Bab 1 Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Bab 1 Pendahuluan A. Pengertian 1. Evaluasi Evaluasi adalah proses melakukan pertimbangan nilai tentang sesuatu (produk, kinerja, tujuan, proses, prosedur, program pendekatan, fungsi) ▪ Evaluasi Program dan Proyek (dapat menghasilkan akreditasi) ▪ Evaluasi Belajar dan Kemampuan (dapat menghasilkan kelulusan) ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Asesmen Evaluasi sering menggunakan asesmen. Asesmen adalah proses untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan pada evaluasi. Asesmen menggunakan • Metoda Pengukuran • Teori Pengukuran (Psikometrika) 3. Metoda Pengukuran Pada umumnya pengukuran dilakukan melalui survei dan ujian (selain pengukuran fisik) • Metoda Survei • Metoda Ujian ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Teori Pengukuran (Psikometrika) Teori pengukuran terus berkembang sehingga kini dikenal • Teori Pengukuran Klasik • Teori Pengukuran Modern Kuliah ini adalah Teori Pengukuran. Bagian awal adalah Teori Klasik dan bagian belakang adalah Teori Modern. Sebagai satu kesatuan, Teori Pengukuran ini seharusnya dipelajari bersama dengan Evaluasi dan Metoda Pengukuran. Teori Pengukuran memerlukan pengetahuan tentang Matematika dan Statistika. ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- B. Pengukuran 1. Hakikat Pengukuran adalah pemberian bilangan kepada atribut dari subyek (makhluk, benda, peristiwa) menurut aturan. Psikometrika adalah kombinasi dari pengukuran dan statistika. • Bilangan yang diberikan itu adalah sekor (data) • Atribut dari subyek adalah sasaran ukur (sasaran ukur atribut dan sasaran ukur subyek atau responden) ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Sasaran Ukur: Atribut Aturan Sasaran Ukur: Subyek makhluk, benda, persitiwa Cara Ukur Sekor/Data: Bilangan ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Sasaran Ukur • Sasaran ukur atribut Biasanya berbentuk variabel • Sasaran ukur responden (subyek) Makhluk, benda, atau peristiwa • Dibahas di Bab 2 3. Skala Ukur • Aturan pada pengukuran tentang cara pemberian bilangan • Dengan bantuan skala, pengukuran menghasilkan sekor (data) • Dibahas di Bab 3 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Alat Ukur • Aturan pada pengukuran berbentuk alat untuk mengukur dikenal sebagai alat ukur • Alat ukur dapat diambil dari alat ukur yang sudah jadi (biasanya kurang cocok dengan keperluan kita) • Alat ukur dapat kita konstruksi sendiri berdasarkan sasaran ukur (atribut dan responden) dan skala ukur • Biasanya alat ukur terdiri atas banyak butir • Alat ukur dikenakan kepada responden untuk menghasilkan sekor (data) • Dibahas di Bab 4 dan Bab 28 ---------------------------------------------------------Pendahuluan ---------------------------------------------------------Alat Ukur Sebagai Aturan pada Pengukuran Sasaran Ukur: Atribut Skala Ukur Konstruksi Alat Ukur Aturan Alat Ukur Sasaran Ukur: Responden Cara Ukur Hasil Ukur: Sekor Aturan ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 5. Cara Ukur dan Matriks Sekor • Aturan pada pengukuran tentang cara untuk mengenakan alat ukur kepada responden dikenal sebagai cara ukur • Hasil ukur adalah sekor (bilangan yang diberikan kepada atribut dari responden atau subyek) yang diperoleh dari cara ukur • Sekor berasal dari setiap butir pada alat ukur sebagai responsi dari setiap responden • Karena ada banyak sekor dan ada banyak responden, maka sekor disusun ke dalam matriks responden-butir • Dibahas di Bab 5 dan Bab 29 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Matriks