download

Matakuliah : E1052 / Penelitian China Perantauan
Tahun
: 2007
China Perantauan di Indonesia (3)
Pertemuan 10
China Perantauan di Indonesia (3)
Keadaan Perekonomian
• Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara Tiongkok dapat dimengerti
karena dari sejak zaman Dinasti Tang, kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara
Tiongkok memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou malah
tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman
tersebut.
• Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian
menyebabkan banyak sekali orang-orang Tionghoa juga merasa perlu keluar
berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara dan oleh
karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya,
para pedagang Tionghoa akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang
disinggahi mereka.
Bina Nusantara
• Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk
menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang
pulang ke Tiongkok untuk terus berdagang.
• Pernikahan campuran antara China perantauan dengan wanita
setempat menghasilkan keturunan yang di Indonesia dan Malaysia
disebut dengan Peranakan
(suami – isteri peranakan juga disebut Baba-Nyonya).
• Para China perantauan yang datang bersama isterinya dan anakanaknya disebut dengan sebutab Totok.
• Dalam perkembangannya, Peranakan dan Totok memiliki perbedaanperbedaan dalam berbagai bidang, termasuk perdagangan,
pekerjaan, kehidupan sosial dan kebudayaan.
Bina Nusantara
Totok vs Peranakan
Di bidang perdagangan
• Totok : dagang eceran dan perantara, sampai renteneir.
Peranakan : tuan tanah, perkebunan & pertanian.
• Totok lebih menghargai kekayaan, kerja keras, kemandirian.
Peranakan lebih menikmati hidup, memiliki kehidupan sosial dan keamanan.
Di bidang pendidikan ;
Totok : masih mengandalkan pendidikan ala China yang berbahasa China termasuk
ajaran konfusius.
Peranakan : sebagian besar sudah tidak bisa berbahasa China penuh, jadi lebih
mengandalkan pendidikan Barat (Belanda) & lokal Indonesia.
Bina Nusantara
Di bidang kebudayaan :
Totok : masih berusaha mempertahankan kebudayaan dari China secara
utuh, baik di dalam pakaian, kepercayaan, dll.
Peranakan : lebih mudah menerima percampuran kebudayaan, baik
kebudayaan China, kebudayaan asli nusantara maupun kebudayaan
Barat.
Seringkali terjadi percampuran kebudayaan dalam berbagai bidang,
misalnya isteri berkain batik bermotif simbol kebudayaan China,
sementara suami memakai stelan jas Barat.
Bina Nusantara
Perkembangan Politik, Sosial & Kebudayaan
Discriminatory laws against Chinese Indonesian (1)
• Presidential Instruction No. 14/1967 (Inpres No. 14/1967) on Chinese Religion,
Beliefs, and Traditions, which effectively ban any Chinese literatures and
cultures in Indonesia, including the prohibition of Chinese characters. Although
Chinese names are not explicitly mentioned, "newly naturalized" Indonesian
Chinese were strongly advised to do so.
(Annulled by former president Abdurrahman Wahid in Keppres No. 6/2000;
annulment supported by former president Megawati Soekarnoputri in Keppres
No 19/2002 by declaring Chinese New Year as national holiday)
Diskusi & tugas kelompok
Akibatnya & perkembangannya sekarang terutama terhadap generasi muda :
Bina Nusantara
Discriminatory laws against Chinese Indonesian (2)
• Resolution of the Provisional People's Consultative Assembly no. 32, 1966 (TAP
MPRS No. 32/1966) expressly bans the use of Chinese characters in public.
• Presidium Directive No. 240/1967 (Inpres No. 240/1967) which mandates
assimilation of "foreigners" and support the previous directive of
127/U/Kep/12/1966 for Indonesian Chinese to adopt Indonesian-sounding names.
• Circular of the Director General for Press and Graphics Guidance in the Ministry of
Information No.02/SE/Ditjen-PPGK/1988, which further restrict the usage of
Chinese language and/or characters.
Diskusi & Tugas Kelompok:
Akibat & Perkembangannya dewasa ini :
Bina Nusantara
Discriminatory laws against Chinese Indonesian (3)
• Instruction of the Ministry of Home Affairs No. X01/1977 on Implementing
Instructions for Population Registration and the confidential instructions
No.3.462/1.755.6 of the Jakarta government January 28, 1980 both authorize
special codes in national identification cards to indicate ethnic Chinese origin. The
code was "A01" prefix.
