download

URL 09:
Proteksi Kebakaran
Konstruksi Tahan Api
Konsep konstruksi tahan api terkait pada kemampuan dinding luar, lantai dan
atap untuk dapat menahan api di dalam bangunan atau kompartemen. Dahulu,
sistem yang mengukur ketahanan terhadap kebakaran dihitung dalam jumlah
jam, dan kandungan bahan struktur tahan api. Namun sekarang, hal ini dianggap
tidak cukup, dan spesifikasi praktis yang digunakan adalah suatu konstruksi yang
mempunyai tingkat kemampuan untuk bertahan terhadap api. Definisi ini
menyatakan beberapa ketentuan yang terkait pada kemampuan struktur untuk
tahan terhadap api tanpa terjadi perubahan bentuk (deformasi) yang berarti, dan
mencegah menjalarnya api ke seluruh bangunan.
Dengan demikian, setiap komponen bangunan, dinding, lantai, kolom dan balok,
harus dapat tetap bertahan dan dapat menyelamatkan isi bangunan, meskipun
bangunan dalam keadaan terbakar.
Beberapa Cara untuk Menjadikan Baja Tahan terhadap Api
Bahan baja meskipun tidak dapat terbakar (‘fire proof’), tetapi akan meleleh jika
terkena panas yang tinggi (‘non-fire resistant’). Oleh karenanya perlu dilindungi
agar panas yang ditimbulkan oleh api dapat dihambat penjalaran panasnya,
terutama pada kolom bangunan. Untuk balok baja dapat digunakan pendekatan
yang sama, atau menggunakan langit-langit yang dapat mencegah perambatan
api/panas.
Pintu Keluar
Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar, diantaranya:
a. Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.
b. Pintu harus dilengkapi dengan minimal tiga engsel.
c. Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis (‘door
closer’).
d. Pintu dilengkapi dengan tuas/tungkai pembuka pintu yang berada di luar
ruang tangga (kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam
ruang tangga), dan sebaiknya menggunakan tuas pembuka yang
memudahkan, terutama dalam keadaan panik (‘panic bar’).
e. Pintu dilengkapi tanda peringatan: “TANGGA DARURAT – TUTUP
KEMBALI”)
f. Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m 2
dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu.
g. Pintu harus dicat dengan warna merah.
Penutup Pintu Otomatis
('Door Closer')
Kaca Tahan Api
(maksimum 1 m2)
Engsel
(min. 3 buah)
Tanda Peringatan:
"Pintu Darurat - Tutup Kembali"
Tungkai Pembuka Pintu
('Panic Bar')
Pintu Darurat
Koridor dan Jalan Keluar
Pada koridor dan jalur keluar harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan
arah dan lokasi pintu keluar. Tanda ‘EXIT’ atau ‘EKSIT’ dengan anak panah,
yang menunjukkan arah menuju pintu keluar atau tangga kebakaran/darurat, dan
harus ditempatkan pada setiap lokasi di mana pintu keluar terdekat tidak dapat
langsung terlihat.
Tanda ‘EXIT’ harus dapat dilihat dengan jelas, diberi lampu yang menyala pada
kondisi darurat dengan kuat cahaya tidak kurang dari 50 lux dengan luas tanda
minimum 155 cm2 dan ketinggian huruf tidak kurang dari 15 cm (tebal huruf
minimum 2 cm.).
Lebar dan jumlah pintu darurat dapat dihitung dengan menggunakan diagram
yang tertera pada Gambar berikut ini:
Lokasi Tanda EKSIT
Kompartemen
Kompartemen merupakan konsep yang penting dalam usaha penyelamatan
manusia dalam menghadapi bahaya kebakaran. Gagasan dasarnya adalah
untuk menahan dan membatasi penjalaran api agar dapat melindungi
penghuni/pengguna bangunan dan barang-barang dalam bangunan untuk tidak
secara langsung bersentuhan dengan sumber api. Pada bangunan tinggi, di
mana tidak mungkin mengevakuasi seluruh orang dalam gedung dengan cepat,
maka kompartemen dapat menyediakan penampungan sementara bagi
penghuni/pengguna bangunan untuk menunggu sampai api dipadamkan atau
jalur menuju pintu keluar sudah aman.
