MODEL PENELITIAN: KEKERASAN & AGRESI DI TELEVISI Alexis S. Tan, Bab XIII; W. Lawrence Neuman, Bab XI. Model Penelitian: Kekekerasan & Agresi di Televisi Kekerasan di Televisi Efek Kekerasan di Televisi Belajar Tindak Kekerasan Baru The Disinhibitation and Facilitation of Agression Pre-Observasi Reinforcement Vicarious Reinforcement Post-Observasi Reinforcement Kekerasan di Televisi 1. 2. Masyarakat dan peneliti memberi perhatian terhadap efek kekerasan di televisi pada audiens, karena: Televisi merupakan medium yang sangat meresap bagi masyarakat saat ini; Televisi adalah kekerasan. Kekerasan . . . Sejak kemunculannya, televisi telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ini ditunjukkan dengan berbagai penelitian, antaranya yang dilakukan oleh A.C.Nielsen Company. Penelitian tahun 1963 menunjukkan, warga Amerika Serikat menghabiskan waktu menonton televisi untuk setiap rumah tangga 6,82 jam setiap hari. Kekerasan . . . Hasil lainnya menunjukkan, riset A.C. Nielsen pada 1976 menunjukkan, setiap rumah tangga menghabiskan waktu menonton televisi 7 jam perhari; Tontonan yang dianggap memberikan nilai edukasi sebanyak 5,6 hingga 6,39 jam perhari Tontonan yang dianggap rendah nilai edukasinya dalam perionde penelitian yang sama, ditemukan 6,80 hingga 7 jam perhari. Kekerasan . . . Survey yang dilakukan Roper Organization pada 1974, 65% orang dewasa menjadikan televisi sebagai sumber informasi, dibandingkan dengan 47% yang mendapatkan berita melalui surat kabar. Hasil penelitian selanjutnya memberikan gambaran tentang kekerasan di televisi. Kekerasan . . . Gerbner dan Gross memimpin rangkaian penelitian yang mengukur tentang kekerasan di televisi. Mereka mendefinisikan kekerasan sebagai: “the overt expression of physical force against self or others, compelling action against one’s will on pain of being hurt or killed, or actually hurting or Killer” (Gerbner & Gross, dalam Tan, 1998: 212). Kekerasan . . . Persentase kekerasan di televisi bergerak dari 80 hingga 90%; dalam tahun 1977 sejumlah 75,5%. Episode kekerasan tertinggi pada 1976 (9,50); pada 1977 terdapat 6,7 kekerasan hari, dan rata-rata program kekerasan 6,2 pada 1976, dan 5,0 pada 1977. Dalam penelitian ini, sampel diambil melalui random secara arbitrer. Efek Kekerasan di Televisi Kekerasan di televisi didasarkan atas Teori Pembelajaran, adalah kita dapat belajar tindak kekerasan baru melalui tindakan di televisi atau film. Prediksi selanjutnya adalah model abstrak yang tidak dapat dihalangi melalui tindak kekerasan dalam kehidupan nyata. Efek . . . Prediksi ketiga adalah ketidakpekaan dapat tumbuh dari eksposure yang berulang-ulang dari televisi atau film-film kekerasan Kemungkinan munculnya tindakan agresif yang dimaklumi dalam kehidupan nyata. Belajar Tindak Kekerasan Baru Bandara memperlihatkan eksperimen bagaimana seorang anak mempelajari sesuatu yang baru dan tindakan agresif. Bandura, Ross dan Ross melakukan eksperimen terhadap anak laki-laki dan anak perempuan yang diberi perlakuan untuk mengukur perlakuan agresif anakanak. Belajar . . . Bandura, Ross dan Ross menemukan, anak yang diobservasi dengan model memperlihatkan tindakan yang agresif (terhadap boneka yang menjadi model) dibanding mereka yang diobservasi tanpa model. Anak-anak melakukan imitasi tidak hanya pada tindakan fisik, tetapi juga tindakan verbal Belajar . . . Menurut Hicks (dalam Tan, 1998: 214) seorang anak belajar tindakan agresif baru di atas enam bulan. Hicks melakukan studi terhadap anak dengan menampakkan tindakan agresif model film melalui simulasi dari program televisi. Setelah melakukan observasi, subyek dengan model memperlihatkan tindakan agresif dibanding subyek tanpa model. The Disinhibitation and Facilitation of Agression Teori Belajar Sosial dan common sense memberitahukan kepada kita tidak dapat melakukan segala yang kita pelajari melalui model. Beberapa pencapaian belajar tindakan tergantung dari beberapa faktor: keterampilan motorik, kesempatan untuk melakukan tindakan, dan motivasi. Preobservation Reinforcement Prinsip umum dari Teori Belajar, adalah adanya reward jika kita menginginkan tindakan yang dilakukan, dan memberikan punishment bagi tindakan yang tidak diinginkan. Surgeon General’s Scientific Advisory Committee on Television and Social Behavior pada 1972 menyimpulkan, bahwa anak-anak sangat agresif setelah menonton televisi atau film kekerasan. Preobservation . . . Beberapa faktor yang diprediksi mempengaruhi melakukan agresi adalah: jenis kelamin, status sosial-ekonomi, sikap orang tua terhadap kekerasan. Serial studi yang dilakukan Bandura dkk., menunjukkan, bahwa penampilan anak laki-laki lebih agresif dibandingkan anak perempuan setelah menonton film kekerasan. Preobservation . . . Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang mengizinkan anak laki-laki lebih agresif dibanding anak perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan anakanak yang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah, cenderung lebih agresif dibanding dengan anak dari kelas sosial ekonomi tinggi dengan tanpa menonton televisi. Vicarious Reinforcement Sebagaimana Teori Belajar Sosial, seseorang belajar tingkah laku tidak hanya dari tingkah laku yang dilakukan secara langsung, tetapi juga hasil pengamatan atas konsekwensi ketika orang lain melaksanakan tindakan tersebut. Toeri ini memprediksi, bahwa penguatan tingkah laku dipelajari melalui model, ketika model diberi reward dibanding ketika model diberi punishment Vicarious . . . Dalam studi lain, Bandura menemukan bahwa anak-anak kurang senang melakukan peniruan pada model yang diberi punishment dibanding pada model yang diberi reward. Berkowits dkk., (dalam Tan, 1998: 217) menemukan, bahwa perluasan tindak kekerasan dari film dan televisi menjadi ukuran justifikasi kekerasan yang dilakukan penonton. Vicarious . . . Hipotesis umum dari hal ini adalah bahwa justified media violence can dishibit real-life aggressive behavior. Justifikasi didapatkan melalui bentuk umum atas “balas dendam” atau “pertahanan-diri”. Hoyt menemukan, bahwa kekerasan di televisi yang dianggap “all right” bagi penonton, menjadi penguatan tindakan agresi anak. Post-Observasi Penguatan Prinsip utama dari prinsip Teori Belajar Sosial, adalah kecenderungan respon yang dipelajari ketika terdapat reward. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa anakanak sangat suka mempelajari respons agresif ketika dijanjikan akan diberikan reward. Bandura dalam penelitian mengarahkan anak untuk menonton model agresif dan secara spontan meniru tindakan model. Post-Observasi . . . Penelitian yang dilakukan oleh Hicks menemukan hasil yang sama setelah enam bulan subyek penelitian diobservasi dengan model agresif. Janji akan reward menjadi motivasi anak dibanding tindakan spontan setelah model diobservasi di atas enam bulan. Penelitian ini memperlihatkan, bahwa pemberian insentif menjadi fasilitator dari pembelajaran tindak agresif. Faktor Lain yang Memfasilitasi Agresi Beberapa penelitian menemukan, bahwa kekerasan di televisi selain menjadi model, juga anak-anak menganggapnya sebagai sesuatu yang real (Feshbach, dalam Tan, 1998: 218). Faktor imitasi terhadap model, juga ditemukan dalam penelitian Meyerson. Meyerson menemukan, bahwa anak-anak yang diberi tontonan film kekerasan akan melakukan peniruan ketika mereka selesai menonton. Post-Observasi . . . Penelitian Bandura dan Berkowitz, juga menemukan bahwa kemungkinan tindakan agresi ditunjukkan ketika seorang anak selesai menonton film atau televisi yang menayangkan kekerasan. Penelitian lain menunjukkan, bahwa rasa frustrasi dan marah ditunjukkan oleh anak yang selesai menonton film kekerasan di televisi. Soal-soal 1. 2. 3. Kemukakan asumsi tentang televisi dan kekerasan! Jelaskan dengan contoh! Jelaskan hasil penelitian A.C. Nielsen berkaitan dengan kekerasan di televisi! Jelaskan hasil penelitian Bandura tentang belajar tindakan baru melalui televisi! Soal-soal: 1. 2. 3. Jelaskan perbedaan antara Belajar Sosial dan common sense! Kaitkan dengan tindakan anak berkaitan dengan hal itu! Jelaskan tindakan anak yang diakibatkan oleh “proses pembelajaran melalui model”! Jelaskan melalui contoh penelitian! Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang menjadi penyebab “penguatan sikap” dari anak!
© Copyright 2024 Paperzz