download

1
APLIKASI TANK MODEL UNTUK EVALUASI UNJUK KERJA
OPERASI SISTEM IRIGASI LAHAN RENDAH
Rachmad Jayadi *)
ABSTRACT
The accuracy of quantitative information on water cyclic is a crucial in how well the operation of
irrigation system performs water allocation and drainage control. If return flow exists, performance
of the water operation has to be evaluated by considering reused water factor.
A case study on such kind of analysis was conducted using data collected in a low-lying paddy
area with creek networks irrigation system, located in the Oide district, Saga plain, Kyushu, Japan. A
Complex Tank Model was applied for simulating the daily water cyclic in the system. Results show
that the system yields remarkable irrigation water conservation characterized by the high value of
ratio of water use (RPA) and ratio between the return flow and irrigation water (RWS). But there is
severe impact on water quality that needs to be clarified. To overcome this problem, application of
the model can be developed using Load Discharge concept.
PENDAHULUAN
Informasi kuantitatif yang akurat tentang sirkulasi air pada suatu lahan irigasi merupakan
faktor yang sangat menentukan keberhasilan operasi pembagian air dan pengaturan drainasi.
Untuk memperoleh informasi tersebut, umumnya ditempuh dengan cara menganalisis
kebutuhan air dan pelayanan air yang dilaksanakan dengan memanfaatkan data operasi sistem
irigasi.
Pada sistem irigasi irigasi di lahan rendah (low-land) seperti areal sawah di daerah
reklamasi pantai, metode tersebut sulit diterapkan. Tidak seperti halnya pada lahan padi
dengan sistem irigasi konvensional, data hidrologi dan aliran air pada beberapa bangunan air
yang ada masih belum cukup untuk bahan analisis unjuk kerja operasi sistem irigasi yang
ditinjau. Daerah irigasi pantai ditandai dengan adanya fenomena aliran balik (return flow)
berupa limpasan permukaan dan rembesan dari suatu blok petak sawah ke blok petak sawah
lain yang terletak pada elevasi yang lebih rendah melalui sistem tata saluran yang ada. Dengan
demikian hitungan efisiensi pelayanan air irigasi harus memperhitungkan besarnya faktor
penggunaan air ulang tersebut (water reuse).
Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan model hidrologi.
Model ini dapat digunakan untuk merepresentasikan tiruan proses mekanisme sirkulasi air di
lahan irigasi dengan parameterisasi sesuai dengan kondisi fisik di lokasi yang ditinjau. Tulisan
ini menyajikan hasil penelitian terapan sebuah model tanki (Tank Model) untuk evaluasi unjuk
kerja operasi sebuah sistem irigasi lahan rendah dengan menggunakan data dari suatu studi
kasus di Jepang.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada daerah irigasi dataran rendah di distrik Oide, kota Saga,
pulau Kyushu, Jepang. Pada lokasi penelitian ini terdapat 11 blok areal irigasi yang masingmasing didalamnya terdapat jaringan saluran alam yang telah direnovasi menjadi sistem tata
saluran irigasi berupa jaringan creek (creek network). Sumber air irigasi untuk untuk areal
Ir. Rachmad Jayadi, M.Eng., Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil FT UGM
2
reklamasi ini diambil dari sungai Kase dimana pada bagian hulu DAS terdapat bendungan
Hokuzan. Pelayanan air irigasi melalui sistem saluran primer dikontrol di bangunan
pengambilan Kawakami (Kawakami diversion) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Daerah penelitian terdiri dari 5 blok areal irigasi, yaitu blok C, D, E, F dan G dengan
jaringan creek yang mendapatkan suplai air irigasi dari saluran primer melalui beberapa buah
pintu air. Karena elevasi muka air di creek lebih rendah dari elevasi lahan irigasi maka
pemberian air irigasi dilakukan dengan cara memompakan air dari tampungan creek ke lahan
irigasi berupa padi dan greenhouse. Layout sistem irigasi dapat dilihat pada Gambar 2,
sedangkan pola sirkulasi aliran air pada sebuah blok creek-field disajikan pada Gambar 3.
Karakteristik tataguna lahan di areal penelitian ditunjukkan pada Tabel I. Kondisi seperti
diilustrasikan pada Gambar 3 memungkinkan dilaksanakannya praktek penggunaan ulang air
limpasan dari lahan irigasi maupun non-irigasi yang menuju creek sebagai sumber air irigasi.