Ruang
Penampungan
Sementara Kompartemen
Tangga Darurat/Kebakaran
Koridor
Kompartemen untuk Penyandang Cacat/Tuna Daksa
Evakuasi Darurat
a. Tangga Darurat/Tangga Kebakaran
Penempatan Peralatan Tekanan Udara
Pada saat kebakaran atau kondisi darurat, terutama pada bangunan tinggi,
tangga kedap api/asap merupakan tempat yang paling aman dan harus bebas
dari gas panas dan beracun. Ruang tangga yang bertekanan (‘presurized stair
well’) diaktifkan secara otomatis pada saat kebakaran. Pengisian ruang tangga
dengan udara segar bertekanan positif akan mencegah menjalarnya asap dari
lokasi yang terbakar ke dalam ruang tangga. Tekanan udara dalam ruang tangga
tidak boleh melampaui batas aman, karena jika tekanan udara dalam ruang
tangga terlalu tinggi, maka akan menyebabkan pintu tangga sulit/tidak dapat
dibuka. Pada gedung yang sangat tinggi perlu ditempatkan beberapa kipas
udara (‘blower’) untuk memastikan bahwa udara segar yang masuk ke dalam
ruang tangga jauh dari kemungkinan masuknya asap. Di samping itu, pada
bangunan yang sangat tinggi perlu dilengkapi dengan lif kebakaran.
Jendela Khusus
RUANG LUAR
Pintu Tahan Api
LOBBY TANGGA & LIFT
KEBAKARAN
minimum 2,50 meter
LIFT KEBAKARAN
TANGGA KEBAKARAN
Lampu
Darurat
Dinding Tahan Api
KOTAK
HIDRAN
Tangga dan Lif Kebakaran
b. Evakuasi Darurat pada Bangunan Tinggi
Dengan makin banyaknya ancaman bahaya teror pada bangunan tinggi, maka
perlu dicari upaya untuk dapat mengevakuasi 5.000 orang dalam waktu kurang
dari 30 menit tanpa menggunakan tangga atau lif.
Suatu sistem yang dikembangkan baru-baru ini di Amerika Serikat merupakan
fasilitas evakuasi, sebagai uapaya yang terakhir, jika orang terperangkap pada
bangunan tinggi.
Teknologi ini bergantung pada tahanan udara dinamik. Pada saat evakuasi
darurat, di mana tangga dan lif tidak lagi berfungsi, maka penghuni/pengguna
bangunan akan menggunakan sejenis ‘sabuk pengaman’ yang dikaitkan pada
gulungan kabel. Begitu gulungan ini terkunci pada ‘sistem inti’, yang merupakan
perangkat kipas udara yang kokoh dan diangkur pada bangunan, maka orang
dapat melompat dan mendarat di tanah dengan selamat. Tahanan dari bilah
baling-baling kipas udara akan berputar pada saat gulungan kabel terurai pada
kecepatan di bawah 3,7 meter/detik.
Sistem Evakuasi Darurat
‘Sistem inti’ yang terlihat pada Gambar di atas ini terdiri dari kipas udara dengan
empat bilah baling-baling yang lebarnya 30 cm. di mana ujung yang satu terkunci
pada sumbu gulungan. Rangka utama ini dilengkapi dengan landasan luncur
yang menjorok sekitar 30 cm. keluar bukaan jendela atau balkon.Orang dengan
berat sekitar 45 kilogram akan mendarat pada kecepatan 2,4, sampai 2,7
meter/detik, sama dengan kecepatan orang melompat dari ketinggian kursi.
Setiap orang memmiliki gulungannya masing-masing dan akan terlepas dengan
sendirinya begitu orang tersebut tiba di tanah, sehingga gulungan kabel dapat
digunakan oleh orang berikutnya.
‘Chute System’
Evakuasi darurat lain yang dapat digunakan adalah menggunakan semacam
‘kantong peluncur’ (‘chute system’) yang ditempatkan pada ruang tangga.
