Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI CELAH PEMISAH (DELATASI = SEISMIC JOINT = EXPANSION JOINT) Disusun oleh : Ir. Riyadi Ismanto, M.Arch. (Dosen Tetap Arsitektur FT. UKI) Celah pemisah/delatasi adalah pemisahan atau pemotongan sistem struktur pada bagianbagian tertentu pada arah memanjang bangunan untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada bangunan akibat beban atau gaya-gaya luar yang bekerja pada bangunan, misalnya :gempa bumi , angin, temperatur, pergerakan lapisan tanah, proses pemadatan tanah yang tidak stabil, beban dinamis kendaraan atau mesin. Pemisahan itu sendiri dimaksudkan untuk mengantisipasi pergerakan massa bangunan pada arah horizontal maupun vertikal. Delatasi umumnya pemisahan elemen struktur yang bekerja pada arah horizontal seperti pada bagian balok, plat lantai, sistem pondasi, sloof, lantai basemen, dinding basemen. Delatasi tidak saja memisahkan elemen struktur bangunan, tetapi memisahkan pula elemen finishing non-struktural pada bangunan, seperti dinding dan kulit bangunan (facade). Hal ini karena pergerakan massa bangunan juga terjadi pada elemen non-struktural seperti dinding dan kulit bangunan. Pemilihan untuk menentukan tempat garis batas dimana delatasi itu akan ditentukan sangat bergantung kepada bentuk gubahan massa atau konfigurasi massa bangunan yang dirancang dan aspek lain seperti kondisi lahan, topografi dan geografisnya. Umumnya celah pemisah diberikan pada massa bangunan yang terlalu besar, panjang, bentuk-bentuk patahan atau tinggi rendahnya bangunan. Pemakain sistem delatasi tidak saja pada bangunan gedung akan tetapi juga pada bendungan, jalan layang, jembatan-jembatan, talut/retaining wall, dsb. Penjelasan berikut adalah pada kasus dimana delatasi itu diberikan : 1. Massa Bangunan Terlalu Panjang. Konfigurasi atau bentuk massa bangunan terlalu panjang sangat beresiko tinggi mengalami kerusakan akibat beban-beban luar baik gaya arah vertikal ataupun horizontal. 1.1. Beban Termis Pada hakekatnya setiap benda (massa) akan mengalami pemuaian akibat panas yang diterimanya. Hal ini juga dialami massa bangunan terlebih bangunan dengan menggunakan material yang mudah memuai atau memiliki angka indeks pemuaian yang besar, seperti logam baja, alumunium, kaca. Proses pemuaian dapat menimbulkan retak-retak rambut, pecah-pecah pada beton atau material lainnya. Pemuaian dapat terjadi dengan merata atau tidak merata pada seluruh bagian bangunan, dapat disebabkan letak bangunan terhadap sumber panas matahari, sebagai contoh dampak akibat panas matahari pagi dan sore hari berpengaruh pada bagian-bagiann tertentu dari bangunan yang memuai. Idealnya panjang bangunan kurang lebih 60 – 70 M , lebih dari ini bangunan perlu diberi delatasi. Gambar Sketsa : 1 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI Delatasi 1.2. Pengaruh Terhadap Gaya Gempa (Horizontal). Pada massa bangunan terlalu panjang beban yang bekerja pada kedua ujung yang berbeda dapat menyebabkan pergerakan yang berbeda. Faktor keseimbangan/simetri massa bangunan, kekakuan, perletakan dinding kaku yang tidak simetri dapat menambah perilaku struktur lebih tidak beraturan sehingga dapat menimbulkan kerusakan karena gaya-gaya gempa yang direspons struktur tidak merata dikedua ujung-ujungnya. Bagian yang mengalami kerusakan pada bagian tengah massa atau bagian yang lemah dari bangunan. Gambar Sketsa : Denah Massa A B Seismic Joint; antisipasi mengurangi kerusakan akibat gempa. A A AA B B 2. Massa Bangunan Terlalu Besar. 