download

Mata kuliah : K0014 – FISIKA INDUSTRI
Tahun
: 2010
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Pertemuan 22
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
1. Persamaan Maxwell
Persamaan Maxwell merupakan persamaan dasar untuk
elektromagnetik, yang dapat menggambarkan fenomena listrik
dan magnetik. Persamaan ini merupakan dasar dari teori
mengenai gelombang elektromagnetik.
Empat persamaan Maxwell dalam bentuk integral untuk medan
yang berubah terhadap waktu :
 
1
 E.dS 
S


 ρ dV
 0 vol
(1)
 B.dS  0
s
 
 E.dl  
 
Bina Nusantara
d
(2)
B dS
(3)
dt S
 B.dl  0 I  0 0
d
E dS
dt S
(4)
- Persamaan (1) merupakan persamaan Gauss, yang
menyatakan fluks listrik yang melewati suatu permukaan
tertutup= 1/ε0 muatan yang dilingkup permukaan tertutup.
- Persamaan (2) fluks magnet B =0 di seluruh permukaan
tertutup, yang menyiratkan bahwa kutub medan magnet
terisolasi tidak ada.
- Persamaan (3) merupakan hukum Faraday, yang menyatakan
bahwa integral terhadap lintasan tertutup= - laju perubahan
fluks magnetik melalui permukaan yang dibatasi oleh kurva
tersebut.
- Persamaan (4) merupakan hukum Amper dengan
modifikasi arus perpindahan, menyatakan integral garis B
terhadap lintasa tertutup = μ0 I + μ0ε0 kali laju perubahan
fluks listrik permukaan tersebut.
Bina Nusantara
2. Perambatan Gelombang Elektromagnetik
Persamaan Maxwell (3) dan (4) menyiratkan bahwa
perubahan medan magnet terhadap waktu akan
menghasilkan medan listrik yang juga berubah terhadap
waktu yang menimbulkan medan magnet yang berubah,
demikian seterusnya, perubahan-perubahan medan ini
merambat dalam ruang , dan disebut sebagai gelombang
elektromagnetik.
Dalam rambatannya, medan listrik dan medan magnet
saling tegak lurus pada setiap titik, dan keduanya
tegak lurus terhadap arah rambatan.
Medan listrik dan medan magnet sefasa, sehingga E=0
dan B= 0 pada titik yang sama, serta E maksimum dan B
maksimum pada titik yang sama.
Bina Nusantara
E
B
Perambatan gelombang elektromagnetik.
- Gelombang merambat dalam arah sb X
- Medan listrik berosilasi dalam arah sumbu Y
- Medan magnetik berosilasi dalam arah sumbu Z
Karena E dan B tegak lurus arah rambatan, berarti
gelombang elektromagnetik merambat sebagai gelombang
transversal.
Bina Nusantara
- Medan listrik dan medan magnet berosilasi menurut
persamaan :
Medan lisitrik : E = Em Sin(kX – ωt )
medan magnmet B = Bm Sin(kX – ωt )
Em dan Bm adalah amplitudo dari masing-masing medan,
dan hubungan keduanya :
Em = c Bm
c = kecepatan rambat gelombang = λ f = ω/ k
c 1
di vakum/ udara :
Bina Nusantara
ε0μ0
Spektrum cahaya tampak
Gelombang elektromagnetik meliputi cahaya, gelombang
radio, sinar-X, sinar gamma dan lainnya. Frekuensinya mulai
dari orde 10 (radio gelombang panjang) sampai orde 1023 Hz
( sinar gamma).
Mata manusia peka terhadap radiasi elektromagnetik untuk
panjang gelombang 400-700 nm, yaitu :
400 nm - 450 nm  Ungu
450 nm - 500 nm  Biru
500 nm - 570 nm  Hijau
570 nm - 590 nm  Kuning
590 nm - 630 nm  Jingga
630 nm - 700 nm  Merah
Bina Nusantara
panjang gelombang < 400 nm : ultra ungu
Panjang gelombang > 700 nm : infra merah
sensitif relatif
100
80
60
40
20
0
400 450 500 550 600 650 700
panjang gelombang ( nm )
Sensitif relatif mata terhadap panjang gelombang
Bina Nusantara
3. Poynting Vektor
Gelombang elektromagnetik membawa energi dari satu
titik ke titik lain. Aliran energi persatuan waktu persatuan
luas dari gelombang elektromagnetik dinyatakan oleh
vektor Poynting, yaitu :