Dengan adanya sistem ini orang dapat memilih keluar bangunan melalui tangga
darurat atau menggunakan ‘kantong peluncur. ‘Chute system’ ini aman bagi
orang cacat, orang lanjut usia, dan ibu yang sedang hamil, untuk tiba di lantai
dasar dengan aman dan cepat.
Pengendalian Asap
Asap menjalar akibat perbedaan tekanan yang disebabkan adanya perbedaan
suhu ruangan. Pada bangunan tinggi perambatan asap juga disebabkan oleh
dampak timbunan asap yang mencari jalan keluar dan dapat tersedot melalui
lubang vertikal yang ada, seperti ruang tangga, ruang luncur lift, ruang saluran
vertikal/saf (‘shaft’) atau atrium. Perambatan ini dapat pula melalui saluran tata
udara yang ada dalam bangunan.
Pengalaman menunjukkan bahwa ruang yang luas, seperti pusat perbelanjaan,
mal, bioskop dan ruang pertemuan/konvensi, berpeluang untuk menghasilkan
timbunan asap dan panas pada waktu terjadi kebakaran. Pada situasi seperti ini,
asap dapat menjalar secara horizontal, menghalangi petugas pemadam
kebakaran dan menyebabkan terjadinya panas lebih awal sebelum api menjalar
ke tempat itu. Asap panas dapat menimbulkan titik api baru dan mengurangi
efektivitas sistem sprinkler. Untuk mencegah terjadinya penjalaran asap secara
horizontal dalam gedung perlu dipasang penghalang.
Tirai Penghalang Asap
Mengalirkan asap dari dalam gedung akan mengurangi bahaya bagi petugas
pemadam kebakaran dan akan mempercepat pencarian sumber api. Pengeluran
asap melalui atap akan menyebabkan terjadinya pertukaran udara yang lebih
dingin berasal dari luar yang masuk dari lantai yang lebih rendah. Masuknya
udara segar ini akan menyebabkan api bertambah besar (adanya tambahan
pasokan oksigen). Hal ini tentunya bukan sesuatu hal yang dilematis, karena
pertimbangan utama adalah mengurangi jumlah asap dalam bangunan dan
memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk dapat melihat dengan lebih
jelas, sehingga mengetahui dengan pasti permasalahan yang dihadapi. Adanya
pengaliran asap memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk
mengendalikan api tanpa kesulitan pandangan. Di samping itu, bekerja pada
kondisi yang lebih dingin tanpa menggunakan alat bantu pernapasan akan lebih
memudahkan pekerjaan pemadaman api.
Beberapa media yang dapat digunakan untuk mengendalikan asap sangat
tergantung dari fungsi dan luas bangunan, diantaranya:
a. Jendela, pintu, dinding/partisi dan lain-lain yang dapat dibuka sebanding
dengan 10% luas lantai.
b. Saluran ventilasi udara yang merupakan sistem pengendalian asap otomatis.
Sistem ini dapat berupa bagian dari sistem tata udara atau ventilasi dengan
peralatan mekanis (‘exhaust fan’ atau ‘blower’) sebagaimana terlihat pada
gambar terdahulu
c. Ventilasi di atap gedung, dapat secara permanen terbuka atau dibuka dengan
alat bantu tertentu atau terbuka secara otomatis.
d. Sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara di atas bangunan.
Pengendalian Asap pada Bangunan Tinggi
Ventilasi Atap Bangunan
Dimensi Minimum Atrium
Sebelum tahun 1982, atrium dilarang pada bangunan tinggi, karena dikuatirkan
atrium dapat menjadi ‘cerobong asap’ bagi penjalaran api dan asap ke seluruh
bangunan. Tetapi sekarang banyak bangunan tinggi mempunyai atrium
didalamnya. Hal ini diijinkan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagaimana
terlihat pada di atas. Di samping itu, ada tambahan persyaratan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan pintu
tahan api.
b. Bangunan dengan fungsi hotel, apartemen dan asrama hanya boleh
mempunyai atrium maksimal 110 m2 dan dilengkapi dengan pintu keluar
yang tidak menuju atrium.