2 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI Bentuk massa bangunan terlalu besar perlu diberikan delatasi dengan cara memilah bangunan menjadi beberapa bagian yang relatif lebih kecil. Hal ini untuk menghindarkan patahan atau penurunan yang di akibatkan tanah tidak stabil yang mengganggu sistem pondasi. Untuk bangunan dengan massa besar bisa terjadi kekuatan sisi satu dengan lainnya berbeda beda. Sebagai contoh bangunan dengan ukuran besar adalah, stadion sepak bola, mal, mesjid, gedung pertemuan, konferensi, dsb. 160 m Gambar Sketsa : Massa Bangunan Besar Garis delatasi 120 m 3. Perbedaan Ketinggian Massa Bangunan. Delatasi dalam kasus ini adalah untuk menghindari beban akibat gesekan atau benturan akibat perbedaan besar atau ketinggian massa bangunan yang berdekatan. Semakin tinggi bangunan semakin besar simpangan deviasi masa bangunan terutama bagian puncaknya. Sementara bangunan dengan massa pendek akan tetapi cukup panjang akan memuai lebih besar sehingga pergerakan ayunan massa tinggi dan pemuaian massa panjang ini dapat menyebabkan dua massa bangunan berbenturan/bergesekan atau saling tertarik.Untuk itu perlu diberi jarak yang cukup. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat perilaku struktur dalam ilustrasi sketsa dibawah ini. Gambar Sketsa : A B Dalam sketsa diatas ini massa bangunan yang lebih tinggi bergerak kearah kanan sehingga menimbulkan gesekan atau benturan pada bagian bawah bangunan. A Delatasi (Tertarik) Delatasi ( Benturan) 3 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI B Terbentur atau tertariknya antara massa A dan B dapat menimbulkan kerusakan struktural pada sisi bagian A (tinggi) yaitu pada dinding, kolom dan plat lantai pada bagian bawah massa bangunan. Dalam ilustrasi gambar-gambar sketsa di bawah ini adalah menggambarkan perilaku sistem struktur dua buah bangunan dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar. Ketika terjadi beban dari luar seperti gempa yang menyebabkan ”ground motion”, beban angin yang sangat besar atau penurunan tanah maka struktur akan merespons seperti gambar berikut. Gambar Sketsa : Ground Motion Ground Motion Resonansi Rotasi Settlement Ground Motion 4 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI A B Massa Mengalami Torsi 4. Untuk Mengatasi “Differential Settlement” “Different Settlement” adalah proses penurunan tanah akibat proses alam ataupun akibat pembebanan massa bangunan diatasnya. Penurunan dapat terjadi akibat getaran gempa, aliran air tanah, getaran dinamis alat-alat mesin, dsb. Penurunan tersebut adalah kasus dimana lapisan tanah mengalami pergerakan turun yang menyebakan bangunan turut mengalami penurunan secara relatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini mungkin terjadi karena adanya berat massa/bangunan yang membebankan tanah tersebut sehingga dapat menimbulkan proses pemadatan atau perubahan kepadatan struktur lapisan tanah. Fenomena ini harus diantisipasi dalam mendisain konfigurasi bentuk ataupun gubahan massa bangunan sehingga kalaupun penurunan tanah tidak dapat dihindarkan akibat sampingan yang akan terjadi sudah diantisipasi untuk mengurangi kerusakan yang lebih besar. Tinggi rendah massa, besar kecil, ragam bentuk, ringan dan berat, panjang dan pendeknya suatu massa bangunan serta kondisi lahan adalah hal-hal yang perlu dipertimbangnan pada proses awal merancang konsep bentuk bangunan. Sebagai ilustrasi dapat diperhatikan gambar-gambar berikut. Gambar Sketsa : A Rela tif lebih berat Antara massa bangunan Tinggi dan Podium rendah atau lebar perlu diberi jarak dan dipisahkan secara ikatan struktural. B Massa relatif lebih ringan Pondasi Dangkal Pondasi Dalam Pemecahan disain yang diperlukan dalam kasus ini adalah dengan memberikan celah pemisah. Jika massa bangunan podium sangat besar dan mengelilingi bangunan menara “tower” delatasi diberikan dengan mengelilingi massa bangunan tinggi tersebut hingga sistem pondasi dan basemen. 