Blok H
Blok A
Blok I
Blok B
Bloc J
Blok C
Blok K
Blok D
Drain canal
Drain canal
Main canal
Blok E
Blok F
Blok G
Batas daerah penelitian
Gambar 2. Layout Sistem Irigasi
Lahanp
adi
Creek network blok E
: Hujan
Gambar 1. Sistem Sumberdaya Air
: Evapotranspirasi
Gambar 3. Skema Pola Sirkulasi Aliran Air
Tabel I. Tataguna Lahan Areal Penelitian
Blok
Padi (ha)
Upland field (ha)
Greenhouse (ha)
Pemukiman (ha)
Populasi (orang)
C
301
37
8
155
2.257
D
357
62
15
104
1.519
E
174
29
11
57
829
F
263
41
9
21
312
G
277
65
6
11
162
canal
Upland
field
Drain
canal
Greenhouse
canal
Pemukiman
Drain canal
Creek network blok D
Main
canal
Drain canal
Creek network blok C
3
PENYUSUNAN TANK MODEL
Model hidrologi yang digunakan merupakan pengembangan dari model yang pernah
dibuat sebelumnya (Jayadi, Fukuda and Kuroda, 1998) yang disusun mengikuti prinsip model
tangki (Sugawara, et al., 1984). Prinsip dasar penerapan model adalah dengan melakukan
hitungan imbangan air (water balance) pada tiap komponen fisik lahan yang dimodelkan.
Sesuai dengan tataguna lahan yang ada, model disusun terdiri dari 6 sub-model, yaitu submodel untuk lahan padi, lahan perbukitan (upland field), greenhouse, pemukiman, saluran
primer dan creek. Skema model untuk sebuah blok sistem creek-field ditunjukkan pada
Gambar 4.
Aliran dari blok
di atas
Air irigasi melalui Runoff limbah
rumah tangga
sistem pompa
Air irigasi melalui
sistem pompa
Aliran dari hulu
(ruas atas)
Qwst
Lahan
padi
Upland
field
Greenhouse
Pemukiman
Saluran
primer
Qink
Perkolasi
Qinc
Qir
Qpf
Qul
Aliran ke hilir
(ruas bawah)
Qgh
Qir
Qstl
Creek
Qdr
Qlc
Drainasi ke luar areal
sistem irigasi
Aliran ke blok creek-network
di lahan bawah (hilir)
: Hujan
: Evapotranspirasi
Gambar 4. Skema Tank Model untuk Sebuah Creek-Field System
Tank Model ini dimaksudkan untuk hitungan simulasi distribusi aliran air dari saluran
primer sampai ke lahan irigasi, pembuangan air dari creek ke saluran drainasi dan limpasan
(runoff) dari suatu blok creek ke blok creek dihilirnya. Komponen aliran permukaan (surface
runoff) dan aliran bawah permukaan (seepage/subsurface runoff) dari masing-masing jenis
tataguna lahan direpresentasikan dengan aliran yang keluar dari lubang atas dan lubang bawah
setiap tangki.
Mengingat kondisi di wilayah pemukiman yang praktis merupakan impervious area dan
sudah dilengkapi fasilitas saluran drainasi yang cukup baik, maka digunakan tangki dengan
satu lubang sebagai ilustrasi limpasan permukaan. Dengan demikian parameter model tangki
terdiri tiga macam, yaitu tinggi lubang, koefisien lubang dan tinggi tampungan awal untuk
masing-masing tangki. Untuk seluruh blok yang ditinjau terdapat 72 buah nilai parameter
model yang harus dicari nilai-nilai yang representatif untuk daerah irigasi yang ditinjau. Pada
penelitian ini optimasi parameter model dilakukan dengan menggunakan metode yang
dikemukaan oleh Kadoya dan Nagai (1980), yaitu Standardization Davidon Fletcher Powell
Method (SDFP). Optimasi dilakukan dengan metode Sequential Optimization Approach yaitu
berurutan mulai dari blok paling atas sampai di blok paling bawah, kemudian dilakukan uji
ulang unjuk hasil model berdasarkan nilai optimum semua parameter yang telah didapatkan.
4
PENERAPAN MODEL DAN HASIL
Kalibrasi Model
Sebelum diterapkan untuk simulasi hitungan distribusi aliran air, nilai-nilai parameter
yang digunakan perlu diuji dengan prosedur kalibrasi model. Untuk itu digunakan data
fluktuasi muka air di creek yang direkam menggunakan alat digital automatic water level
recorder. Selanjutnya data ini digunakan untuk menentukan runoff total di creek (Qro) dengan
pendekatan rumus imbangan air sebagai berikut ini.
