download

Proteksionisme
Rabu, 06 Mei 2009 12:45 Redaksi-1
Pendulum perekonomian kian bergerak dinamis. Salah satu arah
yang sukar dielakkan adalah munculnya bibit-bibit proteksionisme di
berbagai penjuru dunia.
Banyak negara yang telah melakukan gerakan ke arah proteksionisme untuk
melindungi perekonomian dalam negeri. Bahkan, negara yang gencar
mengampanyekan perdagangan bebas, Amerika Serikat, kini mengambil jalan ke arah
proteksionisme perekonomian dalam negeri dengan memopulerkan slogan “Buy
American”.
Proteksi pada hakikatnya adalah usaha-usaha pemerintah untuk membatasi atau
menghalangi impor dari negara-negara lain dengan tujuan untuk kemakmuran
perekonomian negara. Alasan yang mendorong negara melakukan aksi proteksi cukup
banyak dan beragam. Beberapa di antaranya:
Pertama, mengatasi pengangguran. Serangan produk impor terhadap pasar domestik
akan berdampak pada penyempitan pasar bagi produk dalam negeri. Apabila
perusahaan dalam negeri tidak mampu bersaing, pengurangan tenaga kerja akan
dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, langkah-langkah membela produk dalam negeri
dianggap akan membela tenaga kerja dalam negeri.
Kedua, menghindari kemerosotan industri-industri tertentu. Industri-industri di Indonesia
secara umum mengalami penurunan kapasitas produksinya. Permintaan terhadap
produk-produk industri mengalami penurunan seiring dampak krisis keuangan global.
Ketiga, menghindari dumping. Banyak negara-negara yang telah berproduksi lebih,
tetapi pasar dalam negeri tidak mampu menyerapnya. Dengan demikian, negaranegara (perusahaan) itu akan melakukan penjualan murah kepada negara lain.
Pengaruh dari masuknya barang-barang dengan harga murah akan merusak
keseimbangan pasar yang ada di dalam negeri.
Walaupun terkesan malu-malu dan belum kompak, tak terkecuali Indonesia pun
melakukan perlindungan ekonomi dalam negeri. Salah satunya lewat peluncuran
kebijakan oleh Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengenai penggunaan produk-produk
dalam negeri untuk menyelamatkan industri domestik. Pemerintah akan menggenjot
konsumsi dalam negeri dengan melakukan perluasan konsumsi produk dalam negeri di
jajaran pejabat pemerintah, BUMN, dan BUMD. Selain itu, Departemen Perindustrian
merekomendasikan 470 perusahaan produsen barang dan jasa dari 21 kelompok
industri.
Langkah lain sebelumnya pernah ditempuh oleh Menteri Perdagangan Mari Elka
Pangestu. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur mengenai ketentuan
produk impor masuk hanya melalui lima pelabuhan yang telah ditentukan, dan bandara
internasional. Peraturan ini dicanangkan sebagai pencegahan beredarnya produkproduk ilegal.
Disebut belum kompak, karena Fahmi sempat berargumen di media dengan Menteri
Perdagangan Mari Elka Pangestu. Perseteruan antara kedua menteri ini berawal
wawancara yang dilakukan Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Departemen
Perindustrian Fauzi Aziz di Reuters. Fauzi mengatakan Indonesia sebagai suatu negara
akan mengambil langkah-langkah strategis untuk mengamankan pasar dalam negeri.
Pemicu lainnya, rencana pembuatan surat keputusan bersama (SKB) yang diinisiasi
oleh Fahmi Idris, yang rencananya akan ditandatangani oleh sembilan menteri.
“Roh” SKB ini adalah mengamankan perekonomian nasional. SKB ini merupakan
implementasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Fahmi mengaku kecewa terhadap rekan
sejawatnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, yang mempersoalkan
pernyataan Dirjen IKM Departemen Perindustrian Fauzi Aziz di Reuters. Padahal,
perlindungan terhadap industri nasional-lah yang diusungnya.
Sampai saat ini, proteksi yang dilakukan oleh Indonesia masih dalam batas kewajaran,
dalam artian tidak berseberangan dengan World Trade Organization (WTO). Walaupun
protes-protes kecil bermunculan (di antaranya dari Thailand, soal pembatasan produk
impor melalui lima pelabuhan), paling tidak, menurut Deputi Menko Perekonomian
Bidang Perindustrian dan Perdagangan Edy Putra Irawady, proteksi adalah hak kita
untuk melindungi kepentingan nasional dengan alasan kesehatan, keamanan,
lingkungan, konsumen, dan dari perbuatan curang. Dalam WTO ada proteksi yang
halal. Proteksi bisa berbentuk tarif hingga 40 persen, bea masuk antidumping, atau
safeguard. Pihaknya menyadari pemerintah masih minim menerapkan proteksi.
Padahal, WTO memberi ruang kepada suatu negara untuk melakukannya. Tidak perlu
khawatir.
M. Ihsan
( [email protected] )
Tulisan ini dikutip dari majalah Warta Ekonomi edisi 05/XXI/2009 halaman 90. Judul asli
tulisan ini adalah “Proteksionisme ”.