Matakuliah : CB142 / Character Building IV Tahun : 2009 Pertemuan 5 DIMENSI ETIS KEMAJUAN IPTEK Learning outcome Mahasiswa mampu menghubungkan antara penerapan suatu teknologi dengan persoalan etis yang akan ditimbulkan Bina Nusantara Materi : • • • • Bina Nusantara Pengetahuan manusia Kebenaran ilmiah Ambivalensi kemajuan iptek Ilmu dan moral 1. Pengetahuan manusia 1.1. Kemampuan menalar • Kemampuan menalar merupakan prinsip dasar bagi pengembangan pengetahuan manusia. • Manusia berkat kekuatan akal budinya, memiliki kemampuan menalar, megembangkan kebudayaan, membuat sejarah, mengembangkan peradaban, mampu memberi makna kepada kehidupan, dan bahkan menjawab panggilan Tuhan. • Dengan kemampuan menalarnya manusia dapat menghubungkan setiap peristiwa yang ditangkap oleh paca indera berdasarkan kerangka logis dan analitis tertentu sehingga mampu menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lainnya. • Namun di samping kemampuan menalar, kemampuan berbahasa juga memainkan peranan yang penting. Bahasa dapat mempengaruhi persepsi manusia terhadap suatu peristiwa. Bina Nusantara 1.2. Subyek dan obyek pengetahuan • • • • • Sejaraf filsafat mengenai pengetahuan manusia mencatat dua pandangan ekstrim yang saling menegasi yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme di satu sisi bersifat a priori (pengetahuan mendahului pengalaman), dengan metode deduksi (dari hal-hal umum sampai pada kesimpulan khusus); sedangkan empirisme bersifat aposteriori (pengetahuan berdasarkan pengalaman), dengan metode induktif (dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum) Manusia tidak saja mengetahui sesuatu obyek, realitas di luar dirinya, tetapi juga sadar tentang dirinya sendiri. Ia tidak hanya merefleksikan obyek yang ada di luar dirinya tetapi juga merefleksikan kegiatan akal budinya sendiri. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya, secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan akan berkembang sebagai ilmu bila dilakukan secara sistematis dan metodis. Bina Nusantara 1.3. Fisafat sebagai induk pengetahuan • Apa itu filsafat? Fisafat pertama-tama adalah sikap yang mempertanyakan atau bertanya tentang segala sesuatu. Setiap pertanyaan akan menghasilkan suatu jawaban tertentu, namun secara filosofis jawaban-jawaban itu akan melahirkan pertannyaanpertannyaan baru. • Pertanyaan-pertanyaan filosofis menyentuh hakikat, esensi dari sesuatu. Tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat adalah pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang sesuatu. • Seperti pada ilmu-ilmu lainnya fisafat bersifat kritis, sistematis, analitis dan metodis. • Filsafat sebagai induk pengetahuan, artinya : bahwa semua ilmu pengetahuan berawal dari berfilsafat, yaitu kita berefleksi mengenai realitas di sekitar kita. Kita mempertanyakannya, mempersoalkannya, mencari tahu dan merumuskan jawabannya. Hasil dari pertanyaan-pertannyaan kritis kita adalah pengetahuan. Bina Nusantara 1.4. Pengetahuan dan keyakinan • Keduanya sama-sama merupakan pengakuan seseorang akan obyek tertentu sebagai ada atau terjadi • Perbedaan terletak pada ada-tidaknya obyek itu dalam kenyataan • Dalam hal pengetahuan, obyek yang diakui sebagai ada itu harus ada dalam kenyataannya; sedangkan dalam hal keyakinan, obyek itu bisa saja dalam kenyataannya tidak ada. • Pengetahuan berkaitan dengan kebenaran, yang ditunjang dengan bukti-bukti yang memadai. • Pengetahuan harus dapat diverifikasi, diukur dan dibuktikan; sedangkan keyakinan tidak perlu harus dibuktikan, diverifikasi dan diukur. Bina Nusantara 2. Kebenaran ilmiah 2.1. Tiga teori utama kebenaran ilmiah: 2.1.1. Teori Korespondensi: ada persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Setiap pernyataan yang tidak dapat dihubungkan dengan kenyataan dianggap sebagai tidak benar. 2.1.2. Teori Koherensi: kesimpulan benar, bila sesuai dengan premispremisnya. Artinya kebenaran suatu kesimpulan hanya merupakan implikasi dari pernyataan sebelumnya. 2.1.3. Teori Pragmatis. Di sini kebenaran sama dengan kegunaan. Sejauh itu berguna sejauh itu pula benar. Bina Nusantara 2.2. Sifat dasar kebenaran ilmiah • Argumen ilmiah mementingkan struktur penalaran yang tepat dan sahih (valid), sekaligus juga isinya yang sesuai dengan kenyataan. Keduanya merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) dalam ilmu pengatahuan • Namun demikian, ketiga kebenaran tersebut memiliki kaitan penting satu sama lain : Apa yang diakui kebenaran logis dan empirisnya, diharapkan juga dapat diterapkan dan digunakan bagi kehidupan manusia • Maka, tanpa mengabaikan penting dan mendasarnya kebenaran logis dan kebenaran empiris, kebenaran pragmatis merupakan hal yang sangat menentukan dalam kebenaran ilmiah Bina Nusantara 3. Ambivalensi kemajuan iptek 3.1. Optimisme kemajuan ilmu • Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia sampai pada puncak-puncak kehidupan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. • Namun, di samping optimisme yang dibawa oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata juga ancaman-acaman baru terhadap hidup manusia itu juga bermunculan. • Dalam konteks ini suatu pertannyaan muncul, apakah iptek itu bebas nilai? 3.2. Masalah Bebas Nilai Secara teoretis ilmu pengetahuan harus otonom, bebas dan tidak ada kaitannya dengan nilai. Namun dalam kenyataannya, iptek selalu berkaitan dengan kepentingan tertentu. Disinilah iptek jadi berhadapan dengan nilai Bina Nusantara 4. Ilmu dan moral 4.1. 4.2. Bina Nusantara Persenjataan pemusnah massal. • Inovasi sebagai hasil ilmu pengetahuan, tidak terkait dengan masalah moral. Sebab, ilmu pengetahuan bersifat otonom • Namun, pada taraf penggunaannya menimbulkan persoalan moral. • Oleh karena itu pertimbangan moral ilmu pengetahuan tidak saja pada taraf penggunaan, tetapi juga pada proses penemuannya. Ilmu harus menjawab pertanyaan, “untuk apa”? Revolusi genetika • Revolusi genetika dapat dikatakan merupakan babak baru dalam sejarah keilmuan, sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri • Dalam rekayasa genetik, manusia menjadi obyek eksperimental dan rekayasa. • Pertanyaan adalah: Apakah manusia dapat dijadikan obyek eksperimental dan obyek rekayasa?
© Copyright 2024 Paperzz