P Ev
Qir
Qstl
Qul Qgh
Qink
Qwst
Qinc
Qpf
Ac
Δhc
(Recorded data)
Creek
Qdr
Qlc
Gambar 5. Skema Representasi Inflow dan Outflow di Creek
 Rflow  Qpf
i
 Qul i  Qghi  Qstl i  Qwst i
(1)
Qro i  Qlc i  Qdri
  Rflowi  Pi  Qink i  Qinc i  Qiri  Evi  hci  Aci
(2)
Ac adalah rerata luas permukaan tampungan air di creek dan Δhc adalah perubahan elevasi muka
air di creek. Qpf, Qul, Qgh, Qstl adalah nilai runoff dari lahan padi, upland field, greenhouse dan
pemukiman. Qwst adalah runoff dari limbah rumah tangga. Qinc dan Qink masing-masing adalah
debit dari blok di atas dan suplai dari saluran primer. Qir adalah pemberian air irigasi ke lahan
pertanian melalui pompa dan Qdr adalah debit drainasi ke luar areal irigasi. Qlc adalah runoff ke blok
di bawah. P dan Ev adalah hujan dan evaporasi harian di creek.
Prosedur kalibrasi diterapkan dengan meminimumkan nilai fungsi tujuan (J), yaitu rerata
perbedaan antara runoff terukur (Qro) dan runoff hasil hitungan model (Qrot). Dalam
perumusan hitungan metode SDFP, kriteria optimasi tersebut disajikan pada persamaan
berikut:
J
1 N Qro i  Qrot i

N i 1
Qro i
(3)
dimana N adalah banyaknya data hitungan.
Gambar 6 menyajikan hasil kalibrasi model untuk semua blok jaringan creek berdasarkan
data tahun 1998. Nilai runoff di creek dinyatakan dalam satuan milimeter per hari (mm/hr)
dengan dasar luas lahan padi di masing-masing blok. Dari gambar tersebut dapat dilihat
5
bahwa parameter model yang dioptimasikan dapat memberikan unjuk hasil yang cukup baik.
Pola fluktuasi dan nilai runoff hasil hitungan Tank Model cukup dekat dengan data terukur di
lapangan. Hasil hitungan koefisien korelasi antara Qro dan Qrot untuk blok C, D, E, F dan G
masing-masing sebesar 0.9285, 0.9594, 0.9761, 0.7522 dan 0.7595.
Gambar 6. Hasil Kalibrasi Parameter Tank Model
Simulasi Distribusi Aliran Air
Hitungan simulasi distribusi aliran air di seluruh sistem yang ditinjau didasarkan pada
nilai parameter model tangki yang telah dikalibrasi. Untuk setiap tahun data pengamatan
meliputi klimatologi, debit di saluran primer dan elevasi muka air di creek dapat dihitung nilai
komponen runoff dari masing-masing jenis jenis tataguna lahan. Contoh hasil simulasi untuk
musim tanam padi tahun 1998 ditunjukkan pada Gambar 7 yang menyajikan nilai rerata
seluruh komponen sirkulasi aliran air termasuk hujan dan penguapan di creek, suplai air
irigasi dari saluran primer dan drainasi yang dinyatakan dalam satuan mm/hr terhadap luas
lahan padi di masing-masing blok.
Dari data pada Gambar 7 dapat diamati bahwa nilai return flow dari lahan irigasi maupun
lahan non-irigasi ke tampungan creek cukup besar. Komponen return flow terdiri dari runoff
dari lahan padi (Rp), non-padi (Rnp) dan runoff dari blok di atasnya (Rpu). Rnp nampaknya
memberikan kontribusi yang tidak begitu besar dibanding limpasan dari lahan padi (Rp),
karena faktor dominannya luas areal padi serta kecilnya potensi runoff dari lahan non-padi.
6
padi
8.0
3
2.09
1.01
0.003 0.94 9.82
se
field0.64 0.273.88 15.01
ek
ater
area
se
13.6 30.79
Lahan
0.044
5
field
2.23 0.28
Limbah
Pemukim Greenhou
Upland
field
RT
C rane
0.13
padi
1.01 9.823.88
31.85
0.22
1.14 se
ater
area
0.52
C r e e k4
21.07
Lahan
0.042
13.65
field
5.19 0.99
Limbah
Pemukim Greenho
Upland
field
0.00
3
RT
0.14an
se
RT
0.04an
0.28 use
C
D
Upland
E
0.049
Greenhou
Blok
Pemukim
Blok
Limbah
field
F
3.67
0.2 an 1.79
2C r e e k
padi
0.66 9.82 3.88
0.61 0.26
7.23
13.6 6.10
d
Lahan
5
G
3.84
RT
0.00
5
Main
canal
DraInage
1.53
e
Blok
Pemukim
Blok
Limbah
1.64
5.81
0.31 0.13
0.08
Greenhous
3
Upland Lahan
6.07 1.33
field
13.65
canal
Creek
Blok
Dengan pertimbangan keseragaman kondisi petak sawah di lokasi penelitian, maka untuk
semua blok digunakan nilai parameter tangki lahan sawah yang sama. Apabila kita evaluasi
secara lebih rinci imbangan air di lahan sawah, dapat diketahui bahwa 92% dari return flow
masuk ke creek dan hanya 8% saja yang meresap ke bawah sebagai perkolasi menuju zona
jenuh air. Sekitar 70% return flow dari lahan padi ini merupakan rembesan (seepage runoff),
sedangkan 30% berupa limpasan permukaan melalui peluap di pematang sawah pada saat
terjadi hujan besar.
padi
ater
C
area
0.00
0.85 9.823.88
24.05
field
3
rsee e k
0.026
Limbah
Pemukim
Greenhou
29.95
RT
0.02an
ater
0
0.14
area
0
se
0.00
2
se
22.84
0.5 0.2
Lahan
13.65
field
2 2
5.55
Upland
field
1.12
1.09padi
9.82
3.88
field
Gambar 7. Hasil Simulasi Distribusi
field Aliran Air
field
Unjuk hasil operasi sistem irigasi ini dinyatakan dalam indek rasio penggunaan air (RPA)
yaitu perbandingan antara jumlah air yang dapat diberikan ke lahan irigasi melalui pompa dan
jumlah suplai air dari saluran primer. Selain itu dapat juga dievaluasi seberapa besar
kontribusi return flow, yaitu dengan menetapkan indek rasio antara total return flow dan
jumlah suplai air dari saluran primer (RWS). Karakteristik kedua besaran tersebut disajikan
pada Tabel II.
Tabel II. Karakteristik Return Flow dan Unjuk Kerja Penggunaan Air Ulang
Blok
Indek
C
D
E
F
G
Rp (%)
83.6
62.6
29.3
38.1
36.3
Rnp (%)
16.4
9.5
4.9
3.3
3.3
Rpu (%)
0.0
27.9
65.8
58.6
60.4
2.26
1.71
6.14
2.64
2.46
RPA
7
RWS
2.70
2.73
20.98
6.93
6.81
Nilai beberapa indek tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh luas areal padi di masingmasing blok. Sebagai contoh adalah di blok E dimana luas lahan padinya paling kecil
dibanding blok lain, nilai indek RPA dan RWS sangat tinggi, karena menerima return flow
sangat besar dari blok di atasnya yaitu blok D, sehingga suplai dari saluran primer yang
diberikan cukup kecil.
Secara umum dapat dikatakan bahwa air irigasi yang di berikan untuk kelima blok lahan
irigasi tersebut hanya sekitar sejumlah air untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi dan
pengelolaan air akibat kehilangan air di saluran primer (conveyance water loss), yaitu masingmasing sekitar 4.8 mm/hr dan 1 mm/hr. Kebutuhan air untuk mengganti perkolasi (10-15
mm/hr) dan manajemen lahan termasuk penyiapan lahan dapat dipenuhi dari sistem
penggunaan ulang air return flow. Hal ini merupakan salah satu contoh keberhasilan upaya
konservasi sumberdaya air untuk keperluan irigasi.
Persoalan Kualitas Air
Meskipun dari aspek efisiensi penggunaan air praktek penggunaan ulang air irigasi
memberikan unjuk kerja yang baik, namun persoalan kualitas air kiranya perlu mendapatkan
perhatian yang serius. Cara budidaya lahan sawah padi maupun greenhouse yang telah cukup
maju memiliki potensi dampak negatif terhadap lingkungan cukup besar. Hal ini disebabkan
oleh akumulasi bahan pupuk dan pestisida yang sangat intensif pemakaiannya, khususnya dari
lahan sawah padi. Hasil pemantauan sampel air yang diambil di lokasi penelitian (Kuroda, et
al, 1999) menunjukkan adanya penurunan kualitas air di creek untuk indek cemical oxygen
demand (COD) dan electrical conductivity (EC). Penurunan kualitas air tersebut cenderung
meningkat pada keadaan dimana return flow besar dan bahkan telah melampaui batas yang
ditetapkan menurut standar yang berlaku di Jepang (Tabuchi, et al, 1998).
Untuk itu kiranya analisis lebih detil sangat diperlukan untuk dapat mengetahui pengaruh
return flow terhadap perubahan kualitas air di creek tersebut. Salah satu cara yang mungkin
adalah dengan pendekatan Load Discharge untuk memperkirakan besarnya beban pencemaran
dari masing-masing jenis tataguna lahan. Apabila pemantauan nilai konsentrasi suatu
parameter kualitas air dapat dilaksanakan secara kontinyu, kiranya keluaran Tank Model
berupa debit runoff dari masing-masing jenis tataguna lahan dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi nilai Load Discharge tersebut. Selanjutnya suplai air bersih dari saluran primer
dapat diperhitungkan tidak hanya berdasarkan faktor kebutuhan jumlah air irigasi saja, akan
tetapi juga faktor kualitas air. Dalam hal ini suplai air bersih dari saluran primer tersebut akan
berfungsi sebagai pengencer untuk mengimbangi beban pencemaran dari lahan irigasi
sedemikian hingga kualitas air di creek dapat dipertahankan agar sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan.
Persoalan lain terkait dengan adanya return flow adalah bahwa pendekatan Load
Discharge tentunya harus didasarkan pada nilai rasio dari masing-masing komponen air di
tampungan creek. Untuk suatu blok creek tertentu, komponen air tersebut yang terdiri dari air
bersih dari saluran primer, return flow dari blok di atasnya dan return flow dari blok itu
sendiri. Kesulitan akan dijumpai pada return flow dari blok di atas yang juga merupakan
campuran dari 3 komponen air tersebut, sehingga apabila Tank Model ini akan diterapkan
untuk keperluan analisis kualitas air diperlukan pengembangan lebih lanjut pada formulasi
model.
8
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian seperti telah diuraikan di atas dapat diambil kesimpulan
beberapa hal penting sebagai berikut ini.
1. Model hidrologi yang dibuat berdasarkan prinsip Tank Model dapat diterapkan untuk
hitungan simulasi distribusi aliran air dan evaluasi karakteristik sirkulasi air di areal irigasi
pada lahan rendah. Kesulitan pengukuran secara langsung di lapangan terhadap komponen
imbangan air seperti surface runoff dan seepage runoff sebagai komponen return flow
dapat diatasi dengan merepresentasikan fenomena hidrologi tersebut dalam bentuk model
tangki.
2. Keluaran Tank Model yang dibuat dapat digunakan untuk mengevaluasi unjuk kerja
operasi sistem irigasi di lahan rendah yang ditandai dengan adanya praktek penggunaan
ulang air irigasi, yaitu dengan mengukur efisiensi penggunaan air dengan
memperhitungkan faktor return flow.
3. Operasi sistem irigasi yang ditinjau memberikan unjuk kerja yang cukup tinggi, ditandai
dengan berhasilnya upaya konservasi sumber air untuk keperluan pertanian. Jumlah suplai
air irigasi yang diperlukan relatif sangat kecil, cukup untuk keperluan evapotranspirasi dan
memenuhi kebutuhan pengelolaan air akibat adanya kehilangan air di saluran primer, yaitu
sekitar 6 mm/hr untuk satu musim tanam padi.
4. Model yang dibuat dapat dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan analisis kualitas air,
sebagai upaya peningkatan unjuk kerja operasi sistem irigasi di daerah penelitian.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Testsuro Fukuda di Laboratorium Teknik
Irigasi, Fakultas Pertanian Universitas Kyushu, Fukuoka, Jepang, yang telah memberikan ijin
penggunaan data serta pengarahan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada saudara Ir. Joko Sujono, M.Eng. yang telah membantu dalam upaya
penerbitan hasil penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jayadi, R., Fukuda, T. and Kuroda, M., 1998, Reuse Mechanism of Irrigation Return Flow and
Its Impact on Water Quality, Proceeding of the 11th Congress of APD-IAHR, vol. 1, pp.
221-230.
Kuroda, M. et al., 1999, Annual Report of Research on Water Operation and Water Quality
Management in Large Scale Irrigation System, Irrigation Engineering Laboratory, Faculty
of Agriculture, Kyushu University, Fukuoka, Japan.
Nagai, A. and Kadoya, M., 1980, Journal of The Japanese Society of Irrigation Drainage and
Reclamation Engineering, vol. 48, pp. 851-856, Japan.
Sugawara, M., et al, 1984, Tank Model with Snow Component, Research Notes of The
National Research Center for Disaster Prevention, No. 65, Science and Technology
Agency, Japan.
T. Tabuchi, S. Anraku, H. Nakasone and Y. Yuyama, 1998, Water Quality Environment, The
Japanese Society of Irrigation Drainage and Reclamation Engineering, pp. 21-23, Japan.