5 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI Penurunan ini tidak terlalu berpengaruh pada kerusakan bangunan diatasnya jika penurunan yang terjadi merata atau sudah diperkirakan akan turun karena berat massa diatasnya. Akan tetapi jika penurunan lapisan tanah tidak merata dapat menyebabkan posisi bangunan miring, atau adanya pondasi, sloof patah atau tergantung sehingga beban harus dipikul komponen struktur yang lain. Gambar Sketsa : Delatasi ; dapat mengurangi kerusakan lebih parah akibat tertariknya sistem struktur secara keseluruhan. Kasus penurunan tanah dapat tejadi pula pada sistem struktur dengan portal bentangan sangat lebar seperti hanggar, pabrik, dsb. Hal ini mungkin terjadi karena struktur atau kekuatan tumpuan kolom-kolom portal yang berjauhan dapat berbeda sehingga dapat menimbulkan kemiringan pada portal. Akibat lebih lanjut adalah elemen-elemen finishing atau non-struktural dapat mengalami kerusakan karena pergerakan yang terjadi, seperti dinding retak, kaca pecah, sloof patah, atap pecah (fiber glass), sambungan-sambungan struktur lepas atau patah. Pemecahan secara struktur adalah memantapkan tanah tempat dudukan pondasi agar kuat dan stabil, diperlukan sistem sloof yang kuat, diberikan ikatan-ikatan silang antara balok, kolom, atap, sehingga sistem struktur bekerja secara tiga dimensi (boxes). Akibat Contoh bahasan; sebuah portal sederhana dengan bentangan diatas 80 meter dapat terjadi perilaku struktur seperti dibawah ini, pondasi sebelah kanan mengalami penurunan pada pondasi dan kolom. Gambar Sketsa : 6 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI 100 M Tanah dan pondasi Turun Ikatan-ikatan silang (bracing) diberikan pada bagian atap din- ding dan tiang-tiang serta sloof struktur sehingga secara kese luruhan dan bangunan bekerja secara 3 di mensi, kaku dan kokoh. 5. Pemisahan untuk Massa Bangunan dengan Bentuk Bervariasi. Konfigurasi massa bangunan yang berbeda bentuk (“Irregulair Shape”) akan menghasilkan respons terhadapa pembebanan sesusai dengan karakteristik dan perilaku strukturnya, sehingga perlu dipertimbangan penempatan delatasi pada susunan massa bangunan yang kompleks. Sebaiknya hubungan struktur demikian dihindarkan. Usahakan garis-garis modul struktur, pembalokan, hubungan plat dan lainnya dalam hubungan yang saling menguatkan dan bukan sebaliknya. Gambar Sketsa : D A C A C B B 7 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI 6. Delatasi untuk Bentuk-Bentuk T,U dan O Bentuk-bentuk U, T, O umum dijumpai dalam konfigurasi massa bangunan. Bentukbentuk ini tersusun lebih disebabkan karena fungsi arsitektural, penyesusian terhadap site , monumentalitas, lingkungan, dsb. Susunan massa seperti ini memungkinkan terkonsentrasinya kekakuan-kekakuan pada bagian bangunan berbeda-beda, misalnya karena adanya core, dinding kaku, sudut ikatan siku dua buah massa. Untuk menghindari pergerakan massa bangunan dengan arah yang berbeda-beda memisahan struktur bangunan perlu diberikan. Sketsa Gambar : B A 8 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI C D 7. Delatasi karena Proses