download

Welcome to eBizzAsia magazine
e-Enterprise
Implementasi TI di
perpustakaan tidak
selalu mahal. Banyak
sekali aplikasi handal
dan gratis yang bisa
dimanfaatkan untuk
mengelola
pengetahuan menjadi
output yang berguna.
Volume I Nomor 03 - Desember 2002 - Januari 2003
Tidak seperti hari-hari sebelumnya, kali ini Siti Jamilah
nampak bersuka-cita. Sambil menahan senyum, pelajar
sebuah SMU di Jakarta Selatan itu berjingkrak-jingkrak
kegirangan. “Akhirnya, ku dapat kau,” katanya berkalikali. Maklumlah, setelah mengaduk-aduk sejumlah
perpustakaan di berbagai lembaga, referensi soal United
Kingdom yang dicari-cari Jamilah selama hampir sepekan
ternyata ditemukan di British Council. Tidak saja
lengkap, tapi melimpah. Itu pun Jamilah tidak perlu
susah-susah, cukup browsing di depan komputer dan
mengakses alamat www.britishcouncil.or.id.
Kemudahan yang dinikmati Jamilah tidak terlepas dari
fasilitas yang diberikan oleh British Council. Dengan
implementasi teknologi informasi (TI) di perpustakaan,
lembaga nirlaba itu tidak saja melayani peminjaman secara konvensional, tapi anggota bisa meminjam buku
lewat internet dan kemudahan akses untuk mencari informasi yang lebih bermutu. Di British Council, setidaknya
tersedia koleksi buku sebanyak 19.000, 5.000 buah AV (video dan kaset), dengan langganan majalah dan koran
sekitar 80-an judul.
Dibandingkan dengan lembaga-lembaga penting di negeri ini, implementasi TI di perpustakaan British Council
terbilang sudah maju. Makanya, institusi ini pada satu atau dua tahun ke depan akan mengubah perpustakaannya
menjadi KLC (Knowledge and Learning Center). Dengan perubahan ini, semua layanan British Council akan
terpusat di KLC. Nantinya akan disediakan informasi tentang United Kingdom, sekolah di Inggris, termasuk
sekolah-sekolah yang memberikan beasiswa, peminjaman buku, video dan layanan yang lain. “Konsepnya
semacam one stop shopping,” kata Hendro Wicaksono, pustakawan asal British Council. Koleksinya akan lebih
http://www.ebizzasia.com/0103-2002/enterprise,0103,02.htm (1 of 4)7/31/2005 5:31:04 PM
Welcome to eBizzAsia magazine
banyak berbentuk elektronik. Nantinya, British Council akan berlangganan akses ke database full text.
Jika itu terwujud, akan banyak kemudahan yang bisa dinikmati oleh anggotanya. Mereka akan dengan begitu
mudah mengakses dan mendapatkan informasi-informasi penting. Tidak ada lagi cerita tidak menemukan
referensi yang memadai. Kondisi ini berkebalikan seratus delapan puluh derajat dengan yang ada di Tanah Air.
Tengoklah betapa memprihatinkannya perpustakaan di sekolah-sekolah umum dan sekolah khusus. Selain
penataannya semrawut dan serba manual, koleksinya hanya itu-itu saja. Bahkan, banyak sekali koleksi buku yang
obsolete. “Bagaimana mungkin kita bisa membangun sumberdaya manusia yang handal jika aset sumber
pengetahuan dan ilmu itu tidak dibangun,” kata Badollahi Mustafa, Kepala Perpustakaan Institut Pertanian Bogor
(IPB).
Perpustakaan yang agak memadai rata-rata terdapat di perguruan tinggi. Menurut Mustafa, perpustakaan
Universitas Petra Surabaya, Universitas Sumatera Utara Medan, Universitas Solo, Institut Teknologi Bandung,
Universitas Indonesia, beberapa universitas swasta di Jakarta dan Bandung, sudah lumayan. Selain terpadu,
fungsi-fungsi yang diotomatisasi sudah lebih lengkap. “Kalau IPB, lumayanlah,” kata Mustafa merendah.
Sementara untuk perpustakaan umum, menurut Hendro, baru British Council yang impelemntasi TI-nya sudah
lumayan. Untuk institusi swasta, perpustakaan di perusahaan konsultan Price Waterhouse Coopers (PWC) juga
sudah lumayan canggih.
Dari sisi demografis, kata Hendro Wicaksono,
kebanyakan perpustakaan yg sudah implementasi TI
(skala kecil atau besar) adalah perpustakaan yang
terdapat di kota-kota besar, seperti Jakarta dan
Surabaya. Implementasi TI di perpustakaan memang
banyak ditemukan di kota-kota besar. Dan itu ditemukan
di perpustakaan di mana institusi induknya memang
sudah menggunakan TI dalam kerja sehari-hari, seperti
law firm dan konsultan bisnis. Sedangkan di lembaga
yang belum banyak tersentuh TI, rata-rata bangunan
perpustakaannya asal-asalan dan belum diotomatisasi
dengan TI.
