download

MODEL PENELITIAN: KONSTRUK
REALITAS MEDIA MASSA
Alexis S Tan, Bab 16;
Alison Shaw, dalam Mulyana, Bab
10
Model Penelitian: Konstruk
Realitas Media Massa






Konstruk Realitas Media Massa
Kekerasan di Televisi dan Penerimaan
Pemirsa terhadap Kejahatan
Stereotipe Sex di Televisi
Stereotipe Etnik di Televisi
Kemakmuran dan Kecantikan di Televisi
Kecantikan di Televisi
Konstruk Realitas Media Massa


Fungsi penting media massa adalah memperluas
pengetahuan masyarakat menyangkut orangorang, tempat, obyek dan kegiatan di luar
pengalamannya.
Konstruk realitas media massa digambarkan
Walter Lippman (1921) sebagai “The world that
we have to deal with politically is out of reach,
out of sight, out of mind. It has to be explored,
reported, imagined” (Lippman, dalam Tan, 1998:
253).
Konstruk . . .


Penelitian yang menggunakan pendekatan
konstruk realitas media massa, biasanya
adalah penelitian media mengenai
“cultivation” atau “enculturation”.
Pertanyaan penting dalam penelian
mengenai konstruk realitas media massa
adalah: Bagaimana efek media terhadap
sikap dan tingkah laku; dan bagaimana
audiens mengkonstruksi realitas?
Kekerasan di Televisi dan Penerimaan
Pemirsa terhadap Kejahatan


Penelitian Kekerasan televisi dan penerimaan
pemirsa terhadap kejahatan televisi, dilakukan
oleh Cultural Indicator Project Gerbner and
Gross.
Mereka mendefinisikan kekerasan sebagai “the
overt expression of physical force, with or
without a weapon, against self or others,
compelling action against one’s will on pain of
being hurt or killer, or actually killing or hurting”
(Gerbner dan Gross, dalam Tan, 1998: 254)
Kekerasan . . .



Melalui definisi yang dibangun, mereka
kemudian meneliti prime time dan program
akhir pekan dengan program dramatik
sepanjang tahun 1967-1968.
Mereka menemukan, rata-rata terjadi tujuh
setengah kekerasan perjam.
Tiap akhir pekan program anak-anak ratarata delapanbelas episode kekerasan
perjam.
Kekerasan . . .



Gerbner dan Gross juga menganalisis
tentang lingkungan tempat berlangsungnya
kekerasan.
Mereka mengukur, antara lain usia tertentu,
sex, dan kelompok sosial tertentu.
Penelitian berlangsung lebih dari sepuluh
tahun.
Kekerasan . . .


Studi mereka menunjukkan kelompok yang
lain lebih mungkin untuk menjadi korban
kekerasan dibanding kelompok lainnya.
Kemungkinan korban kekerasan antaranya
wanita, khususnya orang muda dan wanita
yang lebih tua, anak laki-laki, bukan kulit
putih, orang asing, anggota kelompok
lower and upper class dan bukan kelompok
menengah.
Stereotipe Sex di Televisi



Studi lain yang juga dikembangkan adalah
evaluasi bagaimana pria dan wanita
dilukiskan dalam program entertaninment.
Analisis menyangkut frekwensi pria dan
wanita membawakan acara, peran jabatan
dan sosial, serta karakter personal pria dan
wanita.
Hasil yang dicapai adalah:
Stereotipe . . .



Pria memiliki konsistensi melebihi wanita pada
program entertainment. Akhir-akhir ini, pria telah
diberi bagian 66-75%.
Pria kulit putih dilukiskan dalam berbagai jabatan
yang lebih luas dengan gambaran: profesional,
prestisius, dan powerful, seperti dokter, pengacara,
pendidik.
Wanita, sering melukiskan menganggur, terikat
perkawinan, romantis, dan menjalankan peran
dalam keluarga.
Stereotipe . . .



Pria kulit putih digambarkan agresif,
powerful, dan dapat mengendalikan diri,
dibandingkan dengan karakter wanita di
prime time televisi.
Pria juga dilukiskan poweful, smart,
rasional, stabil, dan serius dibandingkan
wanita.
Wanita digambarkan sangat atraktif,
sociable, hangat, bahagia dan tenang.
Stereotipe . . .



Dalam program birasial, secara berurut: pria kulit
putih digambarkan lebih dibanding dengan
kelompok lain.
Secara umum pria kulit putih digambarkan
powerful, tenang, independen, dibanding dengan
kulit berwarna.
Dalam program ini, wanita kulit putih digambarkan
tidak agresif, tulus, dan memperbaiki kerusakan,
menentang godaan, dan konsisten.
Stereotipe . . .


Hasilnya, diindikasikan wanita di stereotype
seperti di intertainment.
Wanita di sini memainkan peran tradisional:
pasif, tenang, obyek seksual, dan
sebagainya.
Stereotipe Etnik di Televisi


Komisi Hak-Hak Sipil Amerika Serikat pada 1977
melaporkan perempuan dan masyarakat minoritas di
televisi dengan statemen:
Throughout the early history of television
programming, minorities were excluded from the
screen except for certain stereotyped roles in
programs of particularit type. Blacks appeared most
often in comedy and variety shows; Native American
roles were limited to the television western; Asian
Americans appeared primarily in Fu Manchu and
Charlie Chan movies. People of Spanish origin,
usually Mexican Americans, appeared primarily as
bandits in television westerns or in reruns of movies
such as The Treasure of Sierra Madre
Stereotipe Etnik . . .



