川島昌之は思った。人の言うことを疑って
かかるタイプの女ではないし、それに浮気を疑われるくらいだっ
たら別にどうということはない。(Murakami, 1994:31-32).
Terjemahan :
Dia membutuhkan alasan yang kuat untuk melaksanakan rencananya.
Tapi jika ia mengarang tentang menginap dekat kantor untuk beberapa
hari untuk memenuhi tenggat waktu, dia akan tertangkap basah ketika
Yoko menelpon ke kantor. Bukannya ia khawatir orang akan
mengaitkannya dengan pembunuhan di suatu tempat di kota, tapi ia
47
tidak butuh untuk memperumit masalah dengan membuat alasan bagi
Yoko ataupun kantornya berpikir ia merencanakan sesuatu yang
mencurigakan.
Tentu saja, menginap selama seminggu di hotel di kota dengan alasan
‘penelitian’ biasanya akan dianggap sebagai perselingkuhan, atau
perjudian. Tapi ia tahu Yoko tidak akan pernah meragukannya. Jika
Yoko menganggap dia berselingkuh, lalu kenapa? (Murakami, 1994:3132).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa kurangnya rasa
bersalah atau ketidakpedulian terhadap orang lain merupakan tanda lemahnya sifat
moral dalam diri Kawashima. Kurangnya rasa moral merupakan tanda superego
yang tertelan oleh ego bagi penderita kepribadian antisocial. Lemahnya superego
atau moral kepribadian dalam struktur kepribadian Kawashima menandakan bahwa
ia kurang mendapat didikan moral dari orangtuanya sewaktu kecil.
Menurut Freud, superego adalah aspek sosiologis atau aspek moral
kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat
sebagaimana ditafsirkan atau diajarkan orang tua kepada anak-anaknya, berupa
perintah atau larangan (Suryabrata, 2011:127). Superego merupakan dasar moral hati
nurani manusia. Aktivitas superego menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang
dirasakan dalam emosi-emosi seperti rasa bersalah, rasa menyesal, dan lain
sebagainya (Bertens, 2005:33).
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tokoh
utama Kawashima Masayuki dalam novel Piercing ini memiliki sifat yang
merupakan ciri-ciri dari karakteristik gangguan kepribadian antisocial, yaitu sifat
tidak jujur, bersifat agresif, tidak bertanggung jawab, dan kurang akan rasa bersalah.
Hal ini disebabkan oleh peristiwa masa lalu yaitu kekerasan dalam keluarga pada
masa kanak-kanak dan kurangnya pola asuh ibu yang dialami oleh tokoh tersebut,
48
sehingga Kawashima mengalami ketakutan traumatis dan membuatnya memiliki
karakteristik gangguan kepribadian antisocial.
3.2
Analisis Gangguan Kepribadian Borderlinepada Tokoh Kawashima
Masayuki
Menurut Burgmer dalam Halgin dan Whitbourne (2010:91), gangguan
kepribadian borderline (boderline personality disorder) dicirikan dengan sebuah
pola ketidakstabilan secara keseluruhan, paling banyak termanifestasi dalam
hubungan, mood, dan rasa terhadap identitas diri. Menurut Southwick dalam Halgin
dan Whitbourne (2010:92), seseorang dengan gangguan kepribadian borderline
sering kali mengalami sebuah jenis depresi yang berbeda yang dicirikan dengan
perasaan akan kekosongan dan berbagai emosi negatif.
Karakteristik dari seorang penderita Borderline Personality Disorder adalah
usaha yang histeris untuk menghindari pengabaian yang nyata ataupun sekedar
imajinasi, pola menetap dari hubungan interpersonal yang selalu berubah-ubah dan
intens yang dicirikan dengan perubahan antara meneladani dan mendevaluasi,
gangguan identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri yang berubah-ubah, impulsif
setidaknya dalam dua area seperti pengeluaran uang, seks, penyalahgunaan obatobatan, dan menyetir sembarangan, perilaku bunuh diri yang berulang, gerak tubuh,
ancaman, atau perilaku memutilasi diri sendiri, ketidakstabilan emosi, seperti episode
kesedihan yang intens, mudah marah, atau kecemasan, biasanya bertahan selama
beberapa jam atau terkadang beberapa hari, perasaan kesepian yang kronis,
kemarahan yang intens dan tidak jelas, atau kesulitan menahan amarah, dan sesekali
berpikiran paranoid yang terkait dengan stress yang dialaminya (Halgin dan
Whitbourne, 2010:92).
49
Penulis menganalisa kepribadian Kawashima Masayuki yang termasuk dalam
karakteristik diagnostik gangguan kepribadian borderline, antara lain: gangguan
identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri yang berubah-ubah, ketidakstabilan
emosi seperti rasa sedih yang intens, kemarahan yang tidak jelas, dan perasaan
kesepian yang kronis, serta usaha yang histeris untuk menghindari pengabaian yang
nyata seperti perilaku menyakiti diri sendiri atau parasuicide.
3.2.1
Analisis Gangguan Identitas pada Tokoh Kawashima Masayuki
Menurut Munich dalam Halgin dan Whitbourne (2010:92-93), orang-orang
dengan gangguan kepribadian borderline sering kali bingung dengan identitas
(identity) mereka, atau konsep mengenai diri mereka. Kebingungan identitas
mungkin mencapai suatu keadaan ketika mereka tidak dapat membedakan batasan
antara diri mereka sendiri dan orang lain.
Dalam novel Piercing, penulis menemukan salah satu kriteria dari gangguan
kepribadian borderline yaitu gangguan identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri
yang berubah-ubah pada tokoh Kawashima Masayuki, seperti yang tampak dalam
kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima menjelaskan sebagian kisah masa lalunya yang kelam kepada
Yoko, awal mula penyebab ia mengalami Night Terrors yaitu suatu kondisi
psikologis dimana sewaktu kecil hingga dewasa ini Kawashima sering terbangun
ditengah malam dengan keadaan panik dan tidak mampu membedakan antara
kenyataan dengan mimpi buruk sehingga yang dapat ia lakukan adalah berteriak dan
menangis sekencang mungkin. Penyebab hal ini adalah rasa takut yang tidak
50
tertahankan, sehingga ia selama beberapa menit melupakan siapa dirinya dan orangorang disekelilingnya (Murakami, 1994:12-13).
Kutipan :
大人になって自分で本を読んで調べたんだけど、夜、に、驚く、
と書いて夜驚というらしい。子供の頃はもっとすごかった。さっ
きみたいに突然起き上がって泣いたり叫んだりする。走り回るこ
ともある。なにも憶えてないんだけどとにかく目分が誰なのかわ
からないくらいの恐怖があって、発作は二、三分続くんだ。まわ
りの人が誰なのかもわからなくて、夢の中にまわりの人が浴け込
んでしまうっていうか、夢の登場人物になってしまうこともある。
それは本当に恐いことなんだよ。大人になったら少し軽くなった。
(Murakami, 1994:12-13).
Terjemahan :
“Aku sering mengalami itu beberapa kali.” katanya. “Hal itu terjadi
kepadaku semenjak aku masih anak kecil, tapi aku tidak pernah tahu apa
sebutannya hingga aku beranjak dewasa dan menemukan sebutannya
dalam sebuah buku psikologi. Mereka menamakannya pavor nocturnus
atau teror di malam hari. Gangguan tidur itu bahkan lebih parah sewaktu
aku kecil. Aku terbangun dan lompat dengan rasa panik dari kasur,
seperti yang aku lakukan tadi malam, kecuali aku akan berteriak
sekencang mungkin. Terkadang aku berlari mengelilingi kamar selama,
aku tidak yakin, dua atau tiga menit. Setelah itu aku tidak dapat
mengingat apapun, kecuali bahwa sesuatu telah membuatku sangat
ketakutan hingga aku bahkan tidak dapat mengingat siapa diriku dan
tidak mampu menyadari orang-orang disekelilingku. Aku merasa seperti
mereka menyatu dalam mimpiku dan menjadi tokoh-tokoh dalam mimpi
buruk ini. Sangat menyeramkan.” (Murakami, 1994:12-13).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu ciri dari
gangguan kepribadian borderline yaitu gangguan identitas. Gangguan identitas pada
kutipan di atas terlihat dari Kawashima yang mengalami masa traumatis yang
diakibatkan oleh kekerasan semasa kecil sehingga ia mengalami gangguan mimpi
buruk, menjadi tidak dapat mengenali dirinya sendiri dan orang lain. Penulis
menemukan salah satu karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian
borderline yaitu gangguan identitas, melalui kutipan ketika Kawashima tidak dapat
51
mengingat siapa dirinya maupun orang lain dan tidak dapat membedakan realita atau
kenyataan dengan mimpi buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Munich dalam
Halgin dan Whitbourne (2010:92-93), bahwa orang-orang dengan gangguan
kepribadian borderline sering sekali bingung dengan identitas (identity) mereka, atau
konsep mengenai diri mereka.
Penulis juga menemukan salah satu kriteria dari gangguan kepribadian
borderline pada tokoh Kawashima Masayuki dalam novel Piercing, yaitu gangguan
identitas seperti yang terdapat dalam kutipan di bawah ini :
Latar Belakang Cerita:
Kawashima baru saja selesai memandikan Rie, bayi perempuannya yang baru
berumur empat bulan, ketika tiba-tiba saja sebuah pertanyaan melintas dalam
pikirannya. Pertanyaan tersebut menyebabkan ketidakyakinan akan identitas diri
Kawashima (Murakami, 1994:17).
Kutipan :
まさかオレはあの赤ん坊をアイスピックで刺すんじゃないだろう
な。瞬、あなたかいおお湯に身を沈めているのが誰なのかわから
なくなった。陽子が赤ん坊を抱き、ドアを開けて何か言っている
のも気付かなった。マサユキ、どうしたの?どうしたの?陽子は
、何度もそう呼びかけていたのだ。あ、そこにいたのか、少しボ
ンヤリしてたんだ、とやっと気付いて二人を見た時、刺すかもし
れない、という自分の中で発せられる声が止めむことはなかった
。その夜なら、毎晩、実際にアイスピックを持って寝室に行き、
自分は赤ん坊を刺さないということを確認しなければベッドにも
入れないようになった。(Murakami, 1994:17).
Terjemahan :
“Aku tidak akan pernah menusuk bayi ini dengan pemecah es, ya kan?”