c. Adanya pemisahan vertikal, sehingga lubang atrium maksimal terbuka
setinggi tiga lantai.
d. Pemisahan vertikal ini berlaku pula bagi ruang pertemuan dengan
kapasitas 300 orang atau lebih dan perkantoran yang berada di bawah
apartemen, hotel atau asrama.
e. Mesanin dibuat dengan bahan yang tahan api sekurang-kurangnya dua
jam.
f. Ruangan yang bersebelahan dengan mesanin dibuat dengan bahan tahan
api sekurang-kurangnya satu jam.
g. Jarak dari lantai dasar ke lantai mesanin sekurang-kurangnya 2,2 meter.
h. Mesanin tidak boleh terdiri dari dua lantai.
i.
10% dari luas mesanin dapat ditutup (misalnya untuk kamar kecil, ruang
utilitas dan kompartemen).
j. Ruang mesanin yang tertutup harus mempunyai dua pintu keluar.
k. Jarak tempuh antar pintu keluar maksimum 35 meter.
Beberapa tipikal tangga kedap asap, baik yang menggunakan ventilasi alamiah
maupun dengan ventilasi mekanik.
Tangga
C
D
D
min.
180
cm
A
a. Tangga Kedap Asap dengan Ventilasi Alamiah
A
Tangga
Balkon
Terbuka
D
B
min. 3 meter dari Bukaan
yang Tidak Dilindungi
b. Tangga Kedap Asap dengan Ventilasi Alamiah dan Balkon
Tangga
C
A
D
min. 180 cm
c. Tangga Kedap Asap dengan Ventilasi Mekanis
Catatan:
A : Pintu Tahan Api – 1,5 jam
B : Pintu Tahan Api – 1,0 jam
C : Pintu Tahan Api – 30 menit
Saluran Udara
Ventilasi Mekanik
D : Dinding Tahan Api – 2 jam
Tipikal Tangga Kedap Asap
Pengendalian asap dapat dilakukan dengan bebarapa cara:
a.
b.
c.
d.
Dengan jendela dan pintu yang dapat dibuka (Sistem ‘A’)
Terintegrasi dengan sistem tata udara (Sistem ‘B’)
Menggunakan ventilasi atap (Sistem ‘C’)
Penghisapan asap melalui saluran udara buang (‘exhaust fan’) di atas
bangunan (sistem ‘D’).
Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran Aktif
Tinggi bangunan merupakan faktor utama dalam penanggulangan bahaya
kebakaran. Di beberapa negara, bangunan yang mempunyai ketinggian
maksimum 25 meter dapat dengan mudah dipadamkan dari luar dengan
menggunakan tangga dan selang penyemprot yang dibawa oleh petugas
pemadam kebakaran. Untuk bangunan yang tingginya melebihi 25 meter,
pemadamannya perlu dilakukan dari dalam gedung. Oleh karena itu, bangunan
yang tingginya lebih dari 25 meter perlu dilengkapi dengan penyembur air
(‘sprinkler’) yang bekerja secara otomatis, dan disediakan lift darurat yang dapat
digunakan oleh petugas pemadam kebakaran.
Alat Penginderaan/Peringatan Dini (‘Detektor’)
Kecepatan evakuasi orang pada bangunan pada saat kebakaran baru saja
terjadi, akan mengurangi kemungkinan penghuni/pengguna bangunan yang
celaka/luka. Untuk keperluan ini, detektor asap dan panas akan memberikan
peringatan dini dan dengan demikian memberikan banyak manfaat pada
bangunan, karena biasanya evakuasi orang keluar gedung umumnya
membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Jenis-Jenis Peringatan Dini Bahaya Kebakaran
Ada beberapa jenis detektor yang dapat digunakan dalam gedung. Detektor
ionisasi, umumnya ditempatkan di dapur atau ruangan yang berisi gas yang
mudah terbakar/atau meledak. Detektor ini akan memberikan peringatan jika
terjadi kebocoran gas pada tingkat tertentu, sebelum terjadinya kebakaran.