• Cabinet Presidium Circular SE-06/Pres-Kab/6/1967 on Changing the Term China
and Chinese, requires the usage of the term "Cina" (which is considered a
derogatory term by many Chinese Indonesians) instead of "Tionghoa" (as ethnic
Chinese refer to themselves
Diskusi & Tugas Kelompok:
Akibat & Perkembangannya dewasa ini :
Bina Nusantara
Jakarta Riots of May 1998 were riots that occurred in several parts of Indonesia,
notably Jakarta and Surakarta during 14-15 May 1998 turned into a pogrom
targeting properties and businesses owned by ethnic-Chinese.
• shops owned by ethnic Chinese were looted and burned.
• There were also hundreds of documented accounts of ethnic Chinese women
being raped, tortured and killed.
• Fearing for their lives, many ethnic Chinese, who made up about 3-5% of
Indonesia's population, fled the country.
Diskusi & Tugas Kelompok :
Perkiraan sebab & akibat sentiment anti-Tionghoa di Indonesia, dan usulan
bagaimana langkah2 pencegahannya
Bina Nusantara
Marga Tionghoa di Indonesia
• Marga Tionghoa di Indonesia terutama ditemukan di kalangan suku TionghoaIndonesia. Suku Tionghoa-Indonesia walau telah berganti nama Indonesia, namun
masih banyak yang tetap mempertahankan marga dan nama Tionghoa mereka
yang masih digunakan di acara-acara tidak resmi atau yang bersifat kekeluargaan.
• Diperkirakan ada sekitar 300-an marga Tionghoa di Indonesia, data di PSMTI
(Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) mencatat ada sekitar 160 marga
Tionghoa di Jakarta. Di Singapura sendiri ada sekitar 320 marga Tionghoa. Atas
dasar ini, karena daerah asal suku Tionghoa di Indonesia relatif dekat dengan
Singapura maka dapat diambil kesimpulan kasar bahwa jumlah marga Tionghoa di
Indonesia melebihi 320 marga.
• Marga Tionghoa di Indonesia mayoritas dilafalkan dalam dialek Hokkian (Minnan).
Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas keturunan Tionghoa-Indonesia
adalah berasal dari Provinsi Fujian (Provinsi Hokkian
Bina Nusantara
Marga yang lazim di kalangan Tionghoa-Indonesia semisal:
• Cia/Tjia (Hanzi: 謝, hanyu pinyin: xie)
• Gouw/Goh (Hanzi: 吳, hanyu pinyin: wu)
• Kang/Kong (Hanzi: 江, hanyu pinyin: jiang)
• Lauw/Lau (Hanzi: 劉, hanyu pinyin: liu)
• Lee/Lie (Hanzi: 李, hanyu pinyin: li)
• Oey/Ng/Oei (Hanzi: 黃, hanyu pinyin: huang)
• Ong (Hanzi: 王, hanyu pinyin: wang)
• Tan (Hanzi: 陳, hanyu pinyin: chen)
• Tio/Thio/Theo/Teo (Hanzi: 張, hanyu pinyin: zhang)
• Lim (Hanzi: 林, hanyu pinyin: lin)
Masih banyak lagi marga-marga lain yang dapat ditemui. Salah satu fenomena umum di Indonesia
adalah karena marga dilafalkan dalam dialek Hokkian, sehingga tidak ada satu standar
penulisan (romanisasi) yang tepat. Hal ini juga menyebabkan banyak marga-marga yang sama
pelafalannya dalam dialek Hokkian terkadang dianggap merupakan marga yang sama padahal
sesungguhnya tidak demikian.
• Tio selain merujuk kepada marga Zhang (張) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian
dari marga Zhao (趙).
• Ang selain merujuk kepada marga Hong (洪) dalam Mandarin, juga merupakan
Bina Nusantara
• Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (Hanzi: 印華百家姓協會, hanyu
pinyin: yinhua baijiaxing xiehui) adalah sebuah organisasi kemasyarakatan suku
Tionghoa di Indonesia yang dipimpin oleh Brigjen TNI (Purn) Teddy Jusuf selaku
Ketua Umum PSMTI Pusat.
• PSMTI ini juga mempunyai banyak cabang daerah di provinsi-provinsi yang menjadi
konsentrasi suku Tionghoa.
• Selain PSMTI ada juga Perhimpunan INTI yaitu organisasi kemasyarakatan untuk
kaum keturunan Tionghoa yang bersifat kebangsaan, bebas, mandiri, nirlaba, nonpartisan dan bertujuan menyelesaikan masalah Tionghoa di Indonesia.
Bina Nusantara