Sesaat ia merasa tidak yakin siapa yang sedang duduk di dalam bak
mandi ber-uap itu. Yoko membuka pintu kamar mandi untuk keluar,
kemudian menengok ke belakang dan mengatakan sesuatu kepada
Kawashima, namun ia tidak mendengarkan. “Masayuki? Masayuki, ada
apa? Kamu kenapa?” Yoko memanggil Kawashima selama beberapa kali
sebelum akhirnya Kawashima tersentak.
52
“Oh, kau masih di situ? Sepertinya aku melamun,” ia berkata sambil
melihat ke Yoko dan bayinya, kulitnya—karena berendam air panas—
merinding.
Sejak saat itu, Kawashima tidak dapat melepaskan bayangan ujung
pemecah es yang berkilat dan tajam dari pikirannya. “Kau tidak akan
melakukan hal seperti itu. Kau tidak akan menusuk bayi itu,” ia berkata
pada dirinya sendiri ratusan kali, tapi suara dalam kepalanya tak hentihentinya mengatakan: “Aku mungkin saja.” Dan setiap malam setelah
itu, Kawashima mendapati dirinya tidak dapat tidur hingga ia berdiri
disamping tempat tidur bayi, dengan pemecah es di tangan, untuk
meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak akan terjadi apa-apa, ia tidak
akan menusuk bayinya (Murakami, 1994:17).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
memiliki salah satu ciri dari individu dengan gangguan kepribadian borderline, yaitu
gangguan identitas. Ketidakstabilan terhadap identitas diri Kawashima antara lain
perasaan cemas atau takut seorang ayah untuk menyakiti darah dagingnya sendiri,
dengan seorang psikopat yang membutuhkan rangsangan melalui tindak kekerasan
seperti yang pernah Kawashima lakukan sewaktu masih remaja. Gangguan atau
krisis identitas terlihat dari ketika Kawashima mencoba meyakinkan dirinya sendiri
bahwa ia tidak akan melukai Rie dan mengajak bicara dirinya sendiri seakan-akan ia
memiliki dua kepribadian atau kepribadian ganda.
Upaya Kawashima untuk mereduksikan tegangan atau kecemasan dari
menyakiti Rie adalah dengan mengganti obyek tersebut. Hal ini sesuai dengan teori
Freud mengenai struktur kepribadian, bahwa Id atau ketidaksadaran dalam
kepribadian Kawashima membutuhkan rangsangan untuk menyalurkan tegangan
dalam dirinya, yaitu dengan menusuk seseorang. Tetapi superego berhasil
memenangkan rasa moral dalam diri tokoh tersebut sehingga Kawashima
mengurungkan niatnya untuk menusuk bayi itu dengan pemecah es. Walaupun
dipenuhi dengan ketidakyakinan, Kawashima hanya mengamati bayi tersebut setiap
malam dengan pemecah es di tangannya untuk memastikan bahwa ia tidak akan
53
menyakiti darah dagingnya sendiri. Ego yang berfungsi untuk memuaskan id,
membuat keputusan untuk menyalurkan ketegangan tersebut dengan obyek yang
lain.
Kecemasan yang timbul akibat rasa takut untuk menyakiti bayinya sendiri
menyebabkan Kawashima melakukan regresi atau kemunduran hingga tahap dimana
ia berhasil mengatasi ketakutan dalam dirinya, yaitu menusuk orang lain dengan
menggunakan pemecah es seperti yang pernah ia lakukan sewaktu remaja. Penulis
menemukan regresi atau kemunduran dalam tokoh Kawashima Masayuki dalam
kutipan berikut ini (Murakami, 1994:19-20).
Kutipan :
声だけが、別の自分と重なったあとも頭の奥で続いていた。赤ん
坊を刺すかも知れないという恐怖を消す方法は一つしかない、そ
れは、誰 か他の 人 間を、実 際にアイ スピック で刺すこ とだ。
(Murakami, 1994:28).
Terjemahan :
Kawashima berdiri dalam keadaan seperti orang pingsan, seperti ketika
seseorang menerima wahyu dari Tuhan. Bahkan setelah ia menyatu
dengan dirinya yang satu lagi, suara itu terus bergaung dalam dirinya.
“Hanya ada satu cara untuk mengatasi ketakutan: kau harus menusuk
orang lain dengan pemecah es.” (Murakami, 1994:28).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
memutuskan untuk menusuk orang lain dengan pemecah es sebagai pengganti
bayinya. Untuk mengatasi rasa takutnya, Kawashima melakukan kemunduran hingga
pada tahap ia berhasil mengatasi ketakutannya yaitu dengan tindak kekerasan seperti
menusuk orang lain. Karena ia tidak dapat menusuk bayinya, seperti yang telah
penulis analisa dalam kutipan sebelumnya, Kawashima melakukan pemindahan
obyek. Didukung oleh teori Freud mengenai pemindahan obyek dalam Suryabrata
(2011:143), bahwa apabila obyek pilihan suatu instink yang asli tidak dapat dicapai
54
karena rintangan, baik rintangan dari dalam maupun dari luar, maka terbentuklah
pemindahan obyek yang baru. Selama proses pemindahan itu sumber dan tujuan
instink tetap, hanya obyeknya yang berubah-ubah. Sebagai akibat dari bermacammacam pemindahan obyek itu, maka terjadilah penumpukan tegangan, yang
kemudian bertindak sebagai alasan yang tetap (kekuatan pendorong yang tetap) bagi
tingkah laku.
Masih berhubungan dengan dua kutipan di atas, penulis menemukan alasan
Kawashima tidak mengganti obyek penyaluran tegangan dengan menusuk orang lain
melalui Yoko, adalah sebagai berikut.
Kutipan :
昌頭でいきなりアイスピックによる殺人のシーンがあって川島昌
之はどこかへ逃げ出したくなったが、これは胎教には悪そうだけ
ど面白いわね、と言った陽子の客観的な態度に救われて最後まで
観ることができた。赤ん坊を刺すかもしれないという想像の恐怖
に怖に捉われて以来、なぜ陽子に対してはそれが発生しなかった
のか、なぜ陽子を刺すのではないかと不安にならなかったのか不
思議だった。「永の徴笑」を観た時のことを思い出すとその答え
がわかる。話ができるからだ。会話は想像力を中和する。しかも
陽子は、川島昌之の持つ傷についてもデリケートな対応ができた
。そんなこと忘れなさいというニュアンスでもないし、可哀想に
、という態度でもなく、その問題をあえて避けるといったことも
ない。「決めして完治することのない持病の場合は焦ったりする
とかえって良くないと言うじゃないの、上手に付き合っていくも
のだって誰か言ってたわ」(Murakami, 1994:19-20).
Terjemahan :
Dalam sepuluh hari terakhir ini, ia sering sekali bertanya-tanya mengapa
ia hanya takut akan menusuk bayinya, dan bukan Yoko. Mengingat saat
mereka menonton Basic Instinct bersama, memberinya jawaban: karena
Yoko bisa berbicara kepadanya. Berbicara kepada seseorang dapat
menetralisir kekuatan imajinasi. Dan Yoko mempunyai kemampuan yang
baik dalam mengatasi luka di dalam diri Kawashima. Sikapnya tidaklah
mengacuhkan maupun tidak sabar. Dia tidak pernah menghindari topik
permasalahan, dan pendapatnya selalu jelas dan mendukung.
Caranya berkata tidaklah pernah gagal untuk menenangkan dan
membuatnya nyaman. Adegan pertama Basic Instinct seperti setrum pada
55
dirinya, tetapi ketika pemecah es muncul dalam film tersebut, ia mulai
menikmati ceritanya (Murakami, 1994:19-20).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima tidak
berniat membunuh Yoko dikarenakan Yoko berhasil mereduksikan tegangan dalam
diri Kawashima dengan berbicara. Sedangkan Rie adalah seorang bayi yang belum
mampu berbicara apalagi mengurangi tegangan. Berdasarkan pada analisis dalam
bab sebelumnya, seorang psikopat itu sendiri biasa melakukan tindakan kriminal
secara berulang-ulang (Halgin dan Whitbourne, 2010:86). Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya pemikiran untuk menusuk Rie dengan menggunakan
pemecah es. Selain pada kutipan-kutipan di atas, penulis juga menemukan gangguan
identitas dalam diri tokoh Kawashima, seperti yang terdapat dalam kutipan di bawah
ini.
Kutipan :
そう言えばいつの間にかオレは疑われるようなことを何もしない
男になった。あの十九歳年上の女と別れて専門学校に行き、絵を
描き始めて、会社に捨って貰い、陽子に出会った頃から何かが変
わってしまったのかも知れない。十代の頃と比べると別人のよう
な気もする。もし別人だとしたらどちらが本当の自分なのだろう
か。どちらもお前自身だだと言う声がどこからか聞こえる。だが
どうしようもないズレを感じることがある。(Murakami, 1994:3334).
Terjemahan :
Mungkin dasarnya sudah berubah semenjak dahulu—semenjak berpisah
dengan penari telanjang itu. Ia kembali bersekolah, menggambar lagi,
mendapatkan pekerjaan dan bertemu dengan Yoko, dan ia sering merasa
berbeda dengan dirinya saat remaja. Tapi jika ia adalah orang yang
berbeda sekarang, yang manakah ia yang sebenarnya? “Mereka berdua
adalah kau,” sebagian dirinya berbisik, tetapi sebagian lainnya merasa
tidak yakin. Terkadang dirinya yang dulu maupun sekarang terasa benarbenar berbeda (Murakami, 1994:33-34).
56
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas penulis menemukan gangguan citra diri atau
gangguan identitas dalam kepribadian Kawashima. Ia tidak yakin apakah ia telah
berubah atau tetap seperti dulu, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan
kepribadian borderline pada tokoh tersebut yaitu gangguan identitas. Perkembangan
kepribadian yang tidak normal dalam kepribadian Kawashima membuatnya bingung
akan jati diri yang sebenarnya, antara seorang suami dan ayah yang hidup bahagia
bersama istri dan anaknya yang baru berumur empat bulan, atau seorang pelaku
tindak kekerasan yang bertentangan dengan hukum yang diakibatkan oleh kekerasan
semasa kecil dan membuatnya mengalami pengalaman traumatis. Hal ini sesuai
dengan pendapat Munich dalam Halgin dan Whitbourne (2010:92-93), bahwa orangorang dengan gangguan kepribadian borderline sering sekali bingung dengan
identitas (identity) mereka, atau konsep mengenai diri mereka.