Detektor asap, merupakan alat yang diaktifkan oleh photoelektrik/
photoelektronik atau sel ion sebagai sensornya, sedang detektor panas terdiri
dari sebuah elemen yang sensitif terhadap perubahan suhu dalam ruangan,
yang diaktifkan oleh sirkuit elektronik. Selanjutnya, detektor ini dihubungkan
dengan alarm dan juga papan indikator untuk mengetahui lokasi sumber api.
Hidran dan Selang Kebakaran
Jika kebakaran diketahui secara lebih awal, maka kebakaran yang terjadi dapat
ditanggulangi oleh penghuni/pengguna bangunan itu sendiri, sebelum api
menjadi besar dan tak terkendali. Sangat penting untuk segera memberitahukan
barisan/unit pemadam kebakaran tentang adanya suatu kebakaran. Pemadam
Api Ringan (PAR – ‘Fire Extinghuiser’) telah membuktikan manfaat bagi
penggunaan praktis oleh orang sebagai pencegah kebakaran kecil, termasuk
oleh orang yang tidak berpengalaman.
Berdasarkan lokasi penempatan, jenis hidran kebakaran dibagi atas:
1) Hidran Bangunan (Kotak Hidran – ‘Box Hydrant’)
Lokasi dan jumlah hidran dalam bangunan diperlukan untuk menentukan
kapasitas pompa yang digunakan untuk menyemprotkan air. Hidran perlu
ditempatkan pada jarak 35 meter satu dengan lainnya, karena panjang
selang kebakaran dalam kotak hidran 30 meter dan ditambah sekitar 5 meter
jarak semprotan air. Pada atap bangunan yang tingginya lebih dari 8 lantai
perlu disediakan hidran untuk mencegah menjalarnya api ke bangunan yang
bersebelahan.
Kotak Hidran
Hidran/selang kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah terjangkau
dan relatif aman, umumnya diletakkan di dekat pintu darurat.
S alu ran U d ara T ekan
K o tak
H id ran
P ip a
K eb akaran
m in . 120 cm
Tipikal Letak Pipa Kebakaran dan Kotak Hidran
2) Hidran Halaman (‘Pole Hydrant’)
Hidran ditempatkan di luar bangunan pada lokasi yang aman dari api
(Gambar 7.18.) dan untuk menyalurkan pasokan air kedalam bangunan
dilakukan dengan melalui katup ‘Siamese’
Jarak Aman Hidran Halaman
Hidran Halaman dan Katup ‘Siamese’
3) Hidran Kota (‘Fire Hydrant’)
Hidran kota bentuknya sama dengan Hidran halaman, tetapi mempunyai dua
atau tiga lubang untuk selang kebakaran.
Komponen hidran kebakaran terdiri dari: sumber air, pompa-pompa kebakaran,
selang kebakaran, penyambung dan perlengkapan lainnya.
Untuk hidran kebakaran diperlukan persyaratan teknis sesuai ketentuan, sebagai
berikut:
1) Sumber persediaan air untuk hidran harus diperhitungkan minimum untuk
pemakaian selama 30 menit.
2) Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik
tersendiri dan sumber daya listrik darurat.
3) Selang kebakaran dengan diameter minimum 1,5 inci (3,8 cm.) harus terbuat
dari bahan yang tahan panas, dengan panjang maksimum 30 meter.
4) Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari
Barisan/Unit Pemadam Kebakaran.
5) Semua peralatan hidran harus dicat dengan warna merah.
Selanjutnya, pemasangan hidran kebakaran juga perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pipa pemancar harus sudah terpasang pada selang kebakaran.
2) Hidran bangunan yang menggunakan pipa tegak (‘riser’) ukuran 6 inci (15
cm) harus dilengkapi dengan kopling ‘outlet’ dengan diameter 2,5 inci yang
bentuk dan ukurannya sama dengan kopling dari barisan/unit pemadam
kebakaran dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapakai oleh petugas
pemadam kebakaran.