Tahapan Pembangunan/Konstruksi. Pemecahan ini diperlukan karena adanya pentahapan dalam proses pembangunan, dana/anggaran yang terbatas atau adanya proses penambahan bagian bangunan, karena terpotong sewaktu proses konstruksi. Oleh sebab itu pengakhiran ujung-ujung balok, plat, dinding dan kolom strukturaldiberikan stek-stek penulangan untuk sambungan dan delatasi. Gambar Sketsa : Tahap I Tahap II Tahap IV Tahap III Sebagai saran, untuk tahapan pembangunan sebaiknya sambungan massa bangunan diselesaikan dengan delatasi sehingga detail dan kesulitan mengatasi kebocoran, sambungan tulangan, finishing akan dapat teratasi dengan baik. Jika sambungan dilakuan dengan pengecoran stek tulangan besi tidak menjamin kualitas homogenitas beton cor sehingga dapat menimbulkan problem kebocoran pada sambungan. PEMECAHAN DETAIL DELATASI Detail delatasi dapat diselesaikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kasus perkasus sistem struktur bangunan. Material struktur, modul sistem perancangan, sistem pondsi yang dipakai dapat menentukan garis letak delatasi. Celah pemisah tersebut tidak harus terlihat, dapat diselesaikan dengan rapih dan menggunakan material yang baik. Bahan utama adalah jenis karet, penyelesaian ada yang mengguakan alumunium, “stainless steel”, ditutup keramik, dsb. Prinsip sambungan Delatasi dapat dilihat sbb. : 9 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI 1. Kolom Berdampingan (Ganda) 2. Balok Kantilever dan Balok Jembatan A B Prinsip sambungan sangat sederhana yaitu dengan perletakan atau prinsip rol dengan komponen sambungan berupa plat atau atau balok “T “. Dengan sistem perletakan “Simple Beam” massa bangunan dapat mengantisipasi gaya-gaya luar dengan arah pergerakan vertikal (Z) dan horizontal (Sumbu X dan Y). Kalau terjadi pergerakan sangat besar maka kerusakan direncanakan akan terjadi pada kompon plat atau balok “T” Dalam ilustrasi gambar dibawah menunjukkan perilaku sistem struktur yang terjadi yaitu penurunan hanya terjadi pada komponen balok penghubung, sehingga kerusakan tidak merambat massa bangunan A (kiri) dan B (kanan). Hal ini tidak terjadi apabila sambungan – sambungan balok yang direncanakan menggunakan konsep hubungan jepit (kaku/rigid), dimana balok, kolom dan plat lantai saling mengikat sehingga jika terjadi beban dan momen seluruh elemen/komponen struktur ikut memikul dan tertarik. Gambar Sketsa : Massa A Komponen Balok Delatasi 10 Massa B Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI Tanah/Pondasi Turun Sketsa Detail Komponen Delatasi. Prinsip sambungan baik sistem balok atupun plat “T”. DAFTAR PUSTAKA 1. Council on Tall Buildings & Urban Habitat , “Development in Tall Buildings”, Van Nostrand Reinhold, New York, 1983. 2. Lagorio, Hendry J., “Earthquakes: An Architect’s Guide to Nonstructural Seismic Hazards, John Wiley & Sons Inc., New York, 1990. 3. Lin, T.Y., “Structural Concepts and Systems for Architects and Engineers, Van Nostrand Reinhold, New York, 1988. 11 Ir. Riyadi Ismanto AR, M. Arch. Dosen Arsitektur FT.UKI, UBINUS, UPI-YAI 4. Naeim, Farzard, “The Seismic Design Handbook”, Van Nostrand Reinhold, New York, 1989. 5. Schodek, Daniel L. “Structure”, Prentice Hall, New Jersey, 1980. 6. Schueller, W. “ The Vertical Building Structure”, Van Nostrand Reinhold, New York, 1990. 7. Schueller, W. “High Rise Building Structure”, John Wiley & Sons Inc., New York, 1977. 8. Schueller, Wolfgang, “Horizontal Span Building Structure”, John Wiley and Sons Inc, New York, 1989. 12
© Copyright 2024 Paperzz