Gangguan identitas yang merupakan salah satu kriteria dari gangguan
kepribadian borderline dalam kepribadian tokoh Kawashima Masayuki juga penulis
temukan dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima menyewa kamar di sebuah hotel pinggiran kota Tokyo dengan
menggunakan nama palsu, yaitu Yokoyama Toru, agar identitas dirinya tidak
diketahui oleh polisi setelah ia melakukan pembunuhan di dalam ruangan tersebut
(Murakami, 1994:63).
Kutipan :
この部屋に今いるのは川島昌之ではなくヨコヤマトオルなのだ。
そういう風に自分に言い聞かせていると、本当に別人になったよ
うな気がしてきた。(Murakami, 1994:63).
57
Terjemahan :
Seseorang yang berada dalam ruangan ini bukanlah Kawashima
Masayuki, melainkan Yokoyama Toru. Selama ia mengulangi nama
buatan ini di antara nafasnya, ia hampir percaya bahwa itu adalah dirinya
sendiri yang sebenarnya – seseorang yang berbeda dengan memiliki
cerita yang berbeda pula (Murakami, 1994:63).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
memiliki gangguan kepribadian borderline yang dicirikan dengan gangguan identitas
seperti yang terlihat dalam kutipan di atas. Kawashima yang juga memiliki
karakteristik gangguan kepribadian antisocial yakni sifat tidak jujur, terbiasa
berbohong terhadap orang lain dan bahkan terkadang ia sendiri mempercayai
kebohongan yang telah ia ucapkan. Kawashima berbohong mengenai identitas
dirinya dengan menggunakan nama palsu, dan gangguan identitas terlihat pada saat
ia mulai mempercayai bahwa nama aslinya bukanlah Kawashima Masayuki
melainkan Yokoyama Toru yang memiliki nama dan kehidupan yang berbeda
dengan kehidupannya sekarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan
Whitbourne (2010:92), bahwa individu dengan gangguan kepribadian borderline
dicirikan dengan gangguan identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri yang
berubah-ubah.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
Kawashima Masayuki memang memiliki salah satu kriteria diagnostik dari gangguan
kepribadian borderline, yaitu gangguan identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri
yang berubah-ubah.
58
3.2.2
Analisis Ketidakstabilan Emosi dan Perilaku Parasuicide pada Tokoh
Kawashima Masayuki
Menurut Kemperman dalam Halgin dan Whitbourne (2010:93), bahwa
keekstreman perasaan terhadap pengalaman dari orang dengan gangguan kepribadian
boderline dapat mendorong mereka secara tiba-tiba untuk berpikiran mengenai
bunuh diri dan tindakan menyakiti diri sendiri. Perilaku tersebut atau parasuicide
dianggap sebagai isyarat untuk mendapatkan perhatian keluarga, kekasih, atau ahli.
Perilaku senang menyakiti diri sendiri yang merupakan salah satu
karakteristik dari gangguan kepribadian borderline pada tokoh Kawashima
Masayuki, penulis temukan dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Sewaktu pertama kalinya Yoko mengundang Kawashima ke dalam
apartemennya, gadis itu menceritakan pengalaman pahit dalam hidupnya yang
membuatnya melakukan tindak bunuh diri. Ia menceritakan hal tersebut pada
Kawashima untuk mengetahui apa tanggapan lelaki itu terhadap perempuan yang
melakukan tindakan bunuh diri seperti dirinya.
Kutipan :
一年前まで同じ会社のある年上の男と付き合っていて、関係が壊
れた日に強い睡眠薬を何十錠も飲んで病院に運ばれた、そういう
女をどう思うか?川島昌之は、大したことじゃない、と答えた。
本当に、大したことじゃないと思ったのだ。誰だって死にたいと
思ったり本当に死のうとすることがある、そう言った。
(Murakami, 1994:12).
Terjemahan :
Kurang lebih setahun yang lalu, ia berkencan dengan pria yang lebih tua
dari perusahan tempatnya bekerja, dan ketika mereka putus, ia menelan
segenggam pil tidur dan dilarikan ke rumah sakit. Apa pendapatnya
tentang wanita itu? Kawashima mengatakan bahwa ia tidak merasa itu
sebuah masalah besar, dan ia bersungguh-sungguh.
“Siapa yang sesekali tidak berkeinginan untuk mati?” katanya
(Murakami, 1994:12).
59
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan perilaku menyakiti diri
sendiri atau parasuicide dalam kepribadian Kawashima, yaitu bahwa Kawashima
menyetujui pendapat Yoko mengenai tindakan bunuh diri apabila seorang individu
yang sedang mengalami penderitaan emosional tidak dapat menangani emosinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kelly dalam Halgin dan Whitbourne
(2010:93), bahwa risiko bunuh diri sangat tinggi khususnya bagi orang-orang dengan
kemampuan penanganan masalah yang lemah yang melihat kemungkinan bunuh diri
sebagai satu-satunya cara untuk keluar dari situasi yang sulit, dan juga berisiko tinggi
bagi orang dengan gangguan kepribadian borderline yang kurang baik dalam
melakukan penyesuaian sosial.
Kawashima yang semasa kecilnya mendapatkan tindakan kekerasan dalam
keluarga dari ibunya, mengalami masa traumatis seperti yang telah penulis bahas
dalam bab sebelumnya. Masa traumatis tersebut mengakibatkan suatu jenis depresi
yang menyebabkan Kawashima sesekali memikirkan untuk mengakhiri hidupnya
sendiri untuk mengatasi depresi dalam dirinya, seperti yang terlihat dalam kutipan di
atas ketika Kawashima menyetujui pendapat Yoko mengenai perihal bunuh diri.
Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:30), bahwa
bagi beberapa orang, depresi sangatlah menyakitkan, sehingga mereka terus
memikirkan ide untuk melarikan diri dari siksaan yang mewarnai keseharian mereka.
Orang yang sudah berada pada titik ini merasa bahwa mereka kekurangan sumber
daya untuk menanggulangi permasalahan mereka. Tidak semua perilaku bunuh diri
ditujukan untuk mengakhiri hidup. Beberapa perilaku bunuh diri merupakan
panggilan meminta bantuan pada individu yang meyakini bahwa satu-satunya cara
60
mereka dapat memperoleh pertolongan orang lain adalah dengan mengambil
tindakan nekat.
Tindakan menyakiti diri sendiri untuk mencari perhatian orang lain yang
merupakan salah satu karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian
borderline, juga penulis temukan dalam kutipan di bawah ini.
Kutipan :
川島昌之はそういう風に考えて、石油ストーブの上で沸騰する鍋
の中に右手を入れた。赤くただれた手を目の前に待っていって見
せようとしたが、バカなんじゃないの、と女は言って服を脱ぎ始
め、風呂場に入った。(Murakami, 1994:24).
Terjemahan :
Ia berjalan menuju pemanas dan mengarahkan tangannya ke teko air
panas. Ketika ia mengangkat tangannya yang merah dari teko dan
menunjukkan tangannya, wanita itu mengatai ia bodoh dan berjalan ke
kamar mandi, sambil melepaskan pakaiannya (Murakami, 1994:24).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
melakukan tindakan menyakiti diri sendiri sebagai upaya untuk menarik perhatian
dan kasih sayang serta rasa peduli dari orang yang disayanginya, seperti yang
terdapat dalam kutipan di atas ketika Kawashima merebus tangannya sendiri.
Walaupun cara yang ia lakukan tidak berhasil, namun upaya yang telah ia lakukan
tersebut menggolongkan Kawashima sebagai seorang individu yang suka menyakiti
dirinya sendiri untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sesuai dengan salah satu
karakteristik diagnostik dari seseorang dengan gangguan kepribadian borderline,
yaitu usaha yang histeris untuk menghindari pengabaian yang nyata. Menurut
Figueroa dan Silk dalam Halgin dan Whitbourne (2010:94), bahwa merusak diri
sendiri dari orang dengan gangguan tersebut, dikombinasikan dengan distres yang
mereka alami, dapat menimbulkan karakteristik gangguan kepribadian boderline.
61
Dalam novel Piercing karya Murakami Ryu, penulis menemukan salah satu
karakteristik dari gangguan kepribadian borderline pada tokoh Kawashima
Masayuki, yaitu emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi dicirikan dengan
kesedihan yang intens, perasaan kesepian yang kronis, mudah marah atau kesulitan
menahan amarahatau kemarahan yang jelas (Halgin dan Whitbourne, 2010:92).
Ketidakstabilan emosi yang merupakan salah satu ciri dari gangguan kepribadian
borderline pada tokoh Kawashima Masayuki, penulis temukan dalam kutipan berikut
ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima mengundang seorang wanita pekerja seks komersil bernama
Chiaki ke kamar hotelnya. Ketika wanita tersebut melakukan suatu kecerobohan,
Kawashima langsung meledak marah (Murakami, 1994:73-74).
Kutipan :
川島昌之は少し声を上げて笑い出した。笑い声が聞こえて、佐名
田千秋はパンティの上で動かしていた指を止めた。目を開けると、
安物のスーツの男は口元にハンカチを当ててまだ笑っていた。侮
辱された気になった。「そんなのもう止めろよ」川島昌之は言っ
た。ひじ掛けにのせていた脚を急いで元に戻す時に、かかとがテ
ーブルに打つかり大きな音がして、コーラの缶を摑んでしまった。
「バカ野郎、何やてんだよ」(Murakami, 1994:73-74).
Terjemahan :
Chiaki sedang menyusuri pakaian dalamnya dengan jari ketika ia
mendengar laki-laki itu tertawa. Ia membuka mata, dan laki-laki itu
sedang duduk dengan pakaian murahannya, memegang sapu tangan di
depan mulut dan terkekeh-kekeh.
“Cukup,” ia berkata.
Merasa dipermalukan, Chiaki menurunkan kakinya dengan terburu-buru
dan hak sepatunya menyenggol meja kopi, menumpahkan kaleng soda.
Kawashima menangkap kaleng soda itu dengan tangan kiri secara
refleks.
“Bodoh!” ia membentak, memandang nanar pada kaleng soda yang
dipegangnya dan merasa seakan pelipisnya seperti terbakar. “Hati-hati
dengan perbuatanmu!” (Murakami, 1994:73-74).
62
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu karakteristik dari
gangguan kepribadian borderline, yaitu emosi yang tidak stabil. Emosi yang tidak
stabil pada tokoh Kawashima Masayuki terlihat dari ketika Kawashima membentak
Chiaki setelah ia tertawa saat melihat tingkah laku perempuan tersebut.
