download

18
TIP
SISTEM INFORMASI
INPUT INSTRUMENTAL/ INSTITUSIONAL
M
A
N
U
S
I
A
INPUT MATERIAL
M
E
T
O
D
A
M
A
T
E
R
I
A
L
P
R
O
S
E
D
U
R
A
L
P
G
E
N
D
A
L
I
A
N
PROSES
(Data)
Output/Informasi
SISTEM INFORMASI
MANUAL
SIA
BERBASIS KOMPUTER
SIM
Pembelian
DSS
Produksi
Tunai
Proses Order
Program Pencetakan Faktur
EUC
Penjualan
Kredit
Penagihan
Dsb-nya
Dsbnya
EXPs
HRD
Aset Tetap
Retur
Penerimaa Kas
Dsb-nya
19
Keterangan:
Diagram di atas menggambarkan bahwa sistem informasi sebagai suatu sistem
mempunyai input material/instrumental/institusional, proses, output.
Diagram berikutnya menggambarkan bahwa sistem informasi sesungguhnya tidak harus
berbasis komputer, bisa saja sistem pengolahan datanya di-lakukan dengan cara manual.
Pada zaman sekarang lazimnya dengan menggunakan teknologi komputer.
Secara tradisional atau historis, komputer pertama-tama digunakan untuk mengolah data
pembukuan (akuntansi, accounting purposes, disamping bidang yang bersifat statistical
purposes). Tipe proses pengolahan data pembukuan (record/book-keeping) sebetulnya
relatif sederhana, terstruktur dan rutin berulang-ulang dan sifat pengolahan data semacam
itu sangat cocok menggunakan komputer. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa sistem
Informasi akuntansi merupakan aplikasi komputer yang diimplementasikan paling awal.
Pemenuhan kebutuhan informasi kepada para manajer menjadikan mereka sangat antusias
dan berharap banyak terhadap komputerisasi. Pengembangan data transaksi akuntansi
ditambah dengan data non-transaksi akuntansi (misalnya data jumlah penduduk, data riset
pemasaran, dan sebagainya) ditambahkan ke SIA subsistem penjualan sehingga menjadi
SIM Pemasaran. Demikian juga SIA subsistem penggajian & upah ditambah dengan data
rekruitmen pegawai, pola-karier, manajemen pelatihan personil, dan sebagainya menjadi
SIM Personalia (Human Resources Development).
SIA terdiri dari beberapa subsistem, misalnya subsistem penjualan, subsistem pembelian,
susbsistem produksi (pengelolaan persediaan dan harga pokok). Jadi sistem informasi
akuntansi terdiri dari subsistem-subsistem. Tiap sub-sistem, misalnya subsistem informasi
akuntansi penjualan, terdiri modul-modul proses pelayanan pesanan (order processing),
penagihan (billing) dan penerimaan kas (cash receipt). Setiap modul lazimnya terdiri dari
sekelompok program yang disebut satu string/runstream. Jadi modul terdiri dari banyak
program, setiap program lazimnya menjalankan suatu proses/ fungsionaliti tertentu (ada
yang berpendapat sebaiknya setiap program adalah managable small).
Setiap sistem yang menggunakan komputer disebut aplikasi (application system),
maksudnya ialah aplikasi (penerapan) penggunaan komputer pada bidang kegiatan
tertentu, misalnya sistem komputerisasi (atau aplikasi) akuntansi, antara lain sistem
aplikasi penjualan, antara lain sistem aplikasi faktur.
20
Siklus Hidup Pengembangan Sistem
Menurut McLeod (2001, p.228) siklus hidup sistem (system life cycle) adalah proses
evolusioner yang terjadi dalam penerapan sistem atau sub sistem informasi berbasis komputer.
