download

Matakuliah
Tahun
: L0462 / Psikologi Seni
: 2010
FALSAFAH KEINDAHAN MASA
PERTENGAHAN
Pertemuan 03
FALSAFAH KEINDAHAN SETELAH MASA
PERTENGAHAN
Masa pertengahan
Garis besar estetika dari masa pertengahan adalah seni lebih bersifat religius, contohnya borobudur(
simbolisme budha), gereja pada masa tersebut banyak yang menggunakan simbol kristen sebagai
penciptaan benda seni. Ciri keindahan kesenian pada masa pertengahan adalah :
• Sesuai dengan norma yang ditentukan, yang dianggap benar oleh masyarakat.
• Dilaksanakan sesempurna mungkin
• Bersifat simbolik dengan arti religius spiritual
Renaissance (1350-1600 M) :
Garis besar estetika dari masa renaissance (re=kembali, naissance = kelahiran), lebih banyak diarahkan
pada unsur duniawi. Pada abad ini Leonardo da Vinci (1452-1519) dan Michelangelo (1493-1564)
banyak mengulas karya seni dan mencatat pengalaman proses kreatifnya.
Karya mereka lebih bersifat neoaaristatelisme. Menggambar sesuai dengan kenyataan duniawi. Untuk itu
Leonardo da vinci yang juga ahli matematika mempelajari anatomi secara ilmiah. Micelangelo membuat
langkah yang lebih lanjut. Ia mempunyai kepercayaan bahwa jika seniman menghasilkan karya yang
sangat mirip dengan kenyataan alami berarti sang seniman sedang mengimitasi kreativitas Tuhan.
Ciri-ciri keindahan dalam kesenian masa renaissance
:
Melepaskan norma-norma perwujudan yang
ditentukan oleh raja dan bangsawan yang berkuasa.
Kesenian masih tetap menggunakan tema yang sifatnya religius, tetapi seniman
mengikuti selera sendiri dalam mengejar keindahan, antara lain dengan mencapai
kemanunggalan dengan Tuhan atas keyakinan dan kekuatan diri sendiri.
• Pada akhir-akhir masa renaissance
timbul kesenian profan dan sekuler.
• Perfeksi dan keutuhan tetap
merupakan syarat keindahan.
Masa pencerahan (1650-1850)
Pada masa ini emosi antar para seniman dan orang yang mempunyai perasaan halus
timbul kejenuhan dengan kemajuan teknologi yang tidak memberi peluang perasaan.
Pada masa ini paham tentang nikmat indah mengalami kemerosotan, karena berbeda
dengan hasil eksperimentasi atau penelitian hasil kontemplasi tidak bisa di tes atau diuji
coba, perhatian lebih banyak dicurahkan pada aspek yang diperlakukan sebagai objek
penelitian.
Masa romantik (1850-1900)
Pada masa ini kemajuan teknologi banyak membawa kebisingan
membuat manusia rindu pada ketentraman dan kesepian. Dalam seni
lukis muncul gambar-gambar pemandangan indah yang memberi
perasaan tenang penuh emosi cinta dan rasa damai. Akibat peran perasaan
dalam periode romantik ini ditonjolkan, maka pengaruh aliran ini
terhadap kesenian menjadi begitu kuat sehingga emosi begitu kuat
sehingga dijadikan syarat utama bagi penciptaan suatu karya.
Realisme modern (setelah 1920)
Manusia mulai kembali pada religiusitas dan nilai kerohanian. Pemikiran filsuf tentang keindahan dan para
pakar seniman tentang kesenian mulai bergeser dikarenakan swemakin mudahnya akses komunikasi dan
transportasi yang relatif lebih mudah dalam membantu interaksi. Dengan demikian pertimbangan dalam
melihat budaya dari beberapa sudut yang lain, menikmati, serta mambahas dan mengevaluasi kesenian
bisa lebih mendalam.
Filsafat keindahan masa pencerahan
Berikut ini adalah pandangan para filsuf yang hidup di era pencerahan mengenai keindahan
Shaftesbury (1671-1713)
Menjelaskan bahwa keindahan adalah suatu yang sublime (luhur sifatnya). Penggabungan dua
fungsi (kemampuan moralitas dan kemampuan menikmati keindahan) di dasarkan atas
keyakinan, untuk mencapai pengalaman keduanya diperlikan keikhlasan budi yang disebut
disinterestedness.
Hutcheson (1694-1746)
Hutcheson membantah pandangan shaftesbury tentang faculty of taste. Ia
menganggap kemampuan mengecap keindahna itu sebagai kemampuan berada
pada tiap manusia,hutcheson menandaskan di dalam hati sanubari manusia
terkandung beberapa internal senses atau intra dalam berupa moralitas,, solidaritas,
rasa malu, bangga, perasaan besar, dsb.. Diantara beragam rasa itu terdapat rasa
nikmat, indah. Dengan jelas memisahkan internal senses atau indra dalam ini dari
panca indra atau eksternal senses. Indra ekstern menghasilkan persepsi indra intern
menghasilkan reaksi.
David Hume (1711-1776)
Ia berpendapat bahwa keindahan itu dilandasi atas pengalaman manusia (experience).
Manusia harus memperoleh pengalaman atau tentang ciri-ciri apa yang dirasakan
seseorang berkaitan dengan keindahan. Secara umum boleh dikatakan bahwa ia
menuju ke arah standar of taste. Ia mengakui apa yang dirasakan seseorang sebagai
indah tidak luput terhadap pendidikan, lingkungan dan akan berbeda-beda pada tiap
individu. Keindahan terletak pada kepribadian manusia bukan pada objek yang
diamati, tetapi ia menduga ada faktor lain yang bisa membangkitkan rasa indah pada
manusia.
Imanuel kant (1724-1804)
Ia tidak setuju dengan objektifikasi konsep keindahan, ia menganggap
objektifikasi dapat menimbulkan kekeliruan dalam mencari jawaban apa itu
keindahan. Kant menjelaskan bukan objek atau benda yang dinikmati, tetapi
subjek yakni manusia yang menikmatinya yang menentukan keindahan objek
tersebut, menurut kant pengalaman indah yang dihasilkan oleh daya estetika
ini pada hakekatnya memberi kesenangan yang terletak pada si pengamat atau
subjek dan tidak terletak pada benda yang dinikmati.
Daya atau faculty estetika yang berfungsi dalam budi manusia, menurut kant berciri:
1. Disinterestedness, yakni tidak dicampuri dengan kepentingan, keinginan atau pertimbangan lain selain menikmati
keindahannya.
2. Universalisme, berfungsinya daya estetika berlaku bagi semua manusia di pelosok dunia. Kant memandang
universalisme
ini sebagai akibat dari sifat non kepentingan.
3. Kemutlakan, yang berarti tidak bisa tidak. Ciri ini mengacu pada arti kehadiran keindahan dalam budi manusia
adalah mutlak.
4. Bertujuan bahwa daya estetik itu terarah mempunyai arti tujuan tertentu yang akan membangkitkan sense of
beauty. Hal itu terjadi karena keaktifan imajinasi.
Menurut kant tanpa manusia tidak ada indra keindahan, tidak ada yang menyatakan sesuatu itu indah.