Ketidakmampuan menahan emosi dalam diri tokoh tersebut termasuk dalam segi
ketidakwajaran karena ia meledak marah hanya karena masalah yang sepele.
Perubahan emosi secara tiba-tiba berdasarkan kutipan di atas menunjukkan
ketidakstabilan emosi pada kepribadian Kawashima. Hal ini sesuai dengan
karakteristik gangguan kepribadian borderline menurut Halgin dan Whitbourne
(2010:92), bahwa ciri-ciri dari gangguan kepribadian borderline meliputi
ketidakstabilan emosi, seperti kemarahan yang intens dan tidak jelas, atau kesulitan
menahan amarah.
Selain emosi yang tidak stabil seperti kemarahan yang tidak jelas,
Kawashima Masayuki dengan gangguan kepribadian borderline juga memiliki emosi
akan kesepian atau rasa sepi yang sangat besar. Seperti yang penulis temukan dalam
kutipan berikut ini :
Kutipan :
弟は決めして殴られなかった。神奈川と静岡の境の小さな町で、
小田原まで出ると屋上に子供のプレいランドがあるデパートがあ
って、オレが小学生になってからかな、オフクロは弟だけを連れ
てそこに行くようになった。外から鍵をかけて閉じ込められたん
だ。窓から脱け出して家のまえの細かい道を迫いかけたこともあ
るよ。(Murakami, 1994:14).
Terjemahan :
“Hal yang paling menggangguku adalah bahwa aku adalah satu-satunya
orang yang ia pukul. Ia tidak pernah menyentuh adik laki-lakiku. Kami
tinggal disebuah kota kecil dan kota yang terdekat adalah Odawara. Di
Odawara terdapat sebuah department store dengan taman bermain untuk
63
anak-anak di bagian atapnya. Kami bertiga biasa datang kesana beberapa
kali, tetapi ketika aku berumur lima atau enam tahun, ibu mulai
mengunciku di dalam rumah dan hanya membawa adikku. Satu kali aku
pernah memanjat keluar lewat jendela dan berlari menyusuri jalanan
mengejar mereka, dan ibu menarikku kembali ke dalam rumah dan
mengikatku ke pipa air di kamar mandi. Aku mengingatnya dengan
sangat jelas seakan-akan baru terjadi kemarin. Aku jatuh tertidur di lantai
kamar mandi, dan ketika aku terbangun, yang dapat aku lihat hanyalah
sebuah jalanan yang kecil, sempit dan kosong di luar jendela.”
(Murakami, 1994:14).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu ciri dari
gangguan kepribadian borderline, yaitu rasa kesepian yang kronis. Rasa sepi yang
dimiliki Kawashima Masayuki tersirat dari ketika ia ditinggal pergi oleh ibu dan adik
laki-lakinya. Ia ditinggalkan seorang diri dalam rumah sementara ibu dan adik lakilakinya pergi ke taman bermain di Odawara. Rasa kesepian akibat ditinggalkan
seorang diri tersebut membuat Kawashima memanjat jendela rumahnya dan
mengejar mereka.
Hal ini sesuai dengan pendapat Freud dalam Suryabrata (2011:144) mengenai
mekanisme pertahanan, bahwa karena tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang
berlebihan, maka ego kadang-kadang terpaksa mengambil cara yang ekstrem untuk
menghilangkan atau mereduksikan tegangan. Cara-cara yang demikian itu disebut
mekanisme pertahanan. Berdasarkan kutipan di atas, tekanan kecemasan yang
ditunjukkan oleh Kawashima adalah rasa kesepian karena ia ditinggal seorang diri,
sehingga untuk mereduksikan tekanan rasa sepi tersebut Kawashima memanjat
jendela dan berlari mengejar ibu dan adik laki-lakinya. Hal ini sesuai dengan
karakteristik gangguan kepribadian borderline menurut Halgin dan Whitbourne
(2010:92), bahwa ciri-ciri dari gangguan kepribadian borderline meliputi
ketidakstabilan emosi, seperti rasa kesepian yang kronis.
64
Selain ketidakstabilan emosi seperti kemarahan yang tidak jelas dan rasa
kesepian yang kronis, penulis juga menemukan salah satu ciri dari karakteristik
gangguan kepribadian borderline, yaitu ketidakstabilan emosi seperti kesedihan yang
intens, pada tokoh Kawashima Masayuki dalam kutipan berikut ini.
Latar belakang cerita:
Kawashima sedang berada dalam kamar hotelnya ketika ia teringat akan
teman-teman sebaya dulu sewaktu ia masih berada dalam rumah khusus untuk anakanak korban kekerasan dalam keluarga. Teman-teman sebaya yang tidak dapat
dinamakan normal akibat perilaku mereka yang senang menyakiti diri sendiri atau
binatang peliharaan mereka ataupun orang lain.
Kutipan :
ああいう子供達を見たら、親が殴るのもわかる。こういうのは嫌
われて当然だ。こんなのは放っていて他の兄弟を可愛がるはずだ
。すべての人がそう思うだろう。親が殴る原因ではなく親に殴ら
れつた結果なのだと誰もわからない。子供は無力だ。川島昌之は
いつの間にか涙を流していて、グラスのウィスキーを一息に飲み
干した。(Murakami, 1994:48-49).
Terjemahan :
Melihat anak-anak seperti ini, mudah untuk melihat mengapa orang tua
mereka memukul mereka. Sangatlah alami untuk membenci dan
mengacuhkan anak-anak seperti mereka, dan hanya mencintai anak
kalian sendiri. Siapa yang tidak begitu?
Tapi tentu saja itu bukanlah yang terjadi sebenarnya. Perilaku-perilaku
semacam itu bukanlah alasan orang tua menyiksa anak mereka,
melainkan perilaku itulah akibat dari penyiksaan orang tua terhadap
anak. Anak-anak tidak berdaya, Kawashima bergumam sendiri. Air
matanya berjatuhan di pipi, tanpa ia sangka, dan ia menghabiskan wiskinya dalam sekali teguk (Murakami, 1994:48-49).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa ketidakstabilan
emosi yakni rasa sedih akibat peristiwa masa kecil menyebabkan tokoh tersebut
memiliki gangguan kepribadian borderline. Kesedihan akibat kekerasan semasa kecil
65
yang dialami Kawashima terus menghantuinya hingga ia dewasa yang menyebabkan
terjadinya penekanan dalam perkembangan kepribadian Kawashima Masayuki.
Menurut Freud, penekanan terjadi apabila suatu pemilihan obyek dipaksa ke luar dari
kesadaran oleh rintangan; misalnya ingatan yang mengganggu mungkin tercegah
untuk menjadi sadar, atau orang mungkin tidak melihat sesuatu yang terletak di
daerah pandangannya karena pengamatan mengenai hal itu tertekan (Suryabrata,
2011:145).
Penekanan dalam perkembangan kepribadian Kawashima terlihat dari air
mata yang mengalir dari pipinya tanpa ia sadari ketika mengingat teman-teman
sebayanya dulu serta akibat dari kekerasan dalam keluarga terhadap anak-anak yang
tidak mampu berbuat apa-apa untuk melindungi diri dari kekerasan tersebut, sebagai
tanda bahwa Kawashima memang mengalami penekanan dalam perkembangan
kepribadian yang disebabkan oleh peristiwa masa lalu yang menyakitkan.
Berdasarkan perspektif psikologis, menurut Bradley dalam Halgin dan
Whitbourne (2010:96), bahwa pengalaman negatif yang ekstrem dalam keluarga
adalah hal yang umum dalam riwayat hidup masa kanak-kanak orang dewasa dengan
gangguan kepribadian borderline. Tiga klasifikasi variabel telah muncul sebagai
prediktor yang terutama meyakinkan untuk perkembangan gangguan kepribadian
borderline: lingkungan keluarga pada masa kanak-kanak yang tidak kondusif,
psikopatologi orangtua, dan kekerasan semasa kanak-kanak.
Melalui kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tokoh
Kawashima Masayuki memiliki karakteristik dari gangguan kepribadian borderline,
yaitu gangguan identitas atau citra diri dan rasa terhadap diri yang berubah-ubah,
ketidakstabilan emosi seperti kemarahan yang tidak jelas, rasa kesepian yang kronis,
dan rasa sedih yang intens, serta usaha yang histeris untuk menghindari pengabaian
66
yang nyata seperti melakukan tindakan parasuicide. Hal ini disebabkan oleh
kekerasan semasa kanak-kanak yang dialami oleh tokoh Kawashima Masayuki
dalam novel Piercing.
Kekerasan semasa kanak-kanak ini berpengaruh dalam kepribadian tokoh
Kawashima Masayuki yang terlihat dari kutipan-kutipan di atas yang menerangkan
mengenai tindakan Kawashima menyakiti dirinya sendiri adalah sebagai upaya untuk
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya, serta
pengalaman traumatis yang dialami tokoh tersebut sehingga Kawashima memiliki
gangguan tidur dan gangguan mimpi buruk karena selalu dipenuhi oleh kecemasan
dan ketakutan.
3.3
Analisis Gangguan Kepribadian Dependent pada Tokoh Kawashima
Masayuki
Individu dengan gangguan kepribadian dependen (dependent personality
disorder) sangat tergantung dengan orang lain (Halgin dan Whitbourne, 2010:111).
Menurut West dan Sheldon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:111), individu
dengan gangguan kepribadian dependent mengalami regresi atau fiksasi karena
orangtua yang melalaikan kebutuhan anak untuk bergantung pada mereka. Para
teoretikus relasi objek memandang individu seperti itu merasa tidak aman untuk
terlekat, dan merasakan ketakutan akan diabaikan yang permanen. Regresi atau
fiksasi menurut Freud dalam Suryabrata (2011:147-148) adalah perkembangan yang
terganggu akan mengalami kemunduran atau kembali pada fase perkembangan yang
lebih awal akibat pengalaman traumatis.
