• Penyusunan Laporan keuangan Gabungan Kantor Pusat dan Cabang – Walaupun perhitungan laba rugi tersendiri memberikan informasi yang penting bagi pejabat kantor pusat dan cabang, namun untuk dapat menunjukkan secara lengkap dan menyeluruh posisi keuangan perusahaan dan hasil operasinya, perhitungan laba rugi seperti harus disatukan. – Posisi keuangan perusahaan secara keseluruhan dapat disajikan sepenuhnya hanya apabila masing-masing aktiva dan kewajiban dari bermacam-macam cabang dinyatakan sebagai saldo investasi cabang dan digabungkan dengan pos-pos kantor pusat. – Dalam menyatukan data-data cabang dengan data-data kantor pusat, pos-pos berlawanan antar kantor tertentu perlu dieliminasi. Dalam menyusun neraca gabungan, perkiraan kantor pusat dan perkiraan cabang dieliminasi karena perkiraan ini tidak berarti apa-apa apabila unitunit yang bersangkutan ditetapkan sebagai kesatuan tunggal. – Setiap saldo piutang dan hutang usaha antar cabang lainnya, yang mungkin telah ditetapkan, juga tidak relevan dan tidak berarti apa-apa dalam menyatakan posisi keuangan perusahaan dan, dengan demikian, perlu dieliminasi. – Pada penyusunan perhitungan laba rugi gabungan, perkiraan pengiriman barang dagang dari kantor pusat dan perkiraan pengiriman barang dagangan ke cabang dieliminasi (dihapuskan). – Karena saldo perkiraan ini mengikhtisarkan transksi antar kantor yang tidak ada gunanya apabila kesatuan yang bersangkutan dilaporkan sebagai kesatuan tunggal. – Pos-pos pendapatan dan beban antara kantor lainnya juga dielimasi, sehingga perhitungan laba rugi gabungan dapat melaporkan hanya hasil dari transaksi perusahaan dengan pihak luar. • Penyesuaian dari Perkiraan Silang (Adjustment of Reciprocal Accounts) – Saldo perkiraan cabang dalam buku kantor pusat dan saldo perkiraan kantor pusat dalam buku cabang mungkin tidak menunjukkan saldo yang bersilangan pada suatu saat, karena data-data tertentu antar kantor yang telah dicatat oleh kantor yang satu belum dicatat oleh kantor yang lain. – Kantor pusat, misalnya, mendebet perkiraan cabang segera setelah barang dagangan dikirimkan ke cabang. Sebaliknya, cabang tidak mengkredit perkiraan kantor pusat sampai cabang ini menerima barang dagangan, karena pengiriman dari kantor pusat baru diterima beberapa hari kemudian. • Data-data yang harus dipertimbangkan dalam merekonsiliasi (mencocokan) dua perkiraan silang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : – Debet pada perkiraan cabang tidak disertai dengan kredit yang sama pada perkiraan kantor pusat. – Kredit pada perkiraan cabang tidak disertai dengan debet yang sama pada perkiraan kantor pusat. – Debet pada perkiraan kantor pusat tidak disertai dengan kredit yang sama pada perkiraan cabang. – Kredit pada perkiraan kantor pusat tidak diikuti dengan debet yang sama pada perkiraan cabang. Hubungan Kantor Pusat dan Cabang : Masalah Khusus Disamping hubungan antara kantor pusat dan cabang yang bersifat umum, seperti di atas, juga masih terdapat hubungan lainnya yang menimbulkan masalah akuntansi khusus. Hubungan ini menyangkut : (1) pengiriman uang kas antar cabang, (2) pengiriman barang dagangan antar cabang, dan (3) pengiriman barang dagangan ke cabang dengan faktur di atas harga pokok atau harga jual eceran. Hubungan Kantor Pusat dan Cabang : Masalah Khusus Disamping hubungan antara kantor pusat dan cabang yang bersifat umum, seperti di atas, juga masih terdapat hubungan lainnya yang menimbulkan masalah akuntansi khusus. Hubungan ini menyangkut : (1) pengiriman uang kas antar cabang, (2) pengiriman barang dagangan antar cabang, dan (3) pengiriman barang dagangan ke cabang dengan faktur di atas harga pokok atau harga jual eceran. • Pengiriman Uang Kas Antar Cabang – Kegiatan cabang biasanya terbatas pada transaksi dengan kantor pusat dan dengan pihak luar. Akan tetapi, dalam kejadian tertentu, kantor pusat dapat memberikan perintah pengiriman aktiva tertentu dari cabang yang satu ke cabang yang lain. – Sebagai