3) Hidran halaman harus disambungkan dengan pipa induk dengan ukuran
diameternya minimum 6 inci (15 cm.) dan mampu mengalirkan air 1.000
liter/menit. Maksimal jarak antar hidran adalah 200 meter dan penempatan
hidran harus mudah dicapai oleh mobil pemadam kebakaran.
4) Hidran halaman yang mempunyai dua kopling ‘outlet’ harus menggunakan
katub pembuka dengan diameter 4 inci (10 cm.) dan yang mempunyai tiga
kopling ‘outlet’ harus menggunakan katup pembuka dengan diamter 6 inci (15
cm.).
5) Kotak hidran bangunan harus mudah dibuka, dapat terlihat dan terjangkau
dan tidak terhalang oleh benda apapun.
Sprinkler
Untuk gedung yang tidak secara terus menerus digunakan, peringatan dini
kebakaran dengan menggunakan peralatan otomatis sangat diperlukan, agar
barisan/unit pemadam kebakaran dapat segera menanggulangi kebakaran yang
terjadi. Penyembur air/gas (‘sprinkler’) menyediakan suatu bentuk peringatan
dan terbukti merupakan alat pencegah/pemadam api yang baik, sebelum api
menjadi besar dan tak terkendali serta menimbulkan banyak kerugian pada
manusia, bangunan dan isinya. Pada banyak bengunan tinggi, sprinkler ini
memberikan reaksi (‘response’) yang cepat pada saat terjadinya api dan
memberikan waktu yang cukup bagi penghuni/pengguna bangunan untuk
mengatur proses evakuasi.
Air tidak selalu cocok untuk memadamkan api yang berasal dari cairan yang
berat jenisnya lebih ringan dari air (seperti: bensin dan spritus/alkohol), atau api
yang disebabkan oleh arus pendek listrik, karena dapat membahayakan orang
akibat sengatan listrik. Air juga dapat merusak isi bangunan (misalnya: buku dan
alat-alat elektronik). Oleh karenanya, tempat penyimpanan benda-benda seni,
penggunaan busa, zat kimia kering dan karbon dioksida (CO 2) mungkin lebih
cocok untuk memadamkan api.
p
Sprinkler
Di beberapa negara maju, sprinkler otomatis disyaratkan untuk dipasangkan
pada bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter. Di Indonesia, paduan
pemasangan sistem sprinkler untuk pencegahan bahaya kebakaran untuk
bangunan ditentukan berdasarkan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia
(SKBI): 3.4.53.1987 yang disahkan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
nomor 378/KPTS/1987.
Sprinkler dipasang pada jarak tertentu dan dihubungkan dengan jaringan pipa air
bertekanan tinggi (minimum 0,5 kg/cm2). Kepala sprinkler dirancang untuk
berfungsi jika mencapai suhu tertentu. Umumnya dirancang untuk suhu 68o C
dan air akan memancar pada radius sekitar 3,50 meter. Suhu kerja sprinkler
dapat dilihat dari warna cairan yang ada dalam tabung gelas pada Kepala
Sprinkler atau untuk sprinkler yang menggunakan segel.
Warna Cairan Tabung Gelas Sprinkler
------------------------------------------------------------------------------Warna Cairan
Suhu Pecah Tabung
-------------------------------------------------------------------------------Jingga
57o C
Merah
68o C
Kuning
79o C
Hijau
93o C
Biru
141o C
Ungu
182o C
o
Hitam
204 C / 260o C
----------------------------------------------------------------------------------
. Warna Segel Sprinkler
----------------------------------------------------------------------------Warna Segel
Suhu Leleh Segel
----------------------------------------------------------------------------Tak Berwarna
68o C / 74o C
Putih
93o C
Biru
141o C
Kuning
182o C
Merah
227o C
-----------------------------------------------------------------------------Jika sprinkler bekerja, tekanan air dalam pipa akan turun, dan sensor otomatis
akan memberi tanda bahaya (‘alarm’) dan lokasi yang terbakar akan terlihat pada
panel pengendalian kebakaran. Meskipun sistem sprinkler tidak pernah aktif
untuk jangka waktu yang cukup panjang, namun sistem tersebut harus selalu
dalam keadaan siap jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan dan latihan kebakaran secara berkala.