Proses tersebut terdiri dari kegiatan perencanaan, analisis, rancangan (design/construction),
penerapan (system implementation), dan penggunaan sistem atau sering disebut dengan istilah
production (operasionalisasi sistem sebagai suatu sistem yang life digunakan sesuai kebutuhan
pengguna (user). Pada tahap penggunaan tersebut seluruh operasi sistem dilakukan oleh
pengguna, sedangkan kegiatan perencanaan, analisis, rancangan dan penerapan dilakukan oleh
teknisi sistem informasi (system development team). Kegiatan yang dilakukan team developer
dinamakan siklus hidup pengembangan sistem (system development life cycle). Perlu dijelaskan
bahwa pada beberapa literatur, tahap penerapan sistem sering disebut dengan istilah
implementasi, tetapi seringkali istilah implementasi juga digunakan untuk seluruh kegiatan
pengembangan sistem informasi.
Implementasi (Scott, 1997, p.558) adalah merupakan proses pemasangan sistem yang
baru dirancang, termasuk semua perlengkapan dan perangkat lunak yang dibeli. Sedangkan
McLeod (2001, p.241) mendefinikannya sebagai kegiatan memperoleh dan mengintegrasikan
(integration) seluruh sumber daya informasi, baik yang berujud fisik maupun konseptual, untuk
menghasilkan agar suatu sistem informasi dapat dioperasikan sesuai kebutuhan. Mc leod
membagi proses imple-mentasi menjadi delapan tahap, yakni: merencanakan penerapan,
mengumumkan penerapan, mendapatkan sumber daya perangkat keras, mendapatkan sumber
daya perangkat lunak, menyiapkan database, menyiapkan fasilitas fisik, serta terakhir adalah
mendidik peserta dan pemakai masuk ke sistem baru (user training) Sedangkan Scott membagi
dalam sembilan tahap, yaitu: pendidikan dan pelatihan personil, pemrograman, penyiapan
lokasi, pemasangan dan pemeriksaan instalasi peralatan, pemasangan dan pemeriksaan software
yang dibeli, konversi file, penggunaan sistem baru, pemeriksaan akhir/serah terima, dan
dokumentasi.
Sistem informasi dibangun menurut kaidah dan metoda-metoda tertentu yang disebut
metodologi (systems development methodology). Menurut Weber (1999) terdapat beberapa
metodologi yang dapat diikuti, antara lain yang disebut waterfall system, prototyping, soft
systems methodology, dengan computer aided systems engineering, rapid systems development,
dan sebagainya. Pembangunan sistem informasi dengan metoda waterfall system itu sendiri
dapat digambarkan sebagai berikut:
Feasibility
Study
Information
analysis
System
design
Program
development
Procedures
and forms
development
Acceptance
testing
Conversion
Operation
and
maintenance
Gambar 2.1. Waterfall System Development Methodology
Sumber : Weber (1999, p.108)
Istilah-istilah model prosedur pengembangan (atau pembangunan?) sistem informasi
tersebut adalah semata-mata merupakan sebutan yang diintrodusir oleh lingkungan/kelompok-
21
ahli yang menelurkan ide-ide metoda pembangunan sistem. Tujuannya tidak lain adalah agar
diperoleh satu kesamaan persepsi mengenai tahapan pembangunan sistem informasi antara para
anggota tim (teknisi) maupun dengan calon user, yaitu tentang siapa yang terlibat, tugas dan
tanggungjawabnya masing-masing. Berikut beberapa metodologi pembangunan sistem yang
dikutip dari Weber (1999).
Recognize the
problem situation
Take action to
improve situation
Compare
conceptual models
with problem
situation
Express the
problem situation
Indentify
desirable
and feasible
changes
Real world
Systems thinking
Produce root
definitions of
relevant systems
Develop
conceptual models
of relevant
systems
Gambar 2.2: Soft Systems Methodology
Sumber: Weber (1999, p.113)
Sedangkan pendekatan prototyping dapat digambarkan sebagai berikut:
Elicit User
Requirements
Design prototype
Implement
prototype
Use prototype
Build production
system
Gambar 2.2. Prototyping Approach
Sumber: Weber (1999, p.114)
Perlu dicatat bahwa apapun metodologinya, tetapi sesungguhnya
pembangunan sistem informasi hakekatnya terdiri dari rangkaian kegiatan berikut:
Tahap
Keterangan
Feasibility Study
Menentukan layak/tidaknya, cost-benefit satu proposed system.
Information analysis
Menggali user requirements.
System design
Merancang user interface, sistem file, dan information
processing functions yang akan dilakukan, dan sebagainya.