Karakteristik atau ciri-ciri dari penderita Dependent Personality Disorder
dalam Halgin dan Whitbourne (2010:112) adalah kesulitan membuat keputusan
67
sehari-hari tanpa nasihat dan kepastian, kebutuhan terhadap orang lain untuk
mengambil alih tanggung jawab sebagian besar area kehidupan, kesulitan
mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain karena takut kehilangan
dukungan atau penerimaan, kesulitan memulai suatu tugas atau proyek karena
renadahnya kepercayaan diri dalam hal penilaian atau kemampuan, kecenderungan
untuk mendapatkan dukungan dan pemeliharaan dari orang lain, hingga tingkatan
ketika ia bersedia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, merasa tidak
nyaman atau tidak mampu ketika sendirian karena merasa takut tidak mampu
merawat orang lain, mencari hubungan lain sebagai sumber harapan dan dukungan
segera setelah suatu hubungan berakhir, terjebak dalam ketakutan untuk ditinggalkan
dan harus mengurus dirinya sendiri.
Dalam bab 3.3 ini penulis menganalisa kepribadian Kawashima Masayuki
yang termasuk dalam karakteristik diagnostik gangguan kepribadian dependent,
antara lain: kecenderungan untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang lain hingga
tingkatan ketika ia bersedia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, rasa takut
akan ditinggalkan, dan kesulitan mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain
karena takut kehilangan dukungan atau penerimaan, yang penulis hubungkan dengan
kekerasan semasa kanak-kanak.
3.3.1
Analisis Kecenderungan Untuk Mendapatkan Pemeliharaan dari Orang
Lain pada Tokoh Kawashima Masayuki
Menurut Livesley dalam Halgin dan Whitbourne (2010:111), seorang
individu dengan gangguan kepribadian dependent sangat bergantung pada orang lain
dan memiliki faktor ketergantungan yang tinggi. Karena rendahnya harga diri,
mereka bersandar kepada orang lain untuk mendapatkan arahan dan dukungan.
68
Pengertian rendah diri dalam situs Belajar Psikologi (2012) adalah perasaan
menganggap diri sendiri terlalu rendah. Seseorang yang rendah diri berarti
menganggap diri sendiri tidak memiliki kemampuan yang berarti.
Salah satu karakteristik dari gangguan kepribadian dependent adalah
kecenderungan untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang lain. Kecenderungan
tersebut penulis temukan dalam kepribadian tokoh Kawashima Masayuki, seperti
yang terdapat pada kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita:
Semenjak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Kawashima tidak pernah
tinggal di rumahnya lagi. Ia tinggal di rumah khusus untuk anak-anak korban
kekerasan orangtua selama beberapa tahun, kemudian ia tinggal bersama neneknya.
Ketika remaja, ia bertemu dengan seorang wanita yang bekerja sebagai seorang
stripper dan tinggal bersamanya selama hampir dua tahun.
Kutipan :
小学校の先生が紹介してくれてオレは施設に入ったんだけど、施
設に入ってからずっと、夜の細い道の絵ばかり描くようになった
(Murakami, 1994:14).
Terjemahan :
“Tidak lama setelah itu, seorang guru sekolah dasarku mendapatkan
tempat untukku di sebuah rumah untuk anak-anak yang mengalami
kekerasan dalam keluarga, dan disanalah aku mulai menggambar.”
(Murakami, 1994:14).
Analisis :
Kutipan di atas menjelaskan tokoh Kawashima Masayuki melakukan
perpindahan tempat tinggal dan untuk pertama kalinya ia melakukan perpindahan
tempat bergantung selain keluarga. Kawashima yang selalu mendapatkan kekerasan
dari ibunya, bergantung kepada guru sekolah dasarnya untuk memberikan ia
perlindungan dari kekerasan dalam keluarga. Kemudian ia bergantung pada rumah
69
perlindungan untuk anak-anak korban kekerasan dalam keluarga guna mendapatkan
rasa aman dari rasa takut akibat tindak kekerasan dari ibunya. Kutipan di atas
merupakan salah satu kutipan yang menerangkan sifat kecenderungan untuk
mendapatkan pemeliharaan dari orang lain pada tokoh Kawashima Masayuki.
Penulis juga menemukan salah satu contoh sifat kecenderungan untuk mendapatkan
pemeliharaan dari orang lain, pada kutipan berikut ini.
Kutipan :
施設に二年ちょっといてその後はオヤジの方のおばあちゃんのと
ころから学校に行った。(Murakami, 1994:15).
Terjemahan :
“Aku tinggal di rumah itu selama lebih dari dua tahun,” ia berkata, “lalu
aku tinggal di rumah nenek dari pihak ayah.” (Murakami, 1994:15).
Analisis :
Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh Kawashima Masayuki kembali
melakukan perpindahan tempat tinggal dan kembali bergantung kepada orang lain
yaitu nenek dari pihak ayah. Setelah kurang lebih dua tahun ia tinggal di rumah
khusus untuk anak-anak korban kekerasan dalam keluarga, Kawashima telah banyak
melihat kondisi anak-anak lain yang terganggu jiwanya akibat kelalaian orangtua
dalam menjalankan kewajiban mereka. Melihat anak-anak tersebut membuat
Kawashima depresi dan menimbulkan rasa sedih yang permanen, seperti yang telah
penuis bahas sebelumnya, sehingga ia memutuskan untuk mendapatkan tempat
perlindungan yang baru, yaitu tinggal dan bergantung kepada neneknya.
Selain pada kutipan di atas, penulis juga menemukan salah satu contoh
karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian dependent yaitu
kecenderungan untuk bergantung kepada orang lain, seperti yang terdapat pada
kutipan di bawah ini.
70
Latar Belakang Cerita :
Sewaktu masih berumur tujuh belas tahun, Kawashima bertemu dengan
seorang wanita yang berumur sembilan belas tahun lebih tua dibandingkan dirinya
dan tinggal bersama wanita tersebut selama hampir dua tahun (Murakami, 1994:2223).
Kutipan :
乾いた皮 に血管と皺が目立つ女の手の甲と指が川島昌之の目に
浮かんでくる。細くて長い黒の薄荷入りの煙草をそういう枯葉の
よ う な 手 で は さ ん で 吸 っ て い た 三 十 代 後 半 の 女 。 (Murakami,
1994:22-23).
Terjemahan :
Gambaran tangan yang kering, keriput, dan urat nadinya yang terlihat
jelas terbentuk dalam benaknya. Seorang wanita berusia akhir tiga
puluhan, memegang sebatang rokok hitam menthol yang tipis di tangan
seperti daun musim gugur. Ia bertemu dengannya ketika berusia tujuh
belas tahun dan tinggal dengannya selama hampir dua tahun. Wanita itu
berusia sembilan belas tahun lebih tua darinya, dan mereka sering dikira
ibu dan anak. Ia bekerja sebagai penari telanjang di Gotanda ketika
Kawashima bertemu dengannya, walaupun dalam dua tahun
kebersamaan mereka wanita itu telah berganti klub berulang kali
(Murakami, 1994:22-23).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima memilih
untuk tinggal dengan wanita yang usianya jauh lebih tua dibandingkan dirinya
dengan harapan ia akan mendapatkan curahan kasih sayang dan tumpuan atau tempat
bersandar dalam hidupnya yang penuh dengan kekerasan, dimana kasih sayang
tersebut tidak ia dapatkan dari ibu kandungnya sendiri, seperti yang telah penulis
kutip dalam bab sebelumnya. Pada kutipan di atas, penulis juga menemukan bahwa
Kawashima yang saat itu masih berumur tujuh belas tahun belum memiliki pekerjaan
dan tidak memiliki uang sehingga ia belum mampu untuk menghidupi dirinya
sendiri. Sedangkan wanita yang usianya jauh lebih tua dan memiliki pekerjaan
71
sebagai seorang stripper itu mampu menghasilkan uang, sehingga Kawashima
bergantung kepadanya dan terlepas dari keharusan untuk mandiri. Hal ini sesuai
dengan pendapat Livesley dalam Halgin dan Whitbourne (2010:111), bahwa seorang
individu dengan gangguan kepribadian dependent sangat bergantung pada orang lain
dan memiliki faktor ketergantungan yang tinggi.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, penulis menemukan salah satu
karakteristik dari gangguan kepribadian dependent, yaitu kecenderungan untuk
mendapatkan pemeliharaan dari orang lain. Karena memiliki kecenderungan untuk
mendapatkan pemeliharaan dari orang lain, Kawashima tidak pernah menetap di satu
tempat. Ia selalu tinggal di tempat yang berbeda-beda. Walaupun ia tinggal di suatu
rumah, hanya dalam kurun waktu tertentu ia kembali berganti tempat tinggal dan
kembali bergantung kepada orang lain. Apabila tempatnya bergantung sebelumnya
tidak dapat lagi memuaskan kebutuhannya, Kawashima kembali mencari tempat
bergantung yang baru. Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne
(2010:112) mengenai karakteristik atau ciri-ciri dari penderita dependent personality
disorder, yaitu kecenderungan untuk mendapatkan dukungan dan pemeliharaan dari
orang lain, dan mencari hubungan lain sebagai sumber harapan dan dukungan segera
setelah suatu hubungan berakhir.
Walaupun pada awalnya Kawashima melakukan perpindahan tempat tinggal
dan bergantung kepada orang lain atas bantuan guru sekolah dasarnya, namun
beranjak remaja, Kawashima dapat berpindah tempat tinggal dan cenderung untuk
bergantung kepada orang lain atas kemauannya sendiri. Perpindahan tempat
bergantung yang pernah Kawashima alami sewaktu kecil, ia jadikan sebagai bagian
dari kepribadiannya sehingga Kawashima melakukan hal serupa beberapa kali
setelah remaja. Hal ini sesuai dengan pendapat Freud dalam Suryabrata (2011:142)
72
mengenai identifikasi, yaitu suatu metode yang dipergunakan orang dalam
menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari kepribadiannya sendiri.
Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa seseorang tidak perlu mengidentifikasikan
diri dengan semua hal yang ada pada orang lain tempat dia mengidentifikasikan itu,
akan tetapi biasanya dia memilih hal-hal yang dalam anggapannya akan dapat
menolongnya mencapai suatu maksud.
Dalam novel Piercing karya Murakami Ryu, penulis juga menemukan salah
satu kriteria dari individu dengan gangguan kepribadian dependent pada tokoh
Kawashima Masayuki, yaitu kecenderungan untuk mendapatkan pemeliharaan dari
orang lain, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Setelah berpisah dengan wanita yang bekerja di klub penari telanjang,
Kawashima kembali ke sekolah, mulai menggambar lagi, menemukan pekerjaan, dan
bertemu Yoko. Tak lama setelah itu mereka tinggal bersama.