Jika dibandingkan dengan implementasi TI di
perpustakaan di negara-negara maju, Indonesia begitu
tertinggal. “Kita ketinggalan sekitar 10-15 tahun,” kata Mustafa. Sebab, implementasi TI di perpustakaan di
negara-negara maju, seperti di Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Perancis, juga di negara-negara Asia seperti
Filipina, India, Malaysia, Singapura dan Thailand, rata-rata sudah terpadu dan lengkap. Di negara-negara
tersebut, perpustakaan menjadi kiblat sumber informasi. “Bila seseorang membutuhkan informasi apa saja,
mereka pasti pergi ke perpustakaan,” kata Edwin Markin, pustakawan Bank Mandiri. Ketika mencari angka
kematian/kelahiran di suatu tempat, mencari biodata seseorang dan mencari pemilik kendaraan bermotor,
mereka pasti ke perpustakaan.
Hendro Wicaksono, pustakawan British Council
Pengalaman Hendro melihat implementasi TI di perpustakaan di London dan Manchester (Inggris) serta di
Bielefeld (Jerman) menarik disimak. Di sana, kata Hendro, orang dengan mudah melakukan peminjaman antar
perpustakaan, men-donwload artikel fulltext antar unit, memperpanjang peminjaman lewat internet, menikmati
fasilitas multimedia, dan e-learning. Di dua negara tersebut, kultur antar perpustakaan perguruan tinggi memang
sudah terbiasa untuk resource sharing dan kurikulum pendidikan yang baik, sehingga implementasi TI mudah
dilakukan. Di sana, lanjut Hendro, terasa betul “The power of library networking”. “Trust sangat terasa
peranannya dalam membangun jaringan perpustakaan berbasiskan teknologi,” kata Hendro Wicaksono.
Mengapa implementasi TI di perpustakaan di Indonesia rata-rata baru sebatas menyediakan software untuk
pengolahan dan penelusuran serta sirkulasi bahan pustaka, layanannya pun masih sepotong-potong, belum
terintegrasi dan hanya bisa dimanfaatkan oleh anggota perpustakaan? Menurut Edwin Markin, ini disebabkan
http://www.ebizzasia.com/0103-2002/enterprise,0103,02.htm (2 of 4)7/31/2005 5:31:04 PM
Welcome to eBizzAsia magazine
karena untuk mengimplementasikan TI di diperpustakaan membutuhkan investasi yang tidak kecil dan sumber
daya manusia yang memadai. “Yang terpenting adalah masih kecilnya perhatian pimpinan lembaga/pemilik
perusahaan/pemilik modal tentang manfaat perpustakaan,” Edwin memberi alasan. Seringkali keberhasilan
implementasi TI di sebuah institusi memang amat ditentukan oleh sikap dan visi dari pucuk pimpinannya.
Sebab, dari sisi teknologi, Indonesia jelas tidak kalah dengan negara lain. Yang jadi masalah, ketika
implementasi, seringkali sistem tidak bisa berjalan dengan baik karena adanya masalah kultur. “Jadi, negara lain
lebih maju bukan dari sisi teknologi, tapi dari sisi kultur,” kata Hendro. Implementasi TI di manapun, termasuk di
perpustakaan, aspek sosial, yaitu manusia yang akan memakai teknologi tersebut, menempati posisi penting.
Teknologi secanggih apa pun tak akan ada gunanya jika pemakainya menolak. Dari sisi kultur berbagi dan
berkembang bersama, kiblat yang bisa dicontoh adalah Jerman.
Benarkah implementasi TI di perpustakaan ongkosnya mahal? Cap ini tidaklah benar. Mahal dan tidak itu relatif.
Untuk perusahaan bank sekelas Bank Mandiri, jelas dana yang diinvestasikan tidak gede. Dengan koleksi buku
sebanyak 9.197 judul (lebih dari 11.000 eksemplar), langganan 11 koran dalam dan luar negeri, langganan 17
majalah dalam dan luar negeri dan langganan 11 jurnal/terbitan berkala, pengeluaran bulanannya paling-paling
berjumlah puluhan juta rupiah. Pembelian software NCI Bookman versi 2.30 yang diproduksi PT NCI di Bandung
pun cuma berkisar Rp 40-50 juta. Itu sudah termasuk hardware, yaitu 3 unit komputer (masing-masing untuk
penelusuran, input data dan server), printer, barcode reader dan kertas print barcode). Di luar itu, masih ada
tiga komputer lagi, yaitu 1 unit komputer input data dan 2 PC (personal computer) biasa.
Bisa pula lebih murah. Menurut Hendro Wicaksono, saat ini banyak sekali aplikasi yang bagus, mudah di-download
di internet dan gratis. Misalnya, aplikasi LAMP (Linux Apache MySQL PHP) atau WAMP (Windows Apache MySQL
PHP). LAMP/WAMP amat mudah diimplementasikan, bahkan oleh kalangan pemula sekali pun. Yang diperlukan
hanyalah membaca langkah-langkah dalam manual. Jika menemui kesulitan, kata pakar security asal ITB Budi
Rahardjo, ada banyak sekali website atau mailing list aktif yang bisa membantu. Untuk mengimplementasikan
aplikasi berbasis open source ini, kata Budi, tidaklah sepenuhnya gratis. Tetap ada hidden cost, seperti belajar
dengan men-download materi di internet dan kehilangan waktu untuk bejalar.