Program development
Mendesain, coding, compiling, testing, dan documenting
tahap-tahap
22
programs.
Procedures and
forms development
Mendesain systems procedures dan form-form yang akan
digunakan.
Acceptance testing
Final test/formal approval/acceptance dari user.
Conversion
Implementasi, mengganti sistem lama dengan sistem baru.
Operation and
maintenance
On-going production, operasionalisasi sistem, perawatan dan
perbaikan, evaluasi atau usul sistem yang lebih baru lagi di
kemudian hari.
Tabel 2.1. Tahap-tahap Pembangunan Sistem Informasi
Sumber: Weber (1999, p.108-109)
Testing dapat dilihat dari sisi pengguna maupun teknisi, sebagai berikut:
Gambar 2.3. Segi pandang Testing oleh User dan Quality Assurance
Sumber: Weber (1999, p.134)
Jenis Tes
Program testing
System testing
User testing
Quality assurance testing
Keterangan
Oleh programmer, terhadap tiap program, untuk menguji
accuracy, completeness dan efficiency.
Oleh sistem analis dan programmer, untuk menguji
overall system apakah interfaces antar program/
subsistem sudah baik.
Oleh sistem analis, programmer, user dan operator, untuk
menguji apakah sistem sudah berjalan baik di lapangan.
Pengujian oleh QA, apakah secara teknis sistem sudah
baik, dan apakah sesuai dengan aturan/kaidah/standar.
Tabel 2.2. Testing Domain
Sumber: Weber (1999, p.134)
Sedangkan strategi konversi (conversion strategies) yang dapat dipilih adalah:
Functionality
23
Old System
Functionality
(a)
New System
Abrupt changeover
Time
Old System
New System
Time
Functionality
(b)
Phased changeover
Old System
(c)
New System
Parallel changeover
Time
Gambar 2.4. Conversion Strategies
Sumber: Weber (1999, p.135)
Kualitas Sistem Informasi
Sistem informasi yang baik perlu dipersiapkan secara baik dan terencana. Manajer yang
membawahi unit fungsional sistem informasi, disebut chief of information officer (CIO)
bertanggungjawab untuk mengelola unit dan sumber daya informasi secara baik dan
memberikan jasa informasi kepada para usernya dalam tingkat layanan (service level) yang
disepakati. Sebagai service department, CIO harus memberikan staf teknis (information systems
expert) yang terbaik untuk dapat memberikan dukungan layanan sistem informasi kepada para
pengguna jasa informasi dalam tingkat kepuasan (user satisfaction) yang tinggi. Produk sistem
informasi untuk dukungan dan pemenuhan kebutuhan user harus andal, dapat memenuhi
kebutuhan dan memuaskan.
Sehubungan dengan hal tersebut, jadi apa yang dimaksud dengan sistem informasi yang
andal, yang mempunyai tingkat kualitas yang tingg? Ada beberapa kriteria yang dapat
disebutkan, antara lain:
a.
Efektif, atinya sistem informasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan para penggunanya
(sesuai user need atau user requirements). Ketersediaan sistem informasi harus dirasakan
manfaatnya sebagai penyedia informasi untuk bahan dalam proses pengambilan keputusan
(decision making process), maupun untuk dukungan operasional organisasi tersebut.
Sebagai pendukung keputusan, hendaknya sistem juga dapat berperan sebagai suatu
mekanisme penyedia alternatif-alternatif dan konsultatif proses pengambilan keputusan,
serta untuk mempermudah proses komunikasi organisasi (misalnya: group decision
maupun di dalam bentuk office automation system).
b.
Efisien (dengan sumberdaya informasi tertentu dapat menghasilkan output semaksimal
mungkin), artinya dengan sumberdaya manusia (teknisi dan operator sistem aplikasi) serta
konfigurasi mesin (dengan storage capacity dan processing capacity) seminimal mungkin
tetapi dapat memenuhi kebutuhan pemakai jasa semaksimal mungkin. Perlu kita pahami
bahwa sumberdaya informasi adalah terdiri dari computer hardware, computer software,
application software, information systems specialist, network (datacmmunication
equipment), database dengan data/ informasinya, serta user dan lingkungannya.
c.