Sekor Responden-Butir (M responden dan N butir) Responden 1 2 3 4 5 1 X X X X X M X 2 X X X X X Butir 3 X X X X X N X X X X X X X X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- C. Pensekoran 1. Sekor Responden • Setiap responden merensponsi banyak butir pada alat ukur • Hasil ukur semua butir pada alat ukur oleh satu responden merupakan sekor dari responden itu • Penggabungan semua sekor butir pada setiap responden merupakan sekor responden (Sekor A) • Dibahas di Bab 6, Bab 23, dan Bab 24 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Sekor Responden (Sekor A) Responden 1 2 3 4 5 1 X X X X X M X 2 X X X X X Butir 3 X X X X X N X X X X X Sekor A X X X X X X X X X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Nilai Acuan Norma • Sekor responden perlu diberi arti • Salah satu cara pemberian arti adalah meletakkan sekor responden itu ke suatu kelompok sekor • Kelompok sekor ini dikenal sebagai kelompok norma • Kedudukan sekor pada kelompok sekor norma dikenal sebagai nilai acuan norma • Dibahas di Bab 7 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Nilai Acuan Kriteria • Cara lain untuk memberi arti kepada sekor responden adalah meletakkan sekor responden itu ke suatu wilayah kemampuan dan batas kemampuan • Ada deskripsi wilayah kemampuan • Ada patokan batas kemampuan yang memisahkan responden yang sudah mampu dan yang belum mampu • Letak sekor responden itu pada batas kemampuan berdasarkan wilayah kemampuan itu dikenal sebagai nilai acuan kriteria • Dibahas di Bab 8 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Nilai Acuan Norma dan Nilai Acuan Kriteria NILAI ACUAN NORMA NILAI ACUAN KRITERIA WILAYAH KRITERIA MENGUASAI SEKOR RESPONDEN KELOMPOK NORMA BELUM MENGUASAI ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Sekor Butir • Setiap butir pada alat ukur diresponsi oleh banyak responden • Penggabungan semua sekor pada satu butir menghasilkan sekor butir (Sekor B) • Dibahas di Bab 9 Responden 1 2 3 4 5 1 X X X X X M Sekor B X X 2 X X X X X Butir 3 X X X X X N X X X X X X X X X X X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- D. Uji Coba dan Kualitas Sekor 1. Struktur Sekor • Dalam banyak hal, sekor responden dan sekor butir memiliki komposisi berupa gabungan dari sejumlah sekor satuan. Sekor ini memiliki statistik berupa rerata, simpangan, variansi, dan kovariansi • Sekor termasuk sekor responden memiliki komponen sekor tulen dan komponen sekor keliru. Terdapat beberapa asumsi tentang hubungan di antara sekor dengan sekor komponennya. • Komponen sekor juga memiliki statistik berupa rerata, simpangan, variansi, dan kovariansi serta hubungan di antara statistik itu. • Dibahas di Bab 10 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Reliabilitas Pengukuran • Sasaran ukur memiliki sekor sesungguhnya • Tingkat kecocokan sekor pengukuran dengan sekor sesungguhnya dikenal sebagai reliabilitas pengukuran • Sekor pengukuran dapat berasal langsung dari responden serta dapat berasal dari responden dan penilai atau pengamat • Ada reliabilitas pengukuran yang berkenaan dengan responden dan ada reliabilitas pengukuran yang berkenaan dengan penilai • Dibahas di Bab 11 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Reliabilitas Pengukuran: Di antara hasil ukur dan responden ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Reliabilitas Penilai dan Pengamat • Untuk menghindari bias penilai atau pengamat, maka penilaian atau pengamatan dilakukan oleh lebih dari seorang • Sekor dari penilai atau pengamat didasarkan kepada kecocokan sekor di antara