download

Matakuliah
Tahun
: R0212/ Kota dan Permukiman
: 2006
Isu Kota Masa Depan
Pertemuan 13
1
Isu Kota Masa Depan
Paling tidak separuh populasi penduduk dunia kini
diperkirakan telah tinggal di kota-kota.
Di tahun 1995 saja, telah 45% dari penduduk dunia
tinggal di area urban, dan sekitar 1 milyar dari 2.6 milyar
penduduk dunia telah tinggal di kota-kota besar (Jenck,
1996).
Di masa depan, kecenderungan banyaknya populasi
penduduk dunia yang tinggal di area urban ini diprediksi
akan makin meningkat. Dengan kecenderungan ini maka
kota-kota akan makin dipandang sebagai lokasi yang
paling banyak mengkonsumsi energi
2
Isu Kota Masa Depan
Doxiadis :
telah meramalkan bahwa kota-kota yang ada di dunia ini, termasuk di
Indonesia akan tumbuh dan bengkak semakin besar, semakin kuat
dan sulit dikendalikan. Kota (polis) akan menjadi metropolis (kota
raya), kemudian megapolis (kota mega), lalu menjadi ecumenopolis
(kota dunia), dan bila tidak hati-hati akan berakhir dengan kota
mayat (necropolis)
Walaupun apa yang diungkapkan Doxiadis di atas, hanya sekedar
ramalan, tapi tidak ada salahnya bila kita berhati-hati dan
mengantisipasinya secara bersama-sama dalam mengelola kota ini
secara bijaksana
3
Isu Kota Masa Depan
John Ormsbee (1986)
bahwa kita harus lebih berhati-hati dalam mengelola kota
dan lingkungan binaan manusia. Selain itu, yang
terpenting adalah kita berharap jangan sampai terjadi
ecological suicide (baca: bunuh diri ekologi) oleh pihakpihak tertentu terhadap pembangunan kota ini.
4
Kota Berkelanjutan
Brundtland (1987).
Pembangunan kota berkelanjutan ini, pada dasarnya
adalah pembangunan yang mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat masa kini tanpa
mengabaikan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka,
sebagai suatu proses perubahan di mana pemanfaatan
sumber daya, arah investasi, orentasi pembangunan dan
perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan
dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa
kini maupun masa mendatang untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi manusia
5
Kota Berkelanjutan
kota berkelanjutan itu adalah kota yang merupakan
perpaduan antara konsep ecopolis, humanopolis, dan
technopolis. Artinya secara ideal, sebuah kota, bila ingin
jati diri dan citra kotanya tetap nyaman serta berwibawa,
maka tidak berlebihan bila dalam membangun kotanya
menggabungkan dari ketiga konsep itu
6
• Ecopolis.
Konsep ini berarti kalau dalam
pembangunan kota itu yang lebih dominan
adalah dari kalangan ilmuwan dan pakar
ahli lingkungan.
Dalam arti lain, konservasi energi dan
pelestarian keseimbangan ekologis
menjadi pertimbangan utama dalam
pembangunan kota
7
Humanopolis.
Berarti pengelolaan pembangunan
perkotaan ditentukan sendiri sepenuhnya
oleh segenap warganya.
8
Technopolis.
Berarti dalam pengelolan pembangunan
kota itu yang mendominasi adalah para
rekayasawan dan teknolog. Wujudnya
bisa berupa kota yang sarat dengan
bangunan tinggi (baca: modern).
9
Kota Kompak
Dalam berbagai diskusi tentang pola-pola ruang dan
bentuk kota yang berkelanjutan, wacana yang
diistilahkan sebagai Kota Kompak (compact city)
tampaknya telah menjadi isu paling penting dewasa ini.
Perhatian besar saat ini telah memfokuskan pada
hubungan antara bentuk kota dan keberlanjutan, bahwa
bentuk dan kepadatan kota-kota dapat berimplikasi pada
masa depan mereka.
10
Kota Kompak
Kota Kompak ini memang digagas tidak sekadar untuk
menghemat konsumsi energi, tetapi juga diyakini lebih
menjamin keberlangsungan generasi yang akan datang.
Jenks menyebutkan bahwa ada suatu hubungan yang
sangat kuat antara bentuk kota dengan pembangunan
berkelanjutan,
11
Kota Kompak
dalam Kota Kompak ini terdapat gagasan yang kuat pada
perencanaan ”urban containment”, yakni menyediakan
suatu konsentrasi dari penggunaaan campuran secara
sosial berkelanjutan (socially sustainable mixed uses),
mengkonsentrasikan pembangunan-pembangunan dan
mereduksi kebutuhan perjalanan, hingga mereduksi
emisi kendaraan-kendaraan.
Oleh karena itu promosi penggunaan public transport
(transportasi publik/masal), kenyamanan berlalu-lintas,
berjalan kaki dan bersepeda adalah sering dikutip
sebagai solusi
(Elkin, et.al., 1991; Newman, 1994).
12