Ekonomis (dalam perhitungan cost benefit tersedianya sistem informasi layak secara
ekonomis). Biaya yang diperlukan untuk pembangunannya cukup seimbang dengan hasil
yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi. Dalam kaitan ini memang terdapat dua
pandangan pimpinan organisasi terhadap pengeluaran uang untuk pembiayaan sistem
informasi:
ƒ
ƒ
Pengeluaran dianggap sebagai suatu investasi
Pengeluaran semata-mata dianggap sebagai pembiayaan (cost).
24
b. Sistem komputerisasi (sering disebut juga dengan istilah aplikasi, application system),
hendaknya dibangun dengan prosedur system development yang tepat, serta memenuhi
berbagai kelayakan: teknis (technical feasibility), ekonomis (economic return), layak secara
legal dan etika (legal and ethical), layal operasi (operational), dan sesuai jadwal yang
dikehendaki (schedule).
c. Sistem informasi terdiri dari sub-subsistem dan modul-modul yang relatif kecil dan mudah
dikelola (managable small), well-tested, serta mudah untuk dilakukannya penyesuaianpenyesuaian dan pengembangan (updating dan enhancement).
d. Sistem aplikasi dilengkapi dengan dokumentasi/manual sistem (system specification/job
specification, user manual) dan pelatihan-pelatihan (user training) kepada semua pihak
yang berkaitan dengan sistem tersebut.
e. Suatu sistem aplikasi komputer akan terdiri dari rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
manual maupun dengan terprogram (programmable). Di dalam suatu aplikasi mungkin
terdapat puluhan (atau ratusan dan bahkan mungkin ribuan program komputer). Setiap
program komputer tersebut hendaknya:
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Berfungsi sesuai dengan fungsionalitasnya secara benar dan lengkap.
Memiliki kualitas user-interface yang baik.
Didesain dengan baik dan dilengkapi dokumentasi/manual memadai.
Seluruh program merupakan kesatuan terpadu, dengan interfaces yang baik dan
dengan demikian terjaga adanya data integrity, no-redundancy, serta dataindependence.
Mudah dirawat (easy to maintain)
Bersifat robust, komprehensif dan mampu beradaptasi (atau dapat mengatasi
masalah, atau way-out) bila dalam kondisi tidak normal. Bila perlu dilengkapi pula
dengan fasilitas Help Functions.
Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi
Riset tentang implementasi sistem informasi berbasis komputer telah menunjukan
bahwa tidak ada satupun penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang secara signifikan dapat
mendorong atau menjadi penyebab kesuksesan/kegagalan suatu implementasi sistem (Husein
dan Amin Wibowo, 2000, h.5). Namun begitu, riset telah menemukan bahwa hasil implementasi
secara luas dapat ditentukan oleh beberapa faktor, misalnya: peran/partisipasi users dalam
proses implementasi, tingkat dukungan manajemen bagi upaya implementasi, tingkat
kompleksitas dan risiko implementasi proyek, dan kualitas manajemen proses implementasi.
Sedangkan menurut Vladimir Zwass (1998, p.49) faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk
mencapai keberhasilan implementasi sistem informasi adalah : (1) organizational fit. (2)
management support and commitment (3) the process of change management (4) sufficient
interaction between users and developers. (5) motivated and trained users. (6) proper
management of a system development project. (7) system quality.
25
a. Organizational Fit
Faktor ini berkaitan dengan proses perencanaan yaitu bahwa perencanaan dalam
implementasi dibutuhkan untuk menjamin bahwa sasaran sistem informasi sejalan dengan
sasaran organisasi. Fungsi-fungsi khusus dan semua tugas-tugas manusia yang akan bekerja
dengan sistem harus didefinisikan dengan jelas dan sistem informasi sejalan dengan sasaran
organisasi. Fungsi-fungsi khusus dan semua tugas-tugas manusia yang akan bekerja dengan
sistem harus didefinisikan dengan jelas dan sistem informasi harus dibangun untuk memenuhi
perumusan tugas yang diinginkan (Vladimir Zwass, 1998, p.497).
b. Dukungan Manajemen
Persetujuan dari semua level manajemen terhadap suatu proyek sistem informasi
membuat proyek tersebut akan dipersepsikan positif oleh pengguna dan staf pelayanan teknis
informasi. Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan terhadap waktu dan
tenaga yang tercurahkan pada proyek tersebut, dukungan bahwa proyek akan menerima cukup
dana, serta berbagai perubahan organisasi yang diperlukan.
c.