para penilai atau pengamat • Reliabilitas yang berkenaan dengan penilai atau pengamat ditemukan melalui kecocokan amatan di antara penilai atau pengamat • Dibahas di Bab 12 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Analisis Butir • Agar reliabilitas pengukuran memadai, biasanya alat ukur tidak langsung dipakai • Alat ukur diujicobakan dulu ke responden setara (setara dengan responden sesungguhnya) • Jika hasil uji coba menunjukkan reliabilitas yang rencah, maka alat ukur dapat diperbaiki • Pencarian butir yang tidak baik untuk diperbaiki dikenal sebagai analisis butir • Dibahas di Bab 13 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Analisis Butir: Setiap butir diperiksa dan, bila perlu, diperbaiki ALAT UKUR SEMENTARA PERBAIKAN ALAT UKUR SASARAN UKUR RESPONDEN UJI COBA (SETARA) ANALISIS BUTIR HASIL UKUR UJI COBA BELUM BAIK PEMERIKSAAN KUALITAS BAIK ALAT UKUR TIDAK COCOK DG SEKOR SESUNGGUHNYA COCOK DG SEKOR SESUNGGUHNYA ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 5. Validitas Pengukuran • Butir dan sekor pengukuran harus betul menunjuk ke sasaran ukur atribut atau sasaran ukur kriteria • Tingkat kecocokan butir dengan sasaran ukur atribut dikenal sebagai validitas pengukuran • Tingkat kecocokan sekor pengukuran dengan sekor sasaran ukur kriteria juga dikenal sebagai validitas pengukuran • Catatan: Ada validitas pengukuran dan ada validitas butir; jangan dikacaukan • • Dibahas di Bab 14 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Validitas Pengukuran: Kecocokan butir dengan sasaran ukur, serta kecocokan hasil ukur dengan sasaran ukur kriteria SASARAN UKUR ATRIBUT SKALA UKUR SASARAN UKUR KRITERIA KONSTRUKSI ALAT UKUR KECOCOKAN ALAT UKUR SASARAN UKUR RESPONDEN VALIDITAS RENDAH HASIL UKUR VALIDITAS TINGGI ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Validitas Pengukuran: Kecocokan butir alat ukur dengan sasaran ukur SASARAN UKUR ATRIBUT SKALA UKUR KONSTRUKSI ALAT UKUR PERBAIKAN ALAT UKUR ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI BELUM BAIK PEMERIKSAAN KUALITAS BAIK ALAT UKUR SEMENTARA TIDAK KENA SASARAN KENA SASARAN ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Penyediaan Alat Ukur: Dari pembuatan sampai perbaikan SASARAN UKUR ATRIBUT SKALA UKUR KONSTRUKSI ALAT UKUR PERBAIKAN ALAT UKUR ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI VALIDITAS ISI ALAT UKUR SEMENTARA PERBAIKAN ALAT UKUR SASARAN UKUR RESPONDEN UJI COBA (SETARA) ANALISIS BUTIR SEKOR UJI COBA RELIABILITAS ALAT UKUR (UTK DIPAKAI) ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 6. Pengukuran Sesungguhnya • Dengan alat ukur yang sudah baik, dilakukan pengukuran sesungguhnya kepada responden. Hasil ukur adalah hasil ukur sesungguhnya • Koefisien reliabilitas sesungguhnya juga dihitung untuk didokumentasikan dan dilapor. Selanjutnya, jika perlu, dapat dilakukan konversi sekor ke nilai • Butir dapat disimpan di bank butir dan kemudian dapat dipakai lagi • Dapat menggunakan berbagai macam cara ukur • Jika dikehendaki, ketimpangan sekor responden dan butir dapat diperiksa ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Sekor dan nilai sesungguhnya BANK BUTIR ALAT UKUR SKALA UKUR CARA UKUR SASARAN UKUR RESPONDEN SEKOR RELIABILITAS NILAI ANALISIS KETIMPANGAN ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- E. Hasil Ukur 1. Penyetaraan Sekor • Ada kalanya, sekor dari pengukuran terpisah dan berbeda, perlu disetarakan • Mereka disetarakan melalui penyetaraan sekor • Dibahas di Bab 15 dan 24 KELOMPOK A ALAT UKUR X SEKOR X SETARA ALAT UKUR Y SEKOR Y KELOMPOK B MELALUI RUMUS PENYETARAAN SEKOR YX ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Sekor Komposit • Ada kalanya, hasil ukur merupakan gabungan dari beberapa sekor responden. Sekor gabungan ini dikenal sebagai sekor komposit • Dibahas di Bab 16 SEKOR 1 SEKOR 2 SEKOR 3 . .. SEKOR KOMPOSIT ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Seleksi Responden • Ada kalanya, hasil ukur digunakan untuk menyeleksi responden (seperti pada penerimaan mahasiswa baru atau penerimaan karyawan baru) • Tidak semua calon diterima. Hanya mereka yang memiliki prospek akan berhasil pada waktu kemudian, yang diterima melalui seleksi • Penentuan penerimaan pada seleksi dikenal sebagai seleksi responden • Dibahas di Bab 16 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Estimasi melalui Pensampelan Matriks • Ada kalanya, alat ukur mengandung banyak butir, dan alat ukur ini dikenakan kepada banyak sekali responden • Untuk mengestimasi karakteristik responden dan karatersitik butir, responden dan butir kedua-duanya dapat disampel • Pensampelan serentak responden dan butir ini dikenal sebagai pensampelan matriks • Dibahas di Bab 17 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Model Pensampelan Matriks RESPONDEN BUTIR 1 2 3 4 5 ... i ... 1 2 3 4 5 6 . . . g . . PENSAMPELAN MATRIKS PADA - RESPONDEN - BUTIR - RESPONDEN DAN BUTIR ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- F. Karakteristik Butir 1. Model Karakteristik • Probabilitas untuk menjawab betul suatu butir berbeda dari responden ke responden • Perbedaan ini ditentukan oleh parameter butir (taraf sukar, daya beda) dan parameter responden (kemampuan) • Hubungan di antara parameter responden, parameter butir, dan probabilitas jawaban betul dikenal sebagai karateristik butir • Karaketeristik butir ditampilkan dalam model umum dan model khusus • Dibahas di Bab 19 sampai 20 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Karakteristik Butir • Setiap butir memiliki karakteristik sendiri • Pada karateristik butir, terlihat probabilitas jawaban betul oleh responden dengan kemampuan berbeba • Terdapat parameter responden dan parameter butir di samping probabilitas jawaban betul ( ) 1,0 KARAKTERISTIK BUTIR ( ) f ( , a, b, c) = KEMAMPUAN RESPONDEN (PARAMETER) a, b, c = KARAKTERISTIK BUTIR ( ) = PROBABILITAS JAWABAN BETUL ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Parameter responden meliputi: • θ = kemampuan responden Parameter butir • a = daya beda butir • b = taraf sukar butir • c = kebetulan menjawab betul a besar a kecil C b kecil b besar ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------2. Teori Responsi Butir • Butir yang dirasakan sukar bagi responden berkemampuan rendah, akan terasa mudah bagi responden berkemampuan tinggi; jadi, taraf sukar butir adalah relatif • Responden yang diuji dengan butir mudah akan tampak berkemampuan tinggi, sedangkan responden yang diuji dengan butir sukar akan tampak berkemampuan rendah; jadi, kemampuan responden adalah relatif • Dengan demikian, ada ketergantungan di antara taraf sukar butir dengan kemampuan responden • Pada teori responsi butir, ketergantungan ini dihilangkan, sehingga taraf sukar butir adalah invarian (tidak berubah) terhadap kemampuan responden • Dibahas di Bab 21 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Estimasi Parameter • Pada teori responsi butir, kita memilih suatu alat ukur serta kita memilih model karakteristik butir tertentu • Kemudian melalui butir-butir alat ukur itu kita mengumpulkan data yang cukup banyak • Dengan data yang terkumpuln itu, kita mengestimasi parameter (responden dan butir) secara matematika dan statistika pada model karakteristik butir itu • Dibahas di Bab 22 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Metrik Sekor dan Kalibrasi • Pada umumnya, hasil kalibrasi pada teori responsi butir adalah dalam bentuk nilai baku • Untuk menyatakannya ke dalam suatu sistem sekor, diperlukan satu metrik sehingga semua sekor ditransformasikan ke metrik itu • Transformasi ini memerlukan penyetaraan sekor • Transformasi sekor ke sekor metrik ini dikenal sebagai kalibrasi • Dibahas di Bab 23 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 5. Pencocokan Model Karakteristik Butir • Pada teori responsi butir, model karakteristik butir yang kita pilih harus cocok dengan data dari lapangan • Kecocokan ini diperiksa melalui pencocokan model karakteristik butir • Dibahas di Bab 24 6. Fungsi Informasi • Pada teori responsi butir, butir yang baik adalah butir dengan taraf sukar yang cocok dengan kemampuan responden • Kecocokan ini memberi informasi yang dikenal sebagai fungsi informasi (ada fungsi informasi butir, fungsi informasi ujian) • Dibahas di Bab 25 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- G. Sistem Pengujian 1. Bank Butir • Pada teori responsi butir, butir yang telah dikalibrasi dan dinilai baik dapat disimpan ke dalam bank butir • Di dalam bank butir, setiap butir memiliki catatan status butir yang cukup lengkap • Setiap kali butir itu dipergunakan, hendaknya, informasinya ditambahkan ke dalam catatan status butir • Dibahas di Bab 26 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------Pemasukan butir ke dalam bank butir KUMPULAN BUTIR UJI COBA KALIBRASI DIBUANG ATAU DIPERBAIKI BANK BUTIR ..: .......... ..: .......... ..: .......... ..: .......... DATA DARI SETIAP BUTIR ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Perakitan Perangkat Ujian • Sebelum merakit perangkat ujian, kita perlu menentukan fungsi informasi ujian (gabungan fungsi informasi butir) yang sesuai dengan tujuan ujian (ujian keberhasilan, ujian seleksi) • Perakitan perangkat ujian dapat dilakukan dengan memilih butir dari bank butir sehingga hasilnya sesuai dengan informasi ujian • Kita dapat merakit beberapa perangkat ujian yang setara • Dibahas di Bab 27 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------Perakitan dan penggunaan perangkat ujian PERANGKAT UKUR BANK DIGUNAKAN BUTIR CATATAN PADA BUTIR ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Pelaksanaan Ujian Adaptif • Selain pelaksanaan ujian secara konvensional (semua responden mengerjakan semua butir pada waktu yang sama) dikenal juga pelaksanaan ujian adaptif • Pada ujian adaptif, responden mengerjakan butir yang dipilih satu demi satu dari bank butir dengan taraf sukar yang menuju ke perkiraan kemampuan responden • Setelah mantap, maka kemampuan responden ditentukan oleh taraf sukar butir yang dapat dikerjakannya dengan betul • Dibahas di Bab 28 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Ketimpangan • Ada kalanya terjadi ketimpangan pada sekor responden; sekor responden tidak sesuai dengan kamampuan responden • Ketidakcocokan ini dikenal sebagai ketidakwajaran sekor responden • Ada kalanya pula, butir secara sistematis menguntungkan satu kelompok responden atau merugikan satu kelompok responden • Ketimpangan ini dikenal sebagai bias butir • Dibahas di Bab 29 -----------------------------------------------------------------------------Pendahuluan ------------------------------------------------------------------------------ 5. Perkembangan Pengukuran • Teori