pengganti pembukuan perkiraan khusus dengan cabang, biasanya cabang menetapkan pengiriman seperti ini melalui perkiraan kantor pusat. • Pengiriman Barang Dagangan Antar Cabang – Apabila barang dagangan disediakan dan disalurkan oleh kantor pusat kepada cabangnya, maka dalam hal tertentu, kantor pusat dapat memberikan perintah pengiriman barang dari cabang yang satu ke cabang yang lain. – Seperti halnya dengan pengiriman uang kas antar cabang, pengiriman barang dagangan antar cabang juga ditetapkan melalui penggunaan perkiraan kantor pusat dan bukan lewat penggunaan perkiraan khusus dengan cabang. – Dalam kasus pengiriman barang dagangan antar cabang, timbul masalah khusus yang menyangkut biaya pengiriman. Cabang layak dibebani dengan biaya pengangkutan atas barang yang diterimanya. – Untuk menetapkan harga pokok persediaan barang dagangan pada akhir periode, biaya pengangkutan layak ditetapkan sebagai bagian dari harga pokok persediaan akhir barang dagangan ini. – Tetapi cabang tidak harus dibebani dengan biaya pengangkutan yang berlebihan apabila, karena rute pengiriman yang tak langsung, menyebabkan biaya pengangkutan yang besar jumlahnya. Dalam halhal seperti ini, cabang yang menerima barang harus dibebani tidak lebih daripada biaya pengangkutan normal sebagai pengiriman biasa. – Kantor pusat langsung memerintahkan pengiriman antara cabang dan bertanggung jawab atas kelebihan biaya ini yang dianggap sebagai beban. • Pembuatan Faktur Kepada Cabang Dengan Jumlah Di atas Harga Pokok – Apabila kantor pusat memfaktur cabang untuk barang dagangan dengan angka yang lain daripada harga pokok, maka pembuatan faktur ini biasanya dilakukan dengan angka manapun di atas harga pokok atau dengan harga jual eceran. – Pembuatan ini dengan maksud agar para pemimpin cabang tidak memperoleh informasi lengkap mengenai laba aktual dari hasil operasi cabang. – Kebijakan ini, dalam hal-hal lainnya, diikuti sebagai cara pembebanan untuk perolehan dan penanganan barang serta untuk biaya khusus, yang berkaitan dengan hubungan antara kantor pusat-cabang. – Atas perolehan barang dari kantor pusat, cabang mencatat beban yang tercantum dalam faktur yang menyertai barang ini. Jika pembuatan faktur kepada cabang dilakukan dengan angka yang melebihi harga pokok, maka laba yang ditetapkan oleh cabang akan lebih kecil daripada laba aktualnya. – Persediaan yang dilaporkan oleh cabang dengan angka fakturnya akan melebihi harga pokok. Faktor ini harus ditetapkan oleh kantor pusat dan akan mempengaruhi catatan akuntansinya dalam mengikhtisarkan operasi cabang. – Untuk ilustrasi, lihat buku (Allan R. Drabin) hal 214 – 215. • Laporan Keuangan Gabungan Apabila Barang Difaktur Dengan Harga Di atas Harga Pokok – Apabila unit-unit afiliasi mencatat pengiriman barang antar kantor dengan harga pokok, maka penyusunan laporan keuangan gabungan realtif mudah. Saldo perkiraan silang kantor pusat dan cabang dihapuskan dan data-data neraca kemudian digabungkan. – Apabila barang yang dikirimkan ke cabang difaktur dengan jumlah yang lain daripada harga pokok, maka timbul masalah khusus dalam penyusunan laporan keuangan gabungan. – Persediaan akhir dalam neraca cabang, yang dilaporkan dengan jumlah lain daripada harga pokok harus dinilai kembali menjadi harga pokok dalam menyusun neraca gabungan. – Saldo persediaan awal dan akhir dalam perhitungan laba rugi cabang, yang dilaporkan dengan jumlah yang lain daripada harga pokok harus dinilai kembali ke dalam harga pokok, dalam rangka penyusunan perhitungan laba rugi gabungan. – Apabila penyusunan laporan keuangan gabungan membutuhkan penilaian kembali perkiraan riil dan nominal serta eliminasi perkiraan silang, maka pada umumnya dikehendaki untuk mengembangkan ikhtisar seperti itu melalui penyusunan neraca lajur, yang meliputi data-data neraca dan perhitungan laba rugi. – Untuk ilustrasi, lihat buku (Allan R. Drabin) hal 217 - 223. – Tugas 7: Tugas Kelompok Hal. 206 Soal 7-2.
© Copyright 2024 Paperzz