The Process of Change Management
Proses sosialisasi sistem informasi yang baru merupakan proses perubahan
organisasional. Kebanyakan orang dalam organisasi akan bertahan, karena perubahan
mengandung ketidakpastian dan ancaman bagi posisi dan peran mereka. Akan tetapi proses
perubahan organisasional ini diperlukan untuk manajemen perubahan itu selama proses
sosialisasi sistem informasi baru. Biasanya, proses manajemen perubahan dalam organisasi
memiliki tiga tahapan berikut ini :
1)
Unfreezing, yaitu proses menciptakan iklim perubahan degan memotivasi dan
training bagi pihak-pihak yang terlibat.
2)
Moving, yaitu proses instalasi sistem informasi yang baru.
3)
Refreezing, proses pelembagaaan sistem informasi baru dalam organisasi.
d. Peran Pengguna Dalam Proses Implementasi
Keterlibatan pengguna dalam desain dan operasi sistem informasi mempunyai beberapa
hasil yang positif. Pertama, jika pengguna terlibat secara mendalam dalam desain sistem, ia
akan memiliki kesempatan untuk mengadopsi sistem menurut prioritas dan kebutuhan bisnis,
dan lebih banyak kesempatan untuk mengontrol hasil. Kedua, pengguna berkecenderungan
untuk lebih bereaksi positif terhadap sistem karena mereka merupakan partisipan aktif dalam
proses perubahan itu sendiri. Kesenjangan komunikasi antara pengguna dengan perancang
sistem informasi terjadi karena pengguna dan spesialis sistem informasi cenderung mempunyai
perbedaan dalam latar belakang, kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai
kesenjangan komunikasi antara pengguna dengan desainer (user-designer communication gap).
e. Motivated and trained users
Pengguna yang mendapatkan motivasi dan training memadai akan dapat meningkatkan
partisipasi dalam proses pengembangan sistem informasi serta akan menghilangkan resistensi
mereka terhadap sistem baru yang mungkin menurut mereka merupakan ancaman terhadap
kepentingan mereka. Pengguna harus memahami dengan jelas bagaimana sistem baru akan
membantu mereka bekerja dan mungkin mempertahankan pekerjaan mereka. Training terhadap
pengguna merupakan faktor penting dalam menghilangkan ketakutan atau kecemasan pengguna
akan ketidaktahuan terhadap sistem baru.
f. Manajemen dan proses implementasi
Berbagai permasalahan ditemui dalam implementasi proyek, antara lain, konflik dan
ketidakpastian jika implementasi proyek dikelola dan diorganisasi dengan cara yang tidak baik.
Ada beberapa resiko dan konsekuensi manakala terjadi manajemen yang tidak tepat dalam
pengembangan proyek, aantara lain:
26
1) Biaya yang berlebih-lebihan sehingga melampaui anggaran
2) Melampaui waktu yang telah diperkirakan
3) Kelemahan teknis yang berakibat pada kinerja yang berada
dibawah tingkat dari yang diperkirakan
4) Gagal dalam memperoleh manfaat yang diperkirakan.
g. System Quality
Kualitas sistem informasi turut menentukan keberhasilan implementasi. Kualitas sistem
yang rendah akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam implementasinya. Vladimir
Zwass (1998, p.499) mengungkapkan permasalahan kualitas meliputi :
1) Kegunaan rendah, yaitu jika misalnya response-time lambat, screen-menu
panjang dan membingungkan.
2) Kualitas data rendah, yaitu jika data yang dihasilkan tidak akurat, tidak
dimasukkan tepat waktu, atau tidak tesedia pada saat diperlukan sehingga
menghasilkan informasi yang tidak andal.