responsi butir terus berkembang bersamasama dengan bagian lain dari pengukuran mental • Selain dikotomi, kini terdapat teori responsi butir untuk politomi • Sebagai penutup selayang pandang perkembangan ini teori responsi butir ini • Dibahas di Bab 30 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------H. Bagan Umum Pengukuran SASARAN UKUR: ATRIBUT SKALA UKUR KONSTRUKSI ALAT UKUR PERBAIKAN ALAT UKUR ALAT UKUR HASIL KONSTRUKSI VALIDITAS ISI RENDAH TINGGI ALAT UKUR SEMENTARA PERBAIKAN ALAT UKUR SASARAN UKUR: RESPONDEN UJI COBA (SETARA) ANALISIS BUTIR HASIL UKUR UJI COBA RELIABILITAS UJI COBA RENDAH TINGGI BANK BUTIR ALAT UKUR DIPAKAI CARA UKUR SASARAN UKUR: RESPONDEN HASIL UKUR RELIABILITAS NILAI ANALISIS KETIMPANGAN ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- I. Keterampilan Statistika 1. Abjad Yunani Nama Kapital kecil alpha Α α beta Β β gamma Γ γ delta Δ δ epsilon Ε ε zeta Ζ ζ eta Η η theta Θ θ iota Ι ι kappa Κ κ lambda Λ λ mu Μ μ Nama Kapital kecil nu Ν ν xi Ξ ξ omicron Ο ο pi Π π rho Ρ ρ sigma Σ σ, ς tau Τ τ upsilon Υ υ phi Φ φ khi Χ χ psi Ψ ψ omega Ω ω ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Abjad Yunani di Statistika Abjad Yunani juga digunakan di statistika. Sebutkan penggunaan mereka di statistika ν π ρ σ χ Σ Π α = = = = = = = = = Sebagai latihan, tuliskan kembali abjad Yunani sehingga bentuknya jelas ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 2. Urutan Data Biasanya data diurut menurut besarnya. Ada urutan naik (dari kecil ke besar) Ada urutan turun (dari besar ke kecil) Contoh: • Data 5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 4, 4, 2, 3, 6, 4, 5, 4 Urut naik 2 3 4 5 6 7 Urut turun 7 6 5 4 3 2 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 3. Frekuensi dan Kumulasi Frekuensi • Frekuensi f: Banyaknya atau seringnya suatu data muncul • Kumulasi frekuensi Σf: Jumlah frekuensi pada sejumlah data, biasanya berurutan dari suatu data ke data lainnya • Kumulasi frekuensi bawah: Kumulasi frekuensi mulai dari data terkecil berurutan ke data yang lebih besar • Kumulasi frekuensi atas: Kumulasi frekuensi mulai dari data terbesar berurutan ke data yang lebih kecil ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 1 Data 5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 4, 4, 2, 3, 6, 4, 5, 4 Data X 2 3 4 5 6 7 Cacahan II III IIII I IIII III II f 2 3 6 4 3 2 20 Σf (bawah) 2 5 11 15 18 20 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 2 Data 5, 9, 4, 5, 2, 6, 10, 4, 1, 8, 0, 7, 5, 9, 3, 6, 2, 5, 8, 7, 4, 5, 3, 4, 6, 3, 7, 5, 4, 6 Data X 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Frekuensi f 1 1 2 3 Kum frek bawah Σf 1 2 4 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 3 Data 25, 21, 26, 25, 28, 23, 24, 29, 25, 26, 28, 25, 22, 26, 21, 26, 25, 23, 24, 28, 22, 25, 22, 29, 26, 24, 25, 23, 27, 28, 24, 25, 27, 26, 24, 25, 23, 27, 25, 26, 24, 26, 23, 24, 25, 25, 26, 24, 25, 26 Data X 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Frekuensi f 2 3 5 8 Kum frek bawah Σf 2 5 10 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 4. Data 70, 85, 60, 70, 75, 65, 80, 95, 55, 70, 75, 60, 50, 80, 70, 75, 55, 65, 75, 60, 65, 70, 85, 90, 70, 60, 75, 65, 85, 75, 55, 80, 70, 65, 80, 75, 60, 70, 80, 85, 65, 75, 60, 80, 65, 90, 75, 70, 65, 70 Data X 50 55 60 Frekuensi f 1 3 Kum frek bawah Σf 1 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 5 Data 90, 95, 110, 80, 95, 105, 100, 85, 115, 100, 110, 85, 90, 105, 95, 90, 110, 85, 100, 105 95, 100, 90, 90, 90 Data X Frekuensi f Kum frek bawah Σf ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 