a
b
c
d
Susunan Pipa Cabang Sprinkler
Susunan pemasangan pipa sprinkler dapat berupa:
a. Susunan
tengah
b. Susunan
ujung
c. Susunan
tengah
d. Susunan
ujung
cabang tunggal dengan kepala sprinkler dan pemasokan air di
cabang tunggal dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
cabang ganda denga tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di
Pasokan Air
Pada kota-kota besar, diperlukan air untuk keperluan hidran, selang kebakaran
dan sistem sprinkler yang dapat dipasok dari jaringan pipa air di jalan-jalan
utama. Untuk keperluan praktis, air dapat diperoleh dengan menyedot air dari
kolam renang, waduk, saluran riol kota atau sungai. Pengambilan air laut juga
cukup efektif, asal saja pipa yang digunakan telah dipertimbangkan terhadap
kemungkinan terjadinya korosi. Pada daerah pinggiran kota, di mana kadang
kala pipa distribusi air pada jalan-jalan utama belum tersedia, maka tangki
persediaan air atau bendungan dengan kapasitas penyimpanan yang cukup
besar diperlukan untuk dapat memadamkan api, jika terjadi kebakaran.
Sejumlah cadangan air diperlukan untuk hidran dan sistem sprinkler, dan
umumnya disimpan dalam tempat penyimpanan air tertentu (‘reservoir’). Jika
dimungkinkan/diijinkan, suatu tangki penyimpanan air dapat difungsikan ganda,
baik untuk keperluan keseharian maupun untuk keperluan pemadaman api. Agar
supaya di dalam tangki selalu tetap tersedia cadangan air yang dapat
dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran, maka lubang pasokan
(‘outlet’) untuk kebutuhan keseharian dibedakan dengan yang untuk keperluan
pemadaman api.
P elam p u n g
AIR
U n tu k
K ep erlu an
K eseh arian
C ad an g an P ersed iaan Air
U n tu k
K ep erlu an
P em ad am an
K eb akaran
P aso kan Air
U n tu k
K ep erlu an
P en g u rasan
. Tangki Penyimpanan Air Berfungsi Ganda
Pasokan air dari luar harus ditanam di dalam tanah dan jika seandainya
dipasang di atas permukaan tanah, maka pipa perlu ditopang oleh struktur yang
tidak runtuh pada saat terjadi kebakaran.
a. Tangki Air
Untuk bangunan tinggi, diperlukan tangki air di atas bangunan untuk
menyediakan air dengan tekanan tinggi yang dibutuhkan untuk penyemprotan
melalui hidran dibawahnya. Air tersimpan di dalam tangki harus cukup untuk
kebutuhan awal terjadinya api (sekitar 30 menit), di mana waktu itu diperkirakan
cukup bagi mobil barisan/unit pemadam kebakaran untuk melakukan persiapan.
Tangki dengan kapasitas 25 m3 cukup untuk memasok kebutuhan dua hidran
yang beroperasi selama sekitar 30 menit.
b. Tekanan Air
Tekanan air di berbagai lokasi kota berbeda. Pada umumnya tekanan air tidak
cukup kuat untuk hidran/selang kebakaran yang ditempatkan pada ketinggian
lebih dari 14 meter dari permukaan tanah. Untuk kondisi ini, pompa sangat
diperlukan untuk memberikan tekanan yang cukup. Pada lokasi di mana pasokan
air tidak cukup, maka tangki air di atas bangunan dan pompa tekan (‘booster
pump’) diperlukan untuk bangunan yang mempunyai ketinggian kurang dari 25
meter.
Untuk efektivitas pengoperasian, tekanan hidran harus dapat menjangkau
ketinggian antara 26 – 66 meter (0,5 kg/cm2). Jika tekanan air terlalu rendah,
jarak semprotan air menjadi pendek, sebaliknya jika tekanan terlalu tinggi, selang
sulit dikendalikan. Pada bangunan yang sangat tinggi (> 40 meter), tekanan
hidran perlu dibagi dalam tingkatan agar memenuhi kriteria yang disyaratkan.