Kutipan :
そう言えばいつの間にかオレは疑われるようなことを何もしない
男になった。あの十九歳年上の女と別れて専門学校に行き、絵を
描き始めて、会社に捨って貰い、陽子に出会った頃から何かが変
わってしまったのかも知れない。(Murakami, 1994:33).
二人は週に一度くらいの間隔で、食事をしたり美術館や映画に行
くようになった。その頃川島昌之は既にグラフィックのデザイン
事務所で働いていて、会社での仕事とは関係なく自分でも絵を描
いていた。次のデートの夜にそのデッサンをプレゼントした時、
陽子は初めて彼女のアパートに川島昌之を招待して、あることを
話した。それからしばらくして二人は一緒に暮らすようになった
(Murakami, 1994:11-12).
Terjemahan :
Mungkin dasarnya sudah berubah semenjak dahulu—semenjak berpisah
dengan penari telanjang itu. Ia kembali bersekolah, menggambar lagi,
mendapatkan pekerjaan dan bertemu dengan Yoko, dan ia sering merasa
berbeda dengan dirinya saat remaja (Murakami, 1994:33).
73
Mereka mulai bertemu seminggu sekali untuk makan malam atau
mengunjungi museum atau menonton film bersama. Tapi suatu hari di
akhir musim panas ia menggambar wajah Yoko dengan pensil. Ketika ia
menunjukkan gambarnya kepada Yoko di pertemuan mereka yang
selanjutnya, wanita itu mengundangnya ke apartemen untuk pertama kali.
Tidak lama setelah itu, mereka hidup bersama (Murakami, 1994:11-12).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu karakteristik dari
gangguan kepribadian dependent yaitu kecenderungan untuk bergantung terhadap
pemeliharaan orang lain. Ketika hubungannya dengan wanita tua itu hancur, tak lama
kemudian ia menemukan sebuah hubungan yang baru yaitu bersama dengan Yoko.
Masih berhubungan dengan kutipan di atas, Kawashima yang masih berumur tujuh
belas tahun dan belum memiliki penghasilan sendiri, bergantung kepada wanita yang
bekerja sebagai penari stripper itu mengenai uang dan tempat tinggal. Namun setelah
ia berumur sembilan belas tahun dan melakukan tindakan bersifat agresif kepada
wanita tempat ia bergantung tersebut, Kawashima berpisah dengannya, kembali
bersekolah, kembali menggambar, dan akhirnya menemukan pekerjaan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Millon dalam Halgin dan Whitbourne (2010:112), bahwa
tidak seperti gangguan kepribadian yang lain, individu dengan gangguan kepribadian
dependent dapat termotivasi untuk berubah.
Akan tetapi, setelah ia bertemu Yoko, Kawashima kembali kepada fase
sebelumnya yaitu bergantung. Sesuai dengan pendapat Freud dalam Suryabrata
(2011:147-148) mengenai mekanisme pertahanan, yaitu setiap langkah baru dalam
perkembangan membawa sejumlah ketakutan. Seseorang yang memiliki pengalaman
traumatis kembali kepada fase perkembangan sebelumnya. Freud dalam Suryabrata
(2011:140) mengatakan bahwa kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat dikuasai
dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut ketakutan traumatis. Ketakutan yang
demikian itu akan membawa individu kepada ketidakberdayaan yang infantil.
74
Pengalaman traumatis Kawashima terlihat dari ketika ia mulai melanjutkan
menggambar. Kawashima selalu menggambar sebuah jalanan sempit, kecil, dan
kosong dimalam hari. Jalanan kosong tersebut merupakan jalanan yang ia lihat dari
kaca jendela kamar mandinya sewaktu kawashima masih kanak-kanak dan
ditinggalkan oleh ibunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu bentuk trauma
yang ia alami selain gangguan tidur atau mimpi buruk, adalah setiap kali ia
mendapatkan
sebuah
pengalaman
menyakitkan,
Kawashima
menyalurkan
penderitaannya dengan cara menggambar sebuah jalanan kosong. Kutipan mengenai
salah satu bentuk traumatis yang dialami Kawashima yaitu menggambar jalanan
kosong tersebut, akan penulis bahas dalam sub-bab selanjutnya.
Tidak lama setelah bertemu Yoko, Kawashima membuat sebuah gambar
sketsa wajah perempuan itu dengan menggunakan pensil. Hal tersebut menunjukkan
bahwa Kawashima menganggap Yoko sebagai tempat bergantungnya yang baru
untuk mengisi kekosongan yang ia rasakan karena ia tidak lagi menggambar jalanan
kosong dimalam hari yang mencerminkan perasaan kosong, sedih dan rasa sepi
dalam diri Kawashima. Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne
(2010:111-112) mengenai dependent personality disorder, bahwa seorang individu
dengan gangguan kepribadian dependent cenderung melemparkan diri mereka
sepenuh hati dalam suatu hubungan, sehingga menjadi hancur ketika hubungan
tersebut berakhir. Ketergantungan yang ekstrem tersebut menyebabkan mereka
segera mencari hubungan lain untuk mengisi kekosongan yang mereka rasakan. Bagi
mereka, solusi yang utama adalah menemukan orang lain yang akan merawat mereka
dan membebaskan mereka dari kewajiban untuk membuat keputusan sendiri.
Berhubungan dengan analisa dalam bab sebelumnya mengenai penyebab
masa traumatis dalam kepribadian Kawashima yaitu kekerasan semasa kanak-kanak,
75
dapat penulis simpulkan bahwa Kawashima Masayuki memiliki salah satu kriteria
dari gangguan kepribadian dependent yaitu kecenderungan untuk bergantung kepada
orang lain.
3.3.2
Analisis Rasa Takut Akan Ditinggalkan pada Tokoh Kawashima
Masayuki
Terjebak dalam ketakutan untuk ditinggalkan dan harus mengurus dirinya
sendiri merupakan salah satu dari karakteristik individu dengan gangguan
kepribadian dependent (Halgin dan Whitbourne, 2010:112). Dalam novel Piercing,
penulis menemukan salah satu ciri individu dengan gangguan kepribadian dependent,
yaitu ketakutan untuk ditinggalkan dalam tokoh Kawashima Masayuki, seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita :
Kawashima menceritakan salah satu bentuk kekerasan dalam keluarga yang
pernah ia alami semasa kanak-kanak kepada Yoko, istrinya.
Kutipan :
弟は決めして殴られなかった。神奈川と静岡の境の小さな町で、
小田原まで出ると屋上に子供のプレいランドがあるデパートがあ
って、オレが小学生になってからかな、オフクロは弟だけを連れ
てそこに行くようになった。外から鍵をかけて閉じ込められたん
だ。窓から脱け出して家のまえの細かい道を迫いかけたこともあ
るよ。(Murakami, 1994:14).
Terjemahan :
“Hal yang paling menggangguku adalah bahwa aku adalah satu-satunya
orang yang ia pukul. Ia tidak pernah menyentuh adik laki-lakiku. Kami
tinggal disebuah kota kecil dan kota yang terdekat adalah Odawara. Di
Odawara terdapat sebuah department store dengan taman bermain untuk
anak-anak di bagian atapnya. Kami bertiga biasa datang kesana beberapa
kali, tetapi ketika aku berumur lima atau enam tahun, ibu mulai
mengunciku di dalam rumah dan hanya membawa adikku. Satu kali aku
pernah memanjat keluar lewat jendela dan berlari menyusuri jalanan
76
mengejar mereka, dan ibu menarikku kembali ke dalam rumah dan
mengikatku ke pipa air di kamar mandi. Aku mengingatnya dengan
sangat jelas seakan-akan baru terjadi kemarin. Aku jatuh tertidur di lantai
kamar mandi, dan ketika aku terbangun, yang dapat aku lihat hanyalah
sebuah jalanan yang kecil, sempit dan kosong di luar jendela.”
(Murakami, 1994:14).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu bentuk kekerasan
semasa kanak-kanak dalam tokoh Kawashima Masayuki. Kekerasan semasa kanakkanak tersebut menimbulkan trauma atau rasa takut akan ditinggalkan pada
kepribadian tokoh tersebut. Ketakutan akan ditinggalkan dapat dilihat dari kutipan di
atas, yaitu ketika Kawashima memanjat jendela rumah dan berlari mengejar ibunya.
Hal ini sesuai dengan pandangan West dan Sheldon dalam Halgin dan
Whitbourne (2010:111), bahwa individu dengan gangguan kepribadian dependent
mengalami regresi atau fiksasi pada tahap oral atau masa balita karena orangtua yang
melalaikan kebutuhan anak untuk bergantung pada mereka, sehingga individu seperti
itu merasakan ketakutan akan diabaikan yang permanen. Menurut Freud dalam
Suryabrata (2011:150), karena pada masa oral ini anak sama sekali bergantung
kepada ibu dalam semua hal, maka timbulah rasa ketergantungan pada masa ini.
Rasa tergantung ini cenderung untuk tetap ada selama hidup dan menonjol kalau
individu tersebut berada dalam ketakutan atau rasa tidak aman.
Freud dalam Suryabrata (2011:140) mengatakan bahwa kecemasan atau
ketakutan yang tidak dapat dikuasai dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut
dengan ketakutan traumatis. Ketakutan yang demikian itu akan membawa individu
kepada ketidakberdayaan. Apabila ego tidak dapat menguasai kecemasan dengan
jalan dan cara yang rasional, maka dia akan menghadapinya dengan jalan yang tidak
realistis.
77
Penulis juga menemukan salah satu kriteria seorang individu dengan
gangguan kepribadian dependent yaitu rasa takut untuk ditinggalkan pada tokoh
Kawashima Masayuki dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita:
Kawashima baru saja pulang ke apartement setelah menghirup thinner
bersama temannya, sehingga ia tidak berada dalam pemikiran yang sadar atau
normal. Ketika ia mencoba menarik perhatian wanita yang menampungnya, wanita
itu marah dan mendorong Kawashima sembari mengatakan hal-hal yang
menyakitkan. Akibat rasa takut yang terlalu tinggi dan tidak terkontrol akan
diabaikan dan ditinggalkan, Kawashima melakukan tindakan melukai dirinya sendiri
(Murakami, 1994:23-24).
Kutipan :
その日川島昌之は深夜にアパートに戻った。友人とトルエンを吸
って意識はかなり濁っていた。部屋の真中で石油ストーブが燃え
その上で鍋の水が沸騰していた。女は仕事から帰ったばかりで鏡
に向かって化粧を落としていた。抱きつくと、拒否された。突き
とばされたわけではなく、触るな、と言われただけなのだが、そ
の能度や口調が冷ややかだったので妙に恐くなった。もう一度背
中に抱きついたが、指と手を が冷ややかだったので妙に恐くな
った。トルエン臭い息を吐くな、と言われた。自分は何か罰を受
けなければならない。この女は恐っている。恐っているが殴った
りしたこないので自分で自分に罰を写えなくてはいけない。そう
しないことの女はどこかに出て行ってしまうだろう。川島昌之は
そういう風に考えて、石油ストーブの上で沸騰する鍋の中に右手
を入れた。赤くただれた手を目の前に待っていって見せようとし
たが、バカなんじゃないの、と女は言って服を脱ぎ始め、風呂場
に入った。風呂の後であの女は外出する。そしてずっと帰って来
ない。(Murakami, 1994:23-24).
Terjemahan :
Ia kembali ke apartemen larut malam setelah menghisap thinner bersama
temannya, jadi ia tidak terlalu sadar. Sebuah pemanas ruangan menyala
di tengah-tengah ruangan, dan ada seteko air di atasnya. Wanita itu baru
kembali dari bekerja dan sedang duduk di depan kaca, menghapus riasan
wajah. Ia mencoba memeluknya dari belakang, tapi wanita itu tidak
78
mengijinkannya. Ia hanya berkata “Jangan sentuh aku,” tapi sikapnya
sangat dingin dan kasar dan itu menakutkannya. Ia mencoba
memeluknya lagi, dan ia menolaknya lagi, kali ini dengan melepaskan
tangannya dan membuatnya kaget. “Jangan bernapas dengan aroma lem
itu di dekatku!” teriaknya. Kawashima merasa hancur. Ia hanya dapat
berpikir: “Aku harus dihukum. Ia marah kepadaku. Ia marah, tapi ia tidak
akan memukulku, jadi aku harus menghukum diriku sendiri. Jika aku
tidak melakukannya, ia akan pergi.” Ia berjalan menuju pemanas dan
menyentuh pot berisi air mendidih.
Ia berjalan menuju pemanas dan mengarahkan tangannya ke teko air
panas. Ketika ia mengangkat tangannya yang merah dari teko dan
menunjukkan tangannya, wanita itu mengatai ia bodoh dan berjalan ke
kamar mandi, sambil melepaskan pakaiannya. Ia yakin setelah wanita itu
mandi, ia akan meninggalkan apartemen dan tidak akan kembali. Berapa
lama ia harus duduk di sana, ketakutan setengah mati, menunggu ia
kembali? Ia tidak boleh membiarkan wanita itu pergi (Murakami,
1994:23-24).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima yang
bergantung kepada wanita tersebut merasakan rasa cemas atau rasa takut untuk
ditinggalkan yang sangat tinggi. Ia akan melakukan apa saja asalkan tidak
ditinggalkan oleh seseorang tempat ia bergantung. Dipenuhi oleh ketakutan untuk
ditinggalkan, seorang individu yang mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak
ini rela melakukan apa saja asalkan ia tidak diberikan kewajiban untuk menjadi
mandiri, seperti merebus tangannya sendiri untuk mencari perhatian dan juga sebagai
tanda bahwa ia telah menebus kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi
meskipun ia sendiri tidak mengerti kesalahan apa yang telah Kawashima lakukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:111), bahwa
seseorang dengan gangguan kepribadian dependent sangat tergantung pada orang
lain. Mereka sangat tergantung dan pasif, sehingga mereka mungkin menerima
kebalikan dengan apa yang mereka inginkan karena orang lain menjadi tidak sabar
menghadapi ketidakmandiriannya. Tanpa orang lain di sekitar mereka, orang dengan
gangguan kepribadian dependent merasa sedih dan terabaikan. Mereka menjadi
79
terjebak dalam ketakutan bahwa orang terdekatnya akan meninggalkan mereka.
Halgin dan Whitbourne (2010:112) berpendapat bahwa kriteria dari individu dengan
gangguan kepribadian dependent adalah kecenderungan untuk mendapatkan
dukungan dan pemeliharaan dari orang lain, hingga tingkatan ketika ia bersedia
melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Rasa takut untuk ditinggalkan oleh orang lain juga penulis temukan dalam
kutipan berikut ini :
Kutipan :
何ていやな女なんだろう、と川島昌之は思っていた。どうやった
らこれほどいやな人間になれるのだろう。(Murakami, 1994:23).
Terjemahan :
Sungguh wanita yang sangat menyebalkan, Kawashima berpikir—
bagaimana mungkin seseorang bisa begitu menyedihkan? Ia yakin ialah
satu-satunya orang di dunia ini yang peduli pada wanita itu. Itulah yang
membuat ia berpikir wanita itu tidak akan pernah meninggalkannya
(Murakami, 1994:23).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa untuk tidak
ditinggalkan sendirian dan masih berada dalam pemeliharaan orang lain, Kawashima
meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia adalah satu-satunya orang yang mencintai
wanita seperti itu dan akan melakukan apa saja untuknya agar ia tidak berada dalam
kesendirian.
Hal ini sesuai dengan teori Freud mengenai pembentukan reaksi dalam
mekanisme pertahanan (Suryabrata, 2011:147), yaitu pembentukan reaksi adalah
penggantian perasaan yang menimbulkan ketakutan atau kecemasan dengan
lawannya di dalam kesadaran. Misalnya benci diganti dengan cinta. Perasaan asli
yang dimiliki individu masih tetap ada, tetapi ditutupi dengan sesuatu yang tidak
menyebabkan ketakutan. Biasanya pembentukan reaksi ditandai oleh sifat-sifat yang
80
berlebihan. Bentuk-bentuk yang ekstrem dari suatu tingkah laku biasanya
menunjukkan pembentukkan reaksi.
Salah satu karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian
dependent pada tokoh Kawashima Masayuki yaitu rasa takut untuk ditinggalkan,
juga penulis temukan dalam kutipan di bawah ini.
Kutipan :
自分の何がそいつを怒らせるのかごく短い間に学びとったことは
、一人では生きのびていけないという無力感と、周囲の人間はす
べて自分をびどく嫌っているということだけだった。(Murakami,
1994:85).
Terjemahan :
Sewaktu masih kecil, Kawashima tidak pernah dapat mengerti apa yang
membuat orang-orang dewasa marah kepadanya, tetapi pikiran akan
ditelantarkan oleh mereka bahkan lebih menakutkan daripada seranganserangan tak terduga (Murakami, 1994:85).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu karakteristik dari
individu dengan gangguan kepribadian dependent, yaitu faktor ketergantungan yang
tinggi yang menyebabkan rasa takut untuk ditinggalkan oleh orang lain pada
kepribadian tokoh Kawashima Masayuki. Kawashima merasa ia lebih baik
mendapatkan pukulan dan perlakuan kasar dibandingkan ditinggal seorang diri. Rasa
takut untuk ditinggalkan mengalahkan rasa sakit yang dideritanya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Livesley dalam Halgin dan Whitbourne (2010:111), bahwa seorang
individu dengan gangguan kepribadian dependent sangat bergantung pada orang lain
dan memiliki faktor ketergantungan yang tinggi.
Sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:112) mengenai
karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian dependent yaitu terjebak
dalam ketakutan untuk ditinggalkan dan harus mengurus dirinya sendiri, berdasarkan
81
kutipan-kutipan di atas dapat penulis simpulkan bahwa Kawashima Masayuki
memiliki salah satu karakteristik dari gangguan kepribadian dependent yaitu
ketakutan untuk ditinggalkan oleh seseorang tempat ia bergantung yang dilandasi
oleh peristiwa masa kecilnya ketika ia berumur enam tahun dan ditinggalkan oleh
ibunya sehingga ketika ia dewasa rasa ketergantungan itu menjadi bagian dari
kepribadiannya.
3.3.3 Analisis Kesulitan Untuk Mengekspresikan Ketidaksetujuan pada
Tokoh Kawashima Masayuki
Seseorang dengan gangguan kepribadian dependent tidak dapat memulai
aktivitas baru seorang diri karena mereka merasa bahwa mereka akan membuat
kesalahan kecuali orang lain memberitahu mereka. Mereka menjadi sangat ekstrem
untuk menghindari tidak disukai orang lain, misalnya dengan menyetujui opini orang
lain meskipun ketika mereka percaya bahwa opini tersebut mungkin salah.
Terkadang, mereka mengambil alih tanggung jawab yang dihindari oleh orang lain,
sehingga orang lain akan menyukai dan menerimanya. Jika seseorang mengkritiknya,
mereka cenderung merasa hancur (Halgin dan Whitbourne, 2010:111).
Dalam novel Piercing, penulis menemukan salah satu karakteristik dari
individu
dengan
gangguan
kepribadian
dependent
yaitu
kesulitan
untuk
mengekspresikan ketidaksetujuan pada tokoh Kawashima Masayuki, seperti yang
terdapat dalam kutipan berikut ini.
Latar Belakang Cerita:
Setelah berpisah dengan wanita yang bekerja sebagai seorang stripper dan
tingal bersama dengan Yoko, Kawashima selalu menuruti semua permintaan Yoko.
Ia tidak ingin tempatnya bergantung sekarang pergi dari sisinya, sehingga apapun
82
permintaan Yoko sebisa mungkin akan dikabulkan oleh Kawashima walaupun hal
tersebut mengharuskannya untuk merugikan dirinya sendiri.
Kutipan :
深呼吸をしながらリビングを見回した。リビングルームは、二人
の仕事場と化している。応接セットなどはなく分厚い白木の板で
作られた L 型のテーブルが部屋の半分以上を点領している
のだ。八人から十人の生徒が同時にパン作りの実習ができる陽子
自漫のスウェデン整のテーブルで、それは川島昌之が貯金をはた
いて結婚の時にプレゼントしたものだった。(Murakami, 1994:10).
Terjemahan :
Ia melihat ke sekeliling ruangan, berusaha bernapas dalam-dalam.