4. Proporsi dan Kumulasi Proporsi Proporsi p frekuensi f frekuensi total f • Kumulasi proporsi Jumlah proporsi pada sejumlah data, biasanya berurutan dari suatu data ke data lain • Kumulasi proporsi bawah Kumulasi proporsi mulai dari data terkecil berurutan ke data yang lebih besar • Kumulasi proporsi atas Kumulasi proporsi mulai dari data terbesar berurutan ke data yang lebih kecil ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 6 Data 5, 4, 7, 5, 2, 6, 4, 6, 5, 3, 3, 7, 6, 4, 2, 3, 6, 4, 5, 4 Data X 2 3 4 5 6 7 Frek f 2 3 6 4 3 2 20 Proporsi p 0,10 0,15 0,30 0,20 0,15 0,10 Kum prop bawah Σp 0,10 0,25 0,55 0,75 0,90 1,00 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 7 Data 5, 9, 4, 5, 2, 6, 10, 4, 1, 8, 0, 7, 5, 9, 3, 6, 2, 5, 8, 7, 4, 5, 3, 4, 6, 3, 7, 5, 4, 6 Data X 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Frekuensi f 1 1 2 3 Prop Kum prop bawah p Σp 0,033 0,033 0,033 0,066 0,067 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 8 Data 25, 21, 26, 25, 28, 23, 24, 29, 25, 26, 28, 25, 22, 26, 21, 26, 25, 23, 24, 28, 22, 25, 22, 29, 26, 24, 25, 23, 27, 28, 24, 25, 27, 26, 24, 25, 23, 27, 25, 26, 24, 26, 23, 24, 25, 25, 26, 24, 25, 26 Data X 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Frekuensi Prop f p 2 3 5 8 Kum prop bawah Σp ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 9. Data 70, 85, 60, 70, 75, 65, 80, 95, 55, 70, 75, 60, 50, 80, 70, 75, 55, 65, 75, 60, 65, 70, 85, 90, 70, 60, 75, 65, 85, 75, 55, 80, 70, 65, 80, 75, 60, 70, 80, 85, 65, 75, 60, 80, 65, 90, 75, 70, 65, 70 Data X 50 55 60 Frekuensi Prop Kum prop bawah f p Σp 1 3 ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 10 Data 90, 95, 110, 80, 95, 105, 100, 85, 115, 100, 110, 85, 90, 105, 95, 90, 110, 85, 100, 105 95, 100, 90, 90, 90 Data X Prekuensi f Prop Kum prop bawah p Σp ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- 5. Histogram dan Ojaif (Ogive) • Histogram Grafik dari frekuensi atau proporsi. Yang menjadi ukuran: luas • Ojaif Grafik kumulasi bawah atau atas dari frekuensi, atau Grafik kumulasi bawah atau atas dari proporsi Ojaif frekuensi dan ojaif proporsi dapat dilukis di dalam satu grafik; perbedaan mereka hanya terletak pada skala (frekuensi atau proporsi) ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 11. • Dari contoh 6, histogram dan ojaif frekuensi dan proporsi f 6 5 Y-Axis 4 3 2 1 2 3 4 5 6 X 7 HISTOGRAM f 15 Y-Axis 20 10 5 2 3 4 5 OJAIF 6 7 X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 12. Dari Contoh 7, histogram dan ojaif proporsi p 0,15 Y-Axis 0,20 0,10 0,05 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X HISTOGRAM p Y-Axis 1,0 0,5 1 2 3 4 5 OJAIF 6 7 8 9 10 X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 13. Dari Contoh 8, histogram dan ojaif proporsi p 0,15 Y-Axis 0,20 0,10 0,05 21 22 23 24 25 26 27 28 29 X HISTOGRAM p Y-Axis 1,0 0,5 21 22 23 24 25 26 27 28 29 OJAIF X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 14. Dari Contoh 9, histogram dan ojaif proporsi p 0,25 0,15 Y-Axis 0,20 0,10 0,05 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 p 1,0 X HISTOGRAM 0,9 0,5 Y-Axis 0,7 0,3 0,1 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 OJAIF X ----------------------------------------------------------------------Pendahuluan ----------------------------------------------------------------------- Contoh 15. Dari contoh 10, histogram dan ojaif proporsi p 0,25 0,15 Y-Axis 0,20 0,10 0,05 80 85 90 95 100 105 110 X HISTOGRAM p Y-Axis 1,0 0,5 80 85 90 95 100 105 110 OJAIF X
© Copyright 2024 Paperzz