3) Penyediaan informasi yang berkualitas rendah, yaitu informasi tidak akurat, tidak
relevan yang hampir tidak membantu pengguna dalam pengambilan keputusan,
overload, serta informasi sangat terlambat yang mengakibatkan informasi tidak
berguna.
4) Biaya operasi sangat tinggi
5) Problem operasional, yaitu sistem sering macet dan membutuhkan banyak waktu
untuk perbaikannya.
h. Tingkat Kompleksitas dan Resiko
Beberapa proyek pengembangan sistem cenderung gagal karena sistem- tersebut
mengandung tingkat resiko yang tinggi dibandingkan yang lain. Adapun tiga faktor kunci yang
mempengaruhi tingkat resiko proyek, yaitu :
1)
2)
3)
Ukuran proyek
Struktur proyek
Pengalaman dengan teknologi
Ukuran Kesuksesan Sistem Informasi
Telah banyak riset tentang sistem informasi manajemen yang dilakukan oleh para
peneliti untuk mengetahui dan mencari faktor-faktor yang berkaitan dengan keberhasilan
implementasi sistem informasi. Berbagai macam kriteria telah dikembangkan, akan tetapi
menurut Kenneth C. Laudon dan Jane P. Laudon (1995, p.403-404), ukuran kesuksesan sistem
informasi yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
High levels of system use
User satisfaction with the system
Favorable attitudes of users
Achieved objectives
Financial payoff to the organization.
Sementara itu Vladimir Zwass (1998, p.495-496) mengungkapkan bahwa suatu
implementasi sistem informasi itu dikatakan sukses apabila memenuhi hasil sebagai berikut :
1) High levels of system use-most of the expected user do indeed use the system.
2) The system is used to its full potential rather than superficially
3) User is higher satisfied (the satisfaction level can be measured by administering
validated questionnaires).
4) The original objectives of the system are achieved.
5) The system is institutionalized. This means all of the following; New generation of
27
users emerge, supported by ongoing training. The business process and
organizational structures around the system evolve continually as well.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa faktor yang menjadi ukuran keberhasilan
implementasi sistem informasi bersifat relatif, kombinasi ukuran keberhasilan implementasi
diungkapkan berbeda-beda. Namun demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa ukuran
keberhasilan implementasi ialah: a. tingkat kegunaan sistem (high level of system use); b.
kepuasan pengguna sistem (user satisfaction); c. tingkat pencapaian tujuan (achieved
objectives); d. kualitas informasi (information quality); e. sikap yang menguntungkan (favorable
attitudes of users).
a. Tingkat Kegunaan Sistem (High Level of System Use)
Tingginya tingkat kegunaan suatu sistem informasi dapat diukur dengan melakukan
jajak pendapat (pooling) terhadap penggunanya dengan kuesioner, atau dengan melakukan
monitor atas parameter tertentu seperti volume transaksi on-line (Kenneth Laudon & Jane
Laudon, 1995, p.403). Kegunaan sistem informasi dapat dilihat pula dari seberapa jauh sistem
informasi tersebut dapat memenuhi peran strategisnya dalam organisasi. Menurut O’Brien
(1991, p.56) peran strategis sistem informasi dalam organisasi adalah memperbaiki efisiensi
operasi meningkatkan inovasi organisasi, dan membangun sumber daya informasi yang
strategis. Ketiga peran strategis ini dapat mendukung organisasi dalam meningkatkan
keunggulan kompetitif dalam bersaing. Dalam sebuah organisasi non-profit peran strategis yang
dimaksud adalah meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan dan meningkatkan
kinerja mereka dalam melakukan aktivitas pelayanan.
b. Kepuasan Pengguna Sistem (User Satisfaction)
Parameter yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pengguna ialah opini users
atas kualitas informasi yang dihasilkan, kualitas layanan, dan mungkin atas jadwal operasi
sistem informasi (Laudon, 1995, p.404). Selain itu yang lebih kritis adalah bagaimana sikap
manajer dan seberapa besar kebutuhan informasi mereka dapat terpuaskan, dan bagaimana opini
mereka tentang seberapa besar sistem tersebut dapat meningkatkan kinerjanya.
c. Tingkat Pencapaian Tujuan (Achieved Objectives)
Kesuksesan implementasi sistem informasi harus diukur dari pencapaian hasil yang
dinyatakan selama analisis terhadap nilai bisnis yang diharapkan (Vladimir Zwas, 1998, p.495).
