PERSPEKTIF TEORI PSIKOLOGI SOSIAL Buku: Robert H. Lauer, Bab V; Max Weber, The Protestan Etic; John Eric Nordskog Bab I; Sztompka, Bab XVIII; Ritzer, Bab IV; Giddens, Kapitalisme, Bab IV. Perspektif Teori Psikologi Sosial Asumsi Teori Psikologi Sosial Teoritisi Psikologi Sosial: Max Weber Everette Hagen David C Mc.Clelland Beberapa Pandangan lainnya Asumsi Teori Psikologi Sosial Asumsi Teori Psikologi Sosial dibangun atas dasar bahwa perubahan dapat bersumber dari kekuatan individu tertentu (dalam Lauer, 2003: 128). Asumsi ini juga bersumber dari pandangan Ibn Khaldun, yang mengatakan bahwa “manusialah yang menciptakan sejarah”. Perubahan sosial, termasuk transformasi historis, adalah hasil dari prestasi aktor manusia (Hook, 1995: xi, dalam Sztompka, 2007: 305) Max Weber Max Weber, lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864, berasal dari keluarga kelas menengah. Berbeda dengan ayahnya yang memegang posisi penting dalam birokrasi, Weber membangun orientasi intelektual dan pengembangan psikologi (Ritzer, 1999: 112-113). Konstruk Teori Weber Konstruk teori Max Weber dituangkan dalam karyanya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Dalam karyanya tersebut, Weber menyatakan bahwa pengembangan industri dalam era kapitalisme modern dimungkinkan karena kondisi psikologis yang spesifik. Bahwa munculnya Etika Protestan, menumbuhkan spirit kapitalisme Konstruk . . . Spirit kapitalisme memiliki karakter sebuah situasi ketika orang-orang dipengaruhi oleh gagasan untuk mencari uang dan pengadaan barang. Hidup diorientasikan untuk keberhasilan. Menurut Weber, “Capitalism is identical with the pursuit of profit and forever renewed profit by means of continous rationalistic capitalistic enterprise” Konstruk . . . Orang-orang yang dominasi oleh spirit kapitalis memiliki sedikit penghormatan terhadap tradisi yang menghalangi mereka untuk mengumpulkan kekayaan Perubahan sosial melalui orientasi psikologi, menyebabkan perubahan ekonomi, melahirkan industri kapitalis. Dalam masyarakat kapitalistik, masyarakat bekerja keras, mereka dapat mengumpulkan kekayaan, mereka dapat menabung, yang merupakan salah satu dasar kapitalisme. Everette Hagen Everette Hagen, adalah seorang ekonom yang berusaha menggabungkan prinsipprinsip psikologi ke dalam teori pembangunan ekonomi. Hagen berpendapat, perkembangan ekonomi yang muncul dari berbagai faktor, harus dapat dipahami dari sudut kepribadian kreatif. Konstruk Teori Hagen 1. 2. Hagen merumuskan konstruk teori perubahan sosial melalui perspektif psikologi, dalam lima hukum: “Hukum penundukan kelompok”, yang menempatkan dorongan anak untuk berubah bagi kelompok yang merasa ditundukkan; “Hukum penolakan nilai-nilai”, yang menyatakan bahwa kelompok yang ditundukkan, akan membuang nialinilai kelompok yang menundukkannya Konstruk . . . 3. “Hukum rintangan sosial”, yang menyisihkan hukum no.2 dengan menunjukkan bahwa kelompok yang ditundukkan akan membuang nilai-nilai dominan dan hanya melakukan tindakan menyimpang dari cara-cara tradisional untuk mencapai kemajuan yang dirintangi. 4. “Hukum perlindungan kelompok”, individu melakukan tindakan baru untuk mendapatkan dukungan sosial dari kelompok yang ditundukkan. Konstruk . . . 5.”Hukum kepemimpinan yang tidak membaik” (non-alien) yang menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi takkan terjadi di seluruh masyarakat kecuali bila kelompok yang menyimpang & telah memulai proses perubahan, diterima dan diikuti. Konstruk . . . Proses dari lima hukum tersebut, secara berurutan dikemukakan sebagai berikut: Bahwa masyarakat tradisional yang stabil, hanya akan dipengaruhi oleh “persepsi sebagian kelompok dan tidak diikuti oleh kelompok lainnya” Proses ini disebut Hagen sebagai “penarikan penghargaan terhadap status”. Konstruk . . . Penarikan penghormatan status ini selanjutnya akan mendesakkan kepada orang tua untuk menata keluarga dalam konteks kemunduran; Akhirnya, kepribadian kreatif akan muncul setelah beberapa generasi. Pergeseran terjadi