Pada tahun 1950-an dan 1960-an, gambaran
masyarakat Native Amerika yang digambarkan
sebagai blood-thirsty savages mendapat protes
dari The Association American Savages (AAIA).
Penggambaran Asia-Amerika di televisi juga
mendapatkan kritik dari beberapa penulis.
Asia-Amerika digambarkan sebagai: penulis,
tukang cuci, tukang masak, penjahat, penghasut
perang, pelayan, tukang kebun, dan ahli karate.
Stereotipe Etnik . . .


Wanita Asia, menurut Asian Americans for
Fair Media, digambarkan sebagai: patuh,
submassive,sexless, atau eksotis,
menggairahkan, dan jahat.
Penelitian hingga tahun 2000-an, masih
ditemukan penggambaran etnik timpang di
berbagai media.
Stereotipe Etnik . . .

Namun, perubahan yang terjadi pada tahun
2008 dengan terpilihnya Barrack Obama
sebagai pria kulit hitam menjadi Presiden
Amerika, (mungkin) telah merubah
paradigma masyarakat Amerika Serikat
terutama stereotipe etnik.
Kemakmuran di Televisi



Beberapa penelitian yang terkait dengan hal
ini, antara lain:
Tahun 1953, Smyte menemukan, televisi
menyajikan karakter kelas-menengah dalam
setting kelas-menengah.
Penelitian antara lain yang dilakukan
DeFleur menemukan, bahwa gambaran di
televisi mempengaruhi asumsi masyarakat
tentang ukuran “kemakmuran”
Kemakmuran . . .


Orang makmur, digambarkan antara lain
“memiliki mobil mewah”; dapat melakukan
perjalanan setiap tahun;
Sementara untuk masyarakat kelas
menengah, atau kelas atas, diasumsikan:
memiliki income di atas rata-rata; memiliki
kolam renang; dan memiliki perkumpulan
olah raga.
Kemakmuran . . .

1.
2.
3.
Fox dan Philliber memiliki tiga prediksi:
Persepsi kemakmuran berelasi positif dengan
jumlah tontonan di televisi
Persepsi kemakmuran secara positif dihubungkan
televisi dalam melukiskan akurasi kehidupan di
Amerika
Persepsi kemakmuran dikaitkan dengan sangat
kuatnya penggambaran di televisi tentang orangorang yang dipersepsikan secara akurat.
Kecantikan di Televisi


Tahun 1977, Tan menyelenggarakan analisis
isi TV di untuk seluruh iklan saat prime time
untuk mengukur frekwensi beauty
commersial.
Iklan kecantikan digambarkan melalui
selling point dengan daya tarik jenis
kelamin, muda atau cantik, dan daya tarik
fisik, dari aktor/aktris komersial sebagai
selling point.
Kecantikan . . .



Tan menggunakan eksperimen untuk
mengukur efek penyingkapan iklan
kecantikan di TV terhadap persepsi penonton
Penelitian dilakukan terhadap lima puluh
enam anak SMA yang berusian enambelas
hingga delapanbelas tahun.
Mereka, secara acak, dibagi dalam dua
kelompok dan diberi perlakukan berbeda.
Kecantikan . . .



Satu kelompok diberi tontonan tentang ukuran
“kecantikan”.
Sementara, kelompok yang lain diberi tontonan
“netral” yang tidak mensugesti sex, muda atau
cantik.
Kelompok yang menonton iklan “kecantikan” lebih
mungkin memberikan rating tinggi terhadap
karakter kecantikan dibanding dengan yang diberi
perlakuan netral pada item “menjadi populer
seperti pria” dan “untuk anda, secara personal”
Kecantikan . . .



Rating akan karakteristik kecantikan tidak berbeda
antara yang diberi perlakuan “cantik” dan “netral”
untuk kategori peran “sukses dalam pekerjaan dan
karir” dan “sukses sebagai isteri”.
Hasil interpretasi secara parsial mendukung
hipotesis “cultivation”
Ekspose iklan kecantikan TV menyebabkan anakanak remaja perempuan memberi penekanan lebih
pada karakteristik kecantikan
Kecantikan . . .

(Bandingkan dengan persepsi “cantik” saat
ini: wanita cantik digambarkan sebagai
“tinggi, langsing, terawat, mulus, dll.; pria
“ganteng” digambarkan sebagaimana dalam
iklan L-Men).
Soal-soal:
1.
2.
3.
Menurut saudara, apakah ada korelasi
antara konstruk realitas media massa
dengan audiens? Jelaskan dengan contoh!
Menurut saudara, apakah iklan di televisi
membangun stereotipe? Jelaskan dengan
contoh!
Jelaskan konstruk penelitian stereotipe
iklan dan kemungkinan pengaruhnya
dalam masyarakat!
Soal-soal
1.
2.
3.
Buatlah satu contoh desain penelitian
tentang pengaruh iklan di televisi dengan
pandangan masyarakat tentang kecantikan!
Untuk kasus di Indonesia, menurut
saudara, apakah iklan “kecantikan” di
televisi berkorelasi dengan realitas
masyarakat?
Bagaimana iklan “kecantikan” ideal
menurut saudara? Jelaskan dengan contoh!