Tingkat pencapaian tujuan sistem informasi berarti sejauh mana sistem tersebut dapat
memenuhi tujuan yang telah ditentukan, yang ditunjukkan dengan perbaikan atas kinerja
organisasi dan pengambilan keputusan yang dihasilkan dari penggunaaan sistem informasi.
d. Kualitas Informasi (Information Quality)
Kualitas informasi yang dihasilkan sistem merupakan salah satu ukuran keberhasilan
implementasi, sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna sistem
informasi. Informasi dikatakan memiliki nilai jika dapat mempengaruhi keputusan sekarang
serta keputusan dan tindakan di masa datang. Kualitas informasi dapat ditinjau dari tiga hal,
yaitu akurasi, ketepatan waktu dan relevansi. Higgins (1994, p.716) menjelaskan ketiga hal
tersebut sebagai berikut :
“ Accuracy means that information is free from mistakes and errors, is clear, and reflects
the meaning of the data on the which it is based. Timeliness means that decision makers
have the information necessary within the relevant time frame. Relevant means that the
information specifically answers the recipient the what, why, when, who, and how of the
issue. To be relevant, information must be complete.”
Atribut-atribut kualitas informasi secara umum (Vladimir Zwass 1998, p.42) meliputi :
1)
2)
Timeliness, atau tepat waktu
Completeness, yaitu meliputi semua keperluan
28
3)
4)
5)
6)
7)
Conciseness, yaitu tidak meliputi elemen yang tidak diperlukan
Relevance, yaitu berhubungan langsung dengan situasi.
Accuracy, sesuai dengan realita dan bebas dari kesalahan
Precision, bersifat kuantitatif dengan tingkat kepastian tertentu
Appropriateness of form, yaitu tingkatan perincian dan tampilan dipilih sesuai
dengan situasi.
E. Sikap Yang Menguntungkan (Favorable Attitudes Of Users)
Sikap positif dari pengguna (user) terhadap sistem informasi akan sangat mendukung
berhasil/tidaknya implementasi. Sikap positif dalam bentuk dukungan dan kompetensi dari user,
serta hubungan yang baik antara user dengan teknisi merupakan faktor sikap yang
menguntungkan (favorable attitudes) dan sangat penting bagi berhasilnya implementasi. Sikap
positif menentukan tindakan, dan akan berkaitan dengan tingkat penggunaan yang tinggi (high
levels of use) serta kepuasan (satisfaction) terhadap sistem tersebut (Henry Lucas (1990, p.399).
Pengendalian Faktor Resiko
Kegagalan implementasi sistem informasi bisa disebabkan karena proyek sistem
informasi tersebut mempunyai faktor resiko yang tinggi. Tiap-tiap sistem bisa berbeda tingkat
resikonya tergantung dari ukuran, cakupan, tingkat kompleksitas, dan komponen teknis serta
organisasional dari sistem (Laudon, 1998, p.407). Kemungkinan agar implemetasi suatu sistem
berhasil dapat ditingkatkan dengan memilih strategi yang tepat dalam implementasi suatu
sistem. Hal ini diungkapkan oleh McFarlan sebagaimana dikutip oleh Laudon dan Laudon
(1995, p.414) sebagai berikut: “One way implementation can be improved is by adjusting the
project manajement strategy to the level of risk inherent in each project.”
Makin besar ukuran proyek, maka makin besar pula tingkat resikonya. Ukuran besarnya
proyek bisa diindikasikan dengan nilai uang yang dikeluarkan, banyaknya pihak
(unit/staf/teknisi) yang terlibat dalam implementasi, waktu yang digunakan untuk implementasi,
dan jumlah unit organisasi yang terpengaruh oleh kegiatan proyek. Karena sulitnya pengelolaan
proyek pembangunan sistem informasi (information system development project), maka
kemampuan teknis manajemen proyek pada saat ini sudah merupakan suatu kecakapan
profesional yang banyak dibutuhkan, dan diajarkan dalam berbagai bentuk kursus.