Tekanan air pada lantai atau satu lantai di bawah tangki air ditempatkan,
biasanya lebih rendah dari yang disyaratkan bagi pengoperasian hidran. Untuk
itu pompa diesel diperlukan untuk memberikan tambahan tekanan air.
Untuk bangunan yang tingginya lebih dari 14 meter, perlu ditempatkan
penghubung hidran (‘Siamese’) di luar bangunan, agar petugas pemadam
kebakaran dapat menghubungkan selang ke peralatan di mobil pemadam
kebakaran, sehingga jumlah dan tekanan air yang masuk ke dalam
instalasi/jaringan hidran di dalam bangunan dapat ditingkatkan.
Perancangan Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Rancangan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran terpadu perlu
mengikuti setiap langkah yang ditentukan yang urutannya adalah sebagai
berikut:
a. Tentukan sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang
dibutuhkan oleh suatu bangunan.
b. Hitung luasan lantai bangunan agar dapat ditentukan volume tangki
persediaan air, ruangan pusat pengendalian kebakaran, ruang pompa, dan
sebagainya.
c. Padukan seluruhan sistem pencegahan dan pengendalian kebakaran dengan
sistem bangunan lainnya (arsitektural, struktural dan utilitas lainnya).
Pemasangan detektor panas harus memenuhi persyaratan:
a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langitlangit.
b. Pada satu kelompok sistem ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3,00 meter.
d. Jarak antar detektor tidak lebih dari 7,00 meter untuk ruang aktif, dan tidak
lebih dari 10,00 meter untuk ruang sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m 2
luas lantai.
g. Di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detektor
untuk setiap jarak memanjang 9,00 meter.
Pemasangan detektor asap harus memenuhi persyaratan:
a. Untuk setiap luas lantai 92 m2.
b. Jarak antar detektor maksimum 12,00 meter di dalam ruang aktif dan 18,00
meter untuk ruang sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6,00 meter untuk ruang aktif dan
12,00 meter untuk ruang sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi maksimum 20 buah detektor untuk
melindungi ruangan seluas 2.000 m2.
Pemasangan detektor api harus memenuhi persyaratan:
a. Setiap kelompok dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di ruang luar, harus terbuat dari bahan yang tahan
karat, tahan pengaruh angin dan getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tanda bahaya palsu.
Pemasangan pengendalian asap pada bangunan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Bangunan berlantai satu
Menggunakan Sistem ‘A’, ‘B’, ‘C’ atau ‘D’, jika luasnya kurang dari 1.000 m 2,
dan jika luasnya lebih dari 1.000 m2, maka sistem ‘A’ tidak dapat digunakan.
b. Bangunan tinggi
Menggunakan sistem ‘A’ atau ‘B’, jika luasnya kurang dari 1.000 m 2 dan
ketinggian bangunan kurang dari 25 meter, tetapi jika luasnya lebih dari 1.000
m2, maka digunakan sistem ‘B’.
c. Mal dan pusat perbelanjaan tertutup
Menggunakan sistem ‘D’, jika panjang mal lebih dari 40 meter dan jika luas
toko-toko yang berorientasi ke dalam mal lebih dari 500 m 2. Sistem ‘C’ atau
‘D’ boleh digunakan jika tinggi bangunan kurang dari 14 meter.
d. Bangunan dengan atrium
Sistem ‘D’ dapat digunakan jika atrium menghubungkan lebih dari dua lantai,
sedang sistem ‘C’ atau ‘D’ digunakan untuk bangunan dengan tinggi kurang
dari 14 meter.
e. Bioskop, teater, ruang publik, hall atau lobby
Menggunakan sistem ‘D’, jika luas panggung pertunjukkan lebih dari 200 m 2,
dan menggunakan sistem ‘C’ atau ‘D’, jika bangunan kurang dari 14 meter.
Alat Pemadam Api Ringan (PAR) harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mudah dilihat dan dicapai serta tidak terhalang. Untuk semua jenis PAR yang
biasanya dikemas dalam bentuk tabung harus memenuhi syarat sebagai berikut: