Aspek Hukum Dalam Ekonomi LECTURE NOTES ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI GIOFEDI RAUF, S.H.,M.H [email protected],[email protected] Aspek Hukum Dalam Ekonomi LEARNING OBJECTIVES Pertemuan I = Mengenal Hukum Mahasiswa dapat menyebutkan defenisi Hukum, maksud dan tujuan hukum C1-TIK 1 OUTLINE MATERI : a. Pengertian tentang Hukum b. Hukum Secara Teoritis c. Hukum secara Praktis d. Maksud dan Tujuan Hukum e. Subjek Hukum Aspek Hukum Dalam Ekonomi MATERI PERTEMUAN I – MENGENAL HUKUM Hukum memiliki definisi yang sangat beragam, diantaranya dapat dilihat definisi dari literatur sederhana sebelum memasuki definisi dari para ahli. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, Balai Pustaka 2003) memberikan definisi bahwa hukum secara luas adalah peraturan adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah, sedangkan secara sempit dapat dimaknai sebagai undang-undang. Sedangkan Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae (Saleh Adiwinta, Binacipta 1983) memberikan ari dari hukum yang dalam bahasa Belanda dikenal dalam istilah recht sebagai keseluruhan aturan nilai mengenai suatu segi kehidupan masyarakat, dapat juga dikatakan sebagai aturan atau ketentuan yang dipertahankan oleh negara dan penguasa. Dalam Black’s Law Dictionary Seventh Edition (West Group, St Paul Minn 1999), Law di definisikan sebagai the regime that orders human activities and relation through systematic application of the force of politicaly organized society, or through social pressure, backed by force, in such a society (respect and obey the law). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hukum adalah rejim yang mengatur hubungan dan aktivitas antar manusia melalui suatu sistem aplikasi yang memiliki kekuatan memaksa secara politik atau memaksa melalui tekanan sosial yang didukung oleh kekuatan untuk dapat menghormati dan mematuhi hukum. Sementara itu para ahli merumuskan hukum dalam artian yang cukup beragam. Dapat dilihat dari pendapat plato yang menyatakan bahwa hukum adalah pikiran yang masuk akal yang dirumuskan dalam keputusan negara. Sedangkan Aristoteles mengatakan bahwa hukum adalah suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik adalah ketertiban yang baik (Lili Rasjidi, Dasardasar Filsafat dan teori hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004). Sementara Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SH merumuskan hukum sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkahlaku yang berlaku dalam suatau kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.(Mengenal Hukum, Liberti Yogyakarta, 2003) Aspek Hukum Dalam Ekonomi Kemudian Mochtar kusumaatmadja merumuskan hukum sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses didalam mewujudkan hukum itu didalam masyarakat ( Konsep Hukum dalam pembangunan, alumni, Bandung 2004). Dapat dikatakan bahwa hukum itu adalah perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya dalam suatu masyarakat, yang pelanggaran terhadap aturan itu dapat diberikan sanksi. Hukum itu sendiri secara garis besar terbagi dalam 2 kategori besar yakni publik dan privat, dalam sistem hukum kita dikenal dengan istilah Pidana dan perdata. Pidana secara sederhana dapat dikatakan sebagai perangkat hukum yang mengatur hunbungan antara manusia dengan negara, sedangkan perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Hal ini juga dapat dilihat dari sifat hukum pidana yang lebih aktif sementara perdata sifatnya pasif. Dalam konteks bisnis maka kita akan lebih sering bersinggungan dengan hukum perdata, yang masuk ke Indonesia melalui asas konkordansi ketika Belanda menjajah Indonesia. Belanda pun tidak begitu saja mengunakan sistem hukum tersebut melainkan juga digunakan berdasarkan penjajahan oleh Prancis, dan Perancis pun dahulu merupakan jajahan Romawi. Jadi dapat dismpulkan bahwa hukum perdata yang digunakan di Indonesia sedikit banyak merupakan hukum romawi. Hukum perdata itu sendiri memilik aspek materiil yang berisikan hak dan kewajiban dan aspek formil terkait dengan hukum acaranya. Perdata di Indonesia terdiri dari 4 buku yang terdiri dari buku tentang orang, benda, perikatan dan daluawarsa. Dalam konteks bisnis kita akan lebih sering bersinggungan dengan buku tentang perikatan atau juga dapat disebut perjanjian yang merupakan pondasi dasar hubungan bisnis. Ada ranah hukum perdata yang bersinggungan dan merupakan irisan dari dunia bisnis seperti persoalan badan usaha yang berbadan hukum, perikatan, fidusia, hipotik, gadai dan kepailitan. Namun ada juga persoalan bisnis yang menjadi ranah hukum tersendiri seperti penanaman modal, hak atas kekayaan intelektual, dan pasar modal. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Semantara itu bisnis dalam Kamus besar bahasa Indonesia dirumuskan sebagai usaha komersial didunia perdagangan. Yang dapat dikatakan secara sederhana adalah usaha mencari keuntungan dalam dunia perdagangan, yang tentunya memerlukan pengtahuan hukum untuk menghindari terjadinya perbuatan curang dari para pihak yang saling mencari keuntungan. Sedangkan dalam dunia internasional Business dalam Black’s Law Dictionary dirumuskan sebagai a commercial enterprise carried on for profit, a perticular occupation or employment habitually engaged in for livelihood or gain. Terjemahan bebasnya adalah usaha perdagangan yang sifatnya komersial dan bertujuan mencari keuntungan, dapat dikatakan bahwa segala kegiatan usaha perdagangan yang memiliki tujuan mencari keuntungan adalah bisnis. Dan segala usaha tersebut tentunya memiliki aturan main tersendiri yang bersumber kepada hukum sebagai pondasi aturan main para pihak yang terlibat di dalamnya. Bagi mahasiswa yang non fakultas hukum perlu juga dijelaskan urgensi mempelajari hukum, agar dapat satu sudut pandang dalam mempelajari mata kuliah ini. Dapat dijelaskan kepada mahasiswa bahwa bisnis hari ini sangat tidak bias dilepaskan dari aspek hukum, mulai dari pemilihan badan usaha, pendirian badan usaha, aktivitas bisnis hingga pembubaran badan usaha sebagai salah satu wadah menjalankan bisnis semuanya terkait erat dengan aspek hukum. Lebih dalam dapat dijelaskan bahwa persaingan bisnis yang sangat ketat, terkadang mengharuskan sebagian pengusaha bertindak “curang” demi mendapatkan keuntungan, aspek hukum dalam fakultas ekonomi hadir sebagai tameng bagi para calon enterpreneur agar dapat menjalankan aktivitas bisnis secara sehat sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku tanpa mengurangi atau mengambil hak pengusaha lain. Hukum secara teoritis merupakan hukum yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat dalam kerangka menjamin keadilan semua masyarakat, sementara dalam sisi praktis dapat dikatakan sebagai suatu peraturan perundang-undangan, norma adat maupun norma sosila yang berlaku dalam suatu masyarakat. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Mengenai tujuan hukum dapat dilihat pendapat Gustav Radbruch1 yang menyatakan bahwa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai tiga ide dasar hukum atau tiga nilai dasar hukum. Diantara ketiga asas tersebut yang sering menjadi sorotan utama adalah masalah keadilan, Friedman memberikan komentarnya: ”in terms of law, justice will be judged as how law treats people and how it distributes its benefits and cost,” dan dalam hubungan ini Friedman juga menyatakan bahwa “every function of law, general or specific, is allocative”.2 Keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum juga oleh banyak jurist dikatakan sebagai tujuan hukum. Persoalannya, sebagai tujuan hukum, baik Radbruch maupun Achmad Ali mengatakan adanya kesulitan dalam mewujudaknnya secara bersamaan. Achmad ali mengatakan, kalu dikatakan tujuan hukum sekaligus mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, apakah hal itu tidak menimbulkan masalah. Dalam kenyataan sering didapati antara tujuan yang satu dengan yang lainnya mengalami benturan. Dicontohkannya, dalam kasus hukum tertentu bila hakim menginginkan putusannya “adil” menurut presepsinya, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas, demikian pula sebaliknya.3 Dalam hubungan ini Radbruch menyatakan pendapatnya 4 : “bahwa kita harus menggunakan asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada keadilan, baru kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum.” Achmad ali tidak dapat menyetujui sepenuhnya pendapat Radbruch tersebut, sebagaimana dikatakannya5 : 1 Gustav Radbruch, Legal Philosphy, in the legal Philosofies of Lask, Radbruch and Dabin Translated by Kurt Wilk, Harvard University Press, Massachussets, 1950, hlm 107. 2 Friedman, dikutip dari Peter Mahmud Marzuki, The need for the Indonesian Economic Legal Framework, dalam Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi IX, Agustus, 1997, hlm 28. 3 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta, 1996, hlm 95-96. 4 Gustav Radbruch, Dikutip dari Ibid. 5 Achmad Ali, Op.Cit. Aspek Hukum Dalam Ekonomi “penulis sendiri sependapat untuk menganut asas prioritas, tetapi tidak dengan telah menetapkan urutan prioritas seperti apa yang diajarkan Radbruch, yakni berturut-turut keadilan dulu kemudian kemanfaatan barulah terakhir kepastian hukum. Penulis sendiri menganggap hal yang lebih realistis jika kita menganut asas prioritas yang kasuistik. Yang penulis maksudkan, ketiga tujuan hukum kita diprioritaskan sesuai kasus yang kita hadapi, sehingga pada kasus A mungkin prioritasnya kemanfaatan, sedang untuk kasus B prioritasnya pada kepastian hukum.” Mengenai ajaran prioritas ini, bila dilihat pada konsep dari hukum itu sendiri pada dasarnya ajaran ini dapat dikatakan tidak sepenuhnya benar, namun tidak juga sepenuhnya tidak benar. Guna memperjelas ajaran tentang konsep-konsep dari hukum, Hans Kelsen mengatakan6 : “to free the concept of law from the idea of justice is difficult because both are constantly confused in non scientific political thought as well as in general speech, and because this confusion corresponds to the ideological tendency to make positive law appear as just. If law and justice are identified, if only a just order is called law, a social order which is presented by law is-at the same time-presented as just; and that means it is morally justified. The tendency to identify law and justice is the tendency to justify a given social order. It is a political not a scientific tendency.” (untuk melepaskan konsep hukum dari keadilan merupakan suatu hal yang sulit mengingat keduanya adalah hal statis dan membingungkan. Perbedaan susud pandang antara para ahli mengenai konsep ini sangat berhubungan erat dengan pertentangan ideologi, Namun jika hukum dan keadilan di identikan, dan jika hanya ada peraturan yang disebut hukum, peraturan sosial yang diwakili oleh hukum secara sederhana dapat diartikan secara moral telah dijustifikasi, maka dari itu tendensi untuk membedakan hukum dan keadilan adalah tendensi untuk menjustifikasi peraturan sosial dan jelas bersifat politis yang tidak ilmiah) Hans Kelsen mengakui bahwa untuk membedakan antara hukum dengan keadilan memang bukanlah sebuah persoalan yang mudah, karena keduanya memang membingungkan, namun lebih lanjut Hans Kelsen juga menyatakan bahwa kecenderungan untuk mengidentikan hukum 6 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Translated By Anders Wedberg, Russel&Russel, New York, 1973, hlm 5. Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan keadilan sarat dengan nuansa politis dan tidak ilmiah. Lebih lanjut mengenai persoalan antara hukum dan keadilan Hans Kelsen menyatakan7 : “It is obvious that there can be no “just” order, that is, one affording happiness to everyone, as long as one defines the concept of happiness in its original, narrow sense of individual happiness meaning by a man’s happiness what he himself considers it to be. For it is then inevitable that the happiness of one individual will, at some time, be directly in conflict with that of another. Nor is a just order then possible even on the supposition that it is trying to bring about not the individual happiness of each, but the greatest possible happiness of the greatest possible number of individuals. The happiness that a social order can assure can be happiness in the collective sense only, that is, the satisfaction of certain needs, recognized by the social authority, the law giver, as needs worthy of being satisfied, such as the need to be fed, clothed, and housed. But which human needs are worthy of being satisfied, and especially what is their proper order of rank ? These question cannot be answered by means of rational cognition. The decision of these question is a judgment of value, determined by emotional factors, and is therefore, subjective in character, valid only for the judging subject and therefore relative only.” (jelas adanya bahwa tidak ada satupun peraturan yang dapat membahagiakan semua orang, selama mengacu kepada konsep kebahagian yang natural. Karena jelas kebahagian bagi satu orang pada sisi lain merupakan kesedihan bagi orang lain dan kerap menimbulkan konflik….) Menurut Hans Kelsen keadilan adalah penilaian yang subjektif terhadap sebuah nilai dan jelas bahwa tidak akan ada peraturan yang”lebih baik”, yang mana bisa mewujudkan kebahagiaan bagi semua orang, selama definisi dari konsep kebahagiaan itu tetap original, pengatahuan yang lebih sempit mengenai kebahagiaan individual, yang berarti dengan kebahagiaan manusia itu dia dapat mempertimbangkan tindakan yang akan dilakukan. Untuk hal itu maka tidak dapat dihindari bahwa kebahagiaan dari seseorang disaat yang sama akan bertentangan dengan kebahagiaan orang lain. Meskipun ini adalah peraturan yang lebih baik, maka mungkin dalam kerangka ide yang baik namun sulit untuk dibuktikan bahwa peraturan ini mencoba untuk tidak 7 Ibid, hlm 6. Aspek Hukum Dalam Ekonomi memberikan kebahagiaan pada masing – masing orang, tetapi kemungkinan kebahagiaan yang paling besar dari kemungkinan jumlah manusia yang paling banyak. Kebahagiaan itu sendiri yang adalah peraturan sosial dapat meyakinkan bahwa kebahagian itu dapat dicapai secara bersama yang adalah kepuasan mengenai kepastian, diakui oleh pemegang kebijakan sosial (masyarakat) hukum itu sendiri yang diberikan, kebutuhan materi untuk menjamin kepuasan seperti kebutuhan makan pakaian dan rumah. Tapi kebutuhan manusia manakan yang lebih berharga untuk dipenuhi (dipuaskan) dan terutama bagaimanakah memberikan skala prioritasnya terhadap peraturan yang lebih cocok, Pertanyaan – pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan menggunakan akal yang rasional jawaban dari pertanyaan – pertanyaan ini adalah penilaian dari sebuah nilai, didominasi oleh faktor emosional, yang tentunya sangat subjektif pada karakter masing-masing, hal ini dibenarkan untuk penilaian subjektif dan berhubungan dengan penilaian ini. Jadi jelas kiranya, bahwa tujuan dari hukum itu sendiri secara mendasar adalah keadilan, kepastian hukum dan kemanfaat bagi masyarakat. Namun dalam mencapai tujuan dari hukum itu sendiri, tidak dapat dilakukan secara bersamaan melainkan menyesuaikan dengan kebutuhan dan situasi. Pada sisi lain hukum sebagai sarana pembangunan juga mengandung arti sebagai penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Hukum diperlukan sebagai proses perubahan termasuk perubahan yang cepat yang biasanya diharapkan oleh masyarakat yang sedang membangun.8 8 Mochtar Kusumaatmaja, Hukum masyarakat dan Pembinaan Hukum nasional, Binacipta, Bandung, 1976, hlm. 4. Aspek Hukum Dalam Ekonomi SIMPULAN Dapat dikatakan bahwa hukum itu adalah perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya dalam suatu masyarakat, yang pelanggaran terhadap aturan itu dapat diberikan sanksi. Hukum itu sendiri secara garis besar terbagi dalam 2 kategori besar yakni publik dan privat, dalam sistem hukum kita dikenal dengan istilah Pidana dan perdata. Pidana secara sederhana dapat dikatakan sebagai perangkat hukum yang mengatur hunbungan antara manusia dengan negara, sedangkan perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Hal ini juga dapat dilihat dari sifat hukum pidana yang lebih aktif sementara perdata sifatnya pasif. Sementara itu antara hukum secara teoritis dan praktis masih sering terjadi diskrepansi, terlbih lagi apabila dikaitkan dengan tujuan hukum. Ada ranah hukum perdata yang bersinggungan dan merupakan irisan dari dunia bisnis seperti persoalan badan usaha yang berbadan hukum, perikatan, fidusia, hipotik, gadai dan kepailitan. Namun ada juga persoalan bisnis yang menjadi ranah hukum tersendiri seperti penanaman modal, hak atas kekayaan intelektual, dan pasar modal. Dapat dikatakan bahwa segala kegiatan usaha perdagangan yang memiliki tujuan mencari keuntungan adalah bisnis. Dan segala usaha tersebut tentunya memiliki aturan main tersendiri yang bersumber kepada hukum sebagai pondasi aturan main para pihak yang terlibat di dalamnya. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Daftar Pustaka/Referensi Boerhanoedin Sutan Batoeah et al, Kamus Istilah Hukum Fockema andreae, Bina Cipta, Bandung, 19830 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pusataka, Jakarta, 2003. Garner A Bryan (ed) Black’s Law Dictionary Seventh Edition, West Group, St Paul Minnessota, 1999. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2004. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 2003.
© Copyright 2024 Paperzz