Mereka masih menyebut itu ruang keluarga, tapi telah berubah menjadi
ruang kerja untuk mereka berdua. Tidak ada sofa maupun kursi,
melainkan meja berbentuk L yang terbuat dari kayu mendominasi hampir
seluruh ruangan. Monster ini, yang diimpor dari Swedia dan cukup besar
untuk menampung delapan murid sekaligus, merupakan keinginan Yoko
yang sangat berharga. Itulah hadiah pernikahan Kawashima untuknya,
dan ia menghabiskan seluruh tabungan untuk membayarnya (Murakami,
1994:10).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan salah satu ciri dari
gangguan kepribadian dependent, yaitu kesulitan mengekspresikan ketidaksetujuan
dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan atau penerimaan. Kesulitan
dalam mengekspresikan ketidaksetujuan dalam kepribadian Kawashima terlihat dari
ketika ia menyebut hadiah pernikahannya untuk Yoko dengan sebutan monster.
Walaupun demikian, Kawashima tetap membeli sofa tersebut dan merelakan isi
tabungannya untuk membuat Yoko senang. Ia tidak berkeluh-kesah ataupun
menggerutu saat menuruti keinginan Yoko, merupakan upaya Kawashima agar
disukai oleh perempuan tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne (2010:111-112),
bahwa individu dengan gangguan kepribadian dependent memiliki kesulitan untuk
83
mengekspresikan ketidaksetujuan dengan orang lain karena takut kehilangan
dukungan atau penerimaan. Mereka cenderung melemparkan diri mereka sepenuh
hati dalam suatu hubungan, sehingga menjadi hancur ketika hubungan tersebut
berakhir. Ketergantungan yang ekstrem tersebut menyebabkan mereka segera
mencari hubungan lain untuk mengisi kekosongan yang mereka rasakan. Bagi
mereka, solusi yang utama adalah menemukan orang lain yang akan merawat mereka
dan membebaskan mereka dari kewajiban untuk membuat keputusan sendiri. Setelah
sampai pada solusi tersebut, mereka tidak akan berani berperilaku secara asertif yang
dapat mengancam kenyamanan hubungan yang dimilikinya.
Pengertian asertif dalam situs Kompasiana (2011), bahwa perilaku asertif
mencakup ekspresi, pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur, dan
pantas dengan menghargai hak-hak orang lain. Sebaliknya, (perilaku) agresif
merupakan ekspresi diri yang ditandai dengan melanggar hak-hak orang lain dan
merendahkan orang lain dalam upaya mencapai tujuan pribadi.
Selain pada kutipan di atas, penulis juga menemukan salah satu karakteristik
gangguan kepribadian dependent pada tokoh Kawashima, yaitu kesulitan dalam
mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap orang lain, seperti yang terdapat dalam
kutipan berikut ini :
Kutipan :
川島昌之は、十九歳の頃にある女をアイスピックで刺したと言う
記憶を除いて、ずっと秘密にしていた過法の一部過を陽子に話す
ことにした。ある女とアイスピックについて話さなかったのは、
出来事そのものが自分の中で非常に曖昧になっているのと、その
ことを知った陽子が恐くなって去っていくのがいやだったからだ
(Murakami, 1994:13).
陽子が結婚を機会に社会を辞めることについて、川島昌之は反対
しなかった。あらゆることに関して、陽子がやりたいと思ったこ
とは認めようと決めていたからだ。だがら子供ができて瀞産みた
いと言った時も反対しなかった。(Murakami, 1994:15).
84
Terjemahan :
Kawashima memutuskan bahwa sejak saat itu ia akan mengatakan
rahasianya yang telah disimpannya begitu lama kepada Yoko—dengan
sedikit pengecualian, saat umur sembilan belas tahun, ia menusuk wanita
tertentu dengan pemecah es. Ia tidak ingin melibatkan itu, sebagian
karena ingatan tersebut kabur dan tidak menentu di ingatannya, dan
sebagian karena ia takut akan membuat Yoko takut. Ia tidak ingin
kehilangan Yoko (Murakami, 1994:13).
Kawashima tidak menghalangi keputusan Yoko untuk berhenti bekerja.
Ia telah memutuskan dari awal bahwa ia akan mendukungnya. Ia bahkan
tidak menunjukkan ekspresi keberatan sama sekali ketika Yoko
mengatakan ingin mempunyai anak (Murakami, 1994:15).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa Kawashima
memiliki ketakutan akan ditinggalkan yang tinggi, yang merupakan salah satu
kriteria dari seorang individu dengan gangguan kepribadian dependent. Penulis juga
menemukan bahwa upaya Kawashima untuk mengatasi rasa takut dalam dirinya
adalah dengan cara menuruti keinginan Yoko. Agar dapat disukai dan tidak ditinggal
seorang diri, Kawashima mencoba mengatasi rasa takutnya dengan melakukan
apapun yang Yoko inginkan. Ia tidak berniat untuk mencampuri urusan Yoko dan
juga tidak berani untuk melarangnya karena ia takut Yoko akan pergi
meninggalkannya seperti pengalaman Kawashima sewaktu remaja dulu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hagin dan Whitbourne (2010:111), bahwa
orang-orang dengan gangguan kepribadian dependent menjadi sangat ekstrem untuk
menghindari tidak disukai orang lain, misalnya dengan menyetujui opini orang lain
meskipun ketika mereka percaya bahwa opini tersebut mungkin salah. Terkadang,
mereka mengambil alih tanggung jawab yang dihindari oleh orang lain, sehingga
orang lain akan menyukai dan menerimanya. Jika seseorang mengkritiknya, mereka
cenderung merasa hancur (Halgin dan Whitbourne, 2010:111).
85
Didukung oleh teori Freud mengenai kecemasan atau ketakutan dalam
Suryabrata (2011:138-139), dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh
keharusan untuk memuaskan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan obyekobyek dari dunia luar. Lingkungan mempunyai kekuatan untuk memberikan
kepuasan dan mereduksikan tegangan maupun menimbulkan sakit dan meningkatkan
tegangan; dapat menyenangkan maupun mengganggu. Reaksi individu terhadap
ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi
cemas atau takut.
Fungsi kecemasan atau ketakutan ialah untuk memperingatkan orang akan
datangnya bahaya, sebagai isyarat bagi ego, bahwa apabila tidak dilakukan tindakantindakan yang tepat, bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. Apabila
kecemasan itu timbul, maka akan mendorong orang untuk melakukan sesuatu supaya
ketegangan dapat direduksikan atau dihilangkan (Suryabrata, 2011:139-140).
Selain dalam kutipan-kutipan di atas, penulis juga menemukan salah satu
karakteristik dari individu dengan gangguan kepribadian dependent, yaitu sikap
kesulitan dalam mengekspresikan ketidaksetujuan pada tokoh Kawashima Masayuki,
seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini :
Kutipan :
女はよく客をアパートに連れて来た。口がまともにきけないくら
い酔っ払って川島昌之の目の前で客とふざけ合い、あの若い男は
誰だ?と客が聞くと、弟だ、と答えた。客が帰った後で、必ず女
は自分を失って川島昌之に殴りかかってきた。客とケンカになっ
てひどく痛めつけたことも数え切れないほどあったが、そういう
時は、わたしを店で働けなくするつもりかと言って殴りかかって
きた。(Murakami, 1994:23).
Terjemahan :
Wanita itu sering membawa laki-laki yang ditemuinya di klub penari
telanjang kembali ke apartemennya dan bermain-main dengan mereka,
tepat di hadapan Kawashima. Jika mereka bertanya, dia menjawab
86
mereka dengan gumaman suara orang mabuk, bahwa ia adalah adik lakilakinya. Dan dengan tak menentu, ketika laki-laki tersebut sudah pulang,
ia menyerang Kawashima dengan tinjunya dan menjerit: “Jika kau benarbenar menyayangiku, kau tidak akan diam saja! Dan membiarkan lakilaki lain membuatku melakukan hal-hal itu! Kau seharusnya memukul
atau membunuh mereka!” Walaupun setelah itu, ia mulai mengasari
mereka, namun wanita itu tetap memukulnya, sambil berteriak bahwa
Kawashima akan membuatnya kehilangan pekerjaan (Murakami,
1994:23).
Analisis :
Berdasarkan kutipan di atas, penulis menemukan bahwa walaupun
Kawashima mengalami tindakan kekerasan dari orang yang ia sayang, ia tidak
melawan dan tetap menuruti permintaan seseorang tempat ia bergantung tersebut.
Hal ini terlihat dari sewaktu wanita itu menginginkan Kawashima melakukan suatu
tindak kekerasan terhadap orang lain, Kawashima melakukan hal tersebut seperti
yang wanita itu inginkan, walaupun pada akhirnya Kawashima tetap mendapatkan
perlakuan yang tidak sepantasnya. Hal ini menunjukkan bahwa Kawashima memang
memiliki salah satu karakteristik dari seorang individu dengan gangguan kepribadian
dependent, yaitu ketidakmampuan untuk mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap
keinginan orang lain. Kawashima membuktikan kesungguhannya dalam suatu
hubungan dengan menuruti permintaan mereka walaupun hal tersebut menyebabkan
kerugian pada dirinya.
Selain itu, berdasarkan kutipan di atas, penulis juga menemukan bahwa
Kawashima tidak berani melakukan sesuatu hal yang baru sebelum disuruh atau
mendapat kepastian dari orang lain. Terlihat dari ketika Kawashima tidak melakukan
apa-apa saat wanita tersebut melakukan tindakan tidak senonoh bersama pria lain
tepat di depan matanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Halgin dan Whitbourne
(2010:111), bahwa seseorang dengan gangguan kepribadian dependent tidak dapat
memulai aktivitas baru seorang diri karena mereka merasa bahwa mereka akan
87
membuat kesalahan kecuali orang lain memberitahu mereka. Mereka menjadi sangat
ekstrem untuk menghindari tidak disukai orang lain.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa tokoh
Kawashima Masayuki memiliki gangguan kepribadian dependent yaitu faktor
ketergantungan yang tinggi, kecenderungan untuk mendapatkan pemeliharaan dari
orang lain hingga tingkatan ketika ia bersedia melakukan sesuatu yang tidak
menyenangkan, rasa takut akan ditinggalkan, dan kesulitan mengekspresikan
ketidaksetujuan dengan orang lain karena takut kehilangan dukungan atau
penerimaan, yang penulis hubungkan dengan kekerasan semasa kanak-kanak.
Gangguan kepribadian ini disebabkan oleh peristiwa masa lalu Kawashima yang
dipenuhi oleh tindak kekerasan dan kelalaian dalam pola asuh dari ibunya sehingga
ia mengalami rasa percaya diri yang rendah, tidak mampu membuat keputusan
sendiri, selalu bergantung kepada orang lain, dan dipenuhi oleh rasa takut untuk
ditinggalkan seorang diri.
88