dari sikap mundur menuju kepribadian kreatif. Hegen memusatkan perhatian dan penelitian pada orangtua Konstruk . . . Seorang ayah yang keras, mungkin mengharapkan prestasi dari anaknya. Seorang ayah yang lemah, mungkin hanya akan mengharapkan anaknya akan mempelajari perilaku menurut cara tradisional Ayah dalam keluarga yang mengalami kemunduran, mempunyai kepribadian transisi, mungkin ia akan keras, atau ia akan lunak. Konstruk Teori David Mc.Clelland Konstruk teori Mc.Clelland dibangun melalu tesis dasar bahwa “masyarakat yang tinggi tingkat kebutuhan untuk berprestasinya, akan menghasilkan wiraswastawan yang lebih bersemangat dan selanjutnya menghasilkan perkembangan ekonomi yang lebih cepat” (dalam Lauer, 2003: 137-138). Konstruk . . . Untuk mengukur keinginan berprestasi, dilakukan melalui “sejauh mana pemikiran asli orang dapat berubah menjadi ide-ide yang berorientasi kepada prestasi”. Pengukuran dapat dilakukan melalui berbagai cara, antaranya melakukan lewat ide atau fantasi. Ide dapat dilacak melalui ide dalam berbagai cerita rakyat, bacaan imajinatif, yang kemudian diberi skor tertentu. Konstruk . . . Sebagai contoh, tema cerita anak-anak tentang “membangun sampan”: Jika tekanan cerita pada pembangunan sebuah sampan, maka masyarakat tersebut berorientasi pada prestasi; Jika tekanan cerita pada kegembiraan bermain bersama anak-anak dalam melayarkan sampan, masyarakat tersebut berorientasi pada afiliasi’ Konstruk . . . Jika cerita berorientasi pada cara mengorganisasi anak-anak untuk membangun sampan, masyarakat tersebut berorientasi pada kekuasaan. Riset lain dari Mc.Clelland adalah kebutuhan berprestasi di kalangan remaja. Sejumlah remaja memiliki kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi, sedangkan sebagian lainnya sangat rendah. Konstruk . . . Orang yang tinggi tingkat motivasi untuk berprestasi, berangkat dari keinginan kuat untuk mencapainya Sementara, orang yang rendah tingkat motivasinya, kurang berorientasi masa depan, dan penilaian terhadap pekerjaan dan mobilitas fisik juga rendah. Sumber kebutuhan seseorang untuk berprestasi, menurut Mc.Clelland, berasal dari nilai-nilai, keyakinan dan ideologi yang dianut seseorang (Mc.Clelland, dalam Lauer, 2003: 140-142) Beberapa Pandangan lainnya Pandangan klasik tentang peran “orang besar” dalam perubahan sosial dikemukakan oleh Thomas Carlyle (dalam Sztompka, 2007: 310): “Dalam semua epos sejarah manusia, ditemukan orang besar yang selalu menjadi juru selamat yang sangat diperlukan eposnya, pelita tanpa bahan bakar tak pernah menyala. Sejarah dunia ini adalah biografi orang besar” Beberapa . . . “sejarah universal, sejarah tentang apa yang telah dikerjakan manusia di dunia ini pada dasarnya adalah sejarah orang besar yang telah bekerja di sini” (Carlyle, dalam Sztompka, 2007: 310) Dua asumsi yang membahas tentang munculnya orang besar: Pertama, pandangan idealis. Pandangan ini diwaliki oleh Hegel, yang menganggap sejarah dunia tidak lain dari perkembangan ide kebebebasan (dalam Sztompka, 2007: 312) Beberapa . . . Orang besar adalah orang yang mampu mewujudkan semangat kebebasan itu. Kedua, seleksi alamiah. Bahwa orang unggul sekalipun memerlukan “tanah subur” untuk menyelesaikan gagasan, temuan, dan tindakan mereka. Pandangan kedua ini, dapat dibandingkan dengan pandangan Arnold Toynbee tentang konsep “keras-lunaknya tantangan untuk membangun peradaban”. Beberapa . . . 1. 2. 3. Beberapa bukti tentang pentingnya “orang besar” dalam proses perubahan sosial: Terdapat sejumlah kasus individual di dunia ini, misalnya pencipta, seniman, peneliti, penulis yang berpengaruh. Terdapat penemuan yang mengubah kehidupan sosial, misalnya Newton, dll. Bahwa seluruh epos yang menghasilkan kreatifitas, inovasi, dan keaslian, didukung oleh suasana kondusif Beberapa . . . 4. Dalam melahirkan orang besar, seleksi sosial juga berlaku. Kenyataannya, penemu, peraih nobel, kebanyakan pria, sedikit di antaranya wanita (selengkapnya dalam Sztompka, 2007: 315-317).
© Copyright 2024 Paperzz