S  Eμx B
0
satuan : watt/m2
Vektor E dan B menunjukan harga sesaatnya.
Karena E dan B saling tegak lurus, dan keduanya tegak
lurus arah rambatan, maka S merupakan intensitas
sesaat gelombang dalam arah perambatan gelombang,
dan besarnya : S = ( E. B ) / μ0
Bina Nusantara
Dari hubungan E = c B
maka S juga dapat dinyatakan dalam bentuk :
c 2
E2
Scμ
0
Bina Nusantara
dan
S μ B
0
4. Prinsip Huygens
Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai
sumber gelombang baru (sekunder) yang memancar ke
segala arah dengan kecepatan yang sama dengan
kecepatan rambat gelombang.
muka gelombang
baru
muka gelombang
sekunder
muka gelombang
arah rambatan
mula-mula
-a-
-b–
a) perambatan muka gelombang datar
b) perambatan muka gelombang sferis
Bina Nusantara
5. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang
Setiap berkas cahaya yang datang pada suatu bidang
batas antara dua medium yang berbeda indeks biasnya ,
sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke dalam
medium pertama, dan sisanya dibelokan ( direfraksikan /
dibiaskan) ke dalam medium kedua.
Normal
Sinar datang
d
p
sinar pantul
Medium 1
n1
Medium 2
n2
b
Sinar bias
Pemantulan dan Pembiasan Cahaya
Bina Nusantara
- Garis normal :
Garis yang tegak lurus pada permukaan / bidang batas
antara dua medium
- Sudut datang( d ):sudut antara sinar datang dan normal
- Sudut pantul (p ) :sudut antara sinar pantul dan normal
- Sudut bias ( b ) : sudut antara sinar bias dan normal
Hukum Pemantulan dan Pembiasan
Sinar datang , sinar pantul, sinar bias , dan normal terletak
pada satu bidang
(1) Sudut datang = sudut pantul ( d = p )
Bina Nusantara
(2) Hubungan sudut datang dan sudut bias
Sin θ1
n2
 n21  n
Sin θ2
1
atau : n1 Sin 1 = n2 Sin 2 ( Hk. Snellius )
1 ( = d ) = sudut datang 2 (= b ) = sudut bias
n = indeks bias suatu medium,
maka :
n2 V1 λ1
n21  n  
1 V λ
n  C
V
2
2
C = kecepatan cahaya di vacum / udara
V = kecepatan cahaya di dalam medium
Jika n1 < n2 : sinar bias mendekati normal
Jika n1 > n2 : sinar bias menjauhi normal
Bina Nusantara
Pemantulan Internal Total
Sudut kritis adalah sudut datang yang menghasilkan
sudut bias = 900 . dari n1 Sin1 = n2 Sin2
maka untuk 1 = krt dan 2 =900 , berlaku:
Sin krt = n2 / n1
Sudut kritis hanya terjadi bila n2 < n1 atau V1 < V2
Untuk cahaya ( gelombang ) yang datang dengan sudut
datang > krt , seluruh cahaya datang akan dipantulkan
semua ke medium pertama dan tidak ada yang dibiaskan
pada medium ke 2 . Fenomena tersebut dinamakan :
pemantulan sempurna atau refleksi internal total
Bina Nusantara
S
pemantulan
sempurna
θkrt
Pemantulan Internal Total (pemantulan sempurna)
Bina Nusantara