Hebatnya lagi, aplikasi-aplikasi tersebut rata-rata bersifat multiplatform, learn once dan use anywhere. Misalnya,
LAMP/WAMP selain bisa digunakan di Linux, juga familiar dipakai di Windows. Masing-masing aplikasi biasanya
bersifat sepesifik. Aplikasi Post Nuke atau PHP Nuke misalnya, cocok untuk content management system.
Sementara aplikasi Open Biblio lebih cocok untuk otomatisasi perpustakaan. Sejauh ini, kata Hendro, ia tidak
menemui masalah serius menggunakan aplikasi-aplikasi gratis tersebut. “Dan yang terpenting, kebutuhan saya
bisa terpenuhi,” kata Hendro menambahkan.
Implementasi TI di perpustakaan memang memberikan banyak keuntungan. Ketika masih serba manual,
perpustakaan IPB memerlukan tenaga 6 orang untuk melayani sirkulasi sepanjang waktu layanan. Kini cukup
hanya dilayani satu orang. Ketika masih manual, layanan juga lambat, kurang akurat, boros bahan dan perlu
membuat kartu katalog. Dengan pemanfaatan TI, masalah ini tidak ada lagi. Bahkan, dengan TI bisa
menambahkan layanan baru, yaitu akses informasi lewat internet.
Untuk melayani pengunjung 60-70 orang per hari, perpustakaan Bank Mandiri malah hanya dilayani empat orang.
Tapi dengan NCI Bookman, pustakawan amat terbantu dalam kegiatan sirkulasi/simpan pinjam karena
menggunakan sistem barcode, baik barcode buku maupun nomor barcode anggota. Sehingga proses sirkulasi
dapat lebih efisien. Tidak heran jika NCI Bookman kini dipakai di lebih 70 perpustakaan, salah satunya
perpustakaan Bank BNI. Kekurangannya, kata Edwin Markin, PT NCI berada di Bandung, sehingga kalau ada
masalah pihaknya harus menghubungi ke Bandung, atau menunggu orang dari Bandung. Selain itu, tidak seperti
versi terbarunya, NCI Bookman versi 2.30 masih belum bisa digunakan untuk mengakses lewat internet.
Mengapa Bank Mandiri perlu membangun perpustakaan segala? Menurut Edwin, perpustakaan Bank Mandiri yang
berada di bawah economic financial research group dimaksudkan untuk menyediakan bahan pustaka/informasi
bagi seluruh karyawan yang membutuhkannya bagi kelancaran tugas-tugasnya. Sebagai gudang informasi,
http://www.ebizzasia.com/0103-2002/enterprise,0103,02.htm (3 of 4)7/31/2005 5:31:04 PM
Welcome to eBizzAsia magazine
perpustakaan adalah sarana untuk mendongkrak kualitas sumberdaya manusia Bank Mandiri. Ini pada gilirannya
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi Bank Mandiri, yakni peningkatan laba perusahaan.
Edwin tidak mengelak bahwa keberadaan perpustakaan di Bank Mandiri memang dimaksudkan untuk pengelolaan
pengetahuan (knowledge management). Sebab, kata Edwin, perusahaan yakin informasi akan sangat
mempengaruhi kemajuan suatu bisnis atau perusahaan. “Manajemen perusahaan yang baik sangat memerlukan
perolehan, pengolahan dan pengaturan informasi yang tertata rapi,” kata Edwin. Hakekat tugas perpustakaan
adalah mengelola dan mengatur informasi yang ada dalam bentuk bahan pustaka (baik book material maupun non
book material), sehingga mudah dimanfaatkan pemakai/karyawan. Mungkin lantaran ini, Bank Mandiri, bank hasil
merger empat bank pelat merah, hanya dalam tempo tiga tahun prestasinya sudah melesat jauh ke depan.
Padahal, merger bank seringkali gagal karena perbedaan kultur dan adanya resistensi.
Jika sebuah institusi hendak mengimplementasikan TI di perpustakaannya, agar tidak gagal, faktor sosial
(manusia pemakainya) harus dipersiapkan masak-masak. Kualitas sumberdaya manusia pengelolanya juga tidak
kalah penting. Dari sisi teknologi, sepanjang ada dana, semua lembaga punya akses yang sama. Cuma, kata
Badollahi Mustafa, teknologi seperti apa yang hendak diimplementasikan amat tergantung pada perpustakaan
yang hendak dibangun, berikut dana yang tersedia. Dengan pertimbangan-pertimbangan ini, sebuah institusi bisa
membangun perpustakaan sesuai kebutuhan dan sesuai pula dengan isi kantongnya. Jadi, tidak ada lagi alasan TI
itu mahal. •ki
foto-foto: Dahlan Rebo Paing
© 2003 eBizzAsia. All rights reserved
http://www.ebizzasia.com/0103-2002/enterprise,0103,02.htm (4 